Mohon tunggu...
Sari Puspita Dewi
Sari Puspita Dewi Mohon Tunggu... Dosen - a lifelong learner

Dosen Bahasa Inggris PNJ | Penerjemah | Editor | Awardee of LPDP 2019 | YT channel: Miss Sariy

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Di Mana Amah? (2)

10 Mei 2020   21:43 Diperbarui: 10 Mei 2020   21:46 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash


"Oh my, a woman down!" pekik supir truk beton yang turun mengecek.

"Amaaaaaaaahhh!" aku berlari menghampiri tubuh yang tergeletak di bawah truk itu untuk memeriksa keadaannya.

Wanita itu ternyata betul Amah. Perlahan aku dekap ia dan aku letakkan tangannya ke pipiku; berharap ada keajaiban.

"Maafkeun Amah, Gun..." air mata merah mengalir dari kedua matanya sebelum menutup untuk terakhir kalinya.

---

Malam itu tak bisa kupejamkan mataku. Terbayang selalu Amah saat menghembuskan nafas terakhirnya. Tak sempat lagi kuucapkan sepatah kata; betapa aku rindu, betapa aku mencintainya. Saat itu aku hanya menangis memeluknya, dunia terasa berhenti berputar aku tak tau harus melakukan apa, terdiam mematung menatap Amah bersimbah darah di bawah gelapnya truk beton. Namun matanya yang indah menutup sambil tersenyum seolah tenang telah bertemu aku, anaknya.

Pada akhirnya, dengan bantuan kedutaan, Amah bisa kubawa pulang. Akan kubaringkan ia di sebelah Nin, di tanah Pasundan kelahirannya. Di balik sesak, ada juga sedikit lega karena agen yang memberangkatkan Amah telah tertangkap atas tuduhan human trafficking alias perdagangan manusia. Amah hanya 1 di antara seribu korban. Dengan iming-iming menjadi TKW gaji besar, para wanita pejuang nafkah ini dijerumuskan ke lembah hitam. Tak sedikit pula yang dijual nyawanya sebagai pendonor organ. Miris, padahal titel mereka "pahlawan devisa" bagi negara, apakah negara sudah benar-benar memperlakukan mereka sebagai pahlawan? Aku tidak tau, yang jelas ibuku adalah pahlawanku.

Sesampainya di kampung halaman, ibuku disambut oleh tangisan warga desa. Rupanya berita ibuku sudah sampai ke sini. Tak sedikit yang menyesali keadaan, namun apa yang harus disesali? Ini sudah takdir-Nya. Aku pun harus tabah menghadapinya. Ya. Aku harap kejadian yang menimpa Amah bisa dijadikan pelajaran bagi kehidupan.

Tak tertahan lagi, pipiku basah melihatnya untuk yang terakhir kali, saat warga membungkusnya perlahan dengan kain putih.

Amah.. Amah.. mengapa kau secantik ini? Padahal truk besar itu menghantammu tanpa ampun, tapi wajahmu teduh bagai bidadari tertidur di telaga.

Selamat tidur, Amah. Aku menyayangimu selalu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun