Sastra cyber atau sastra digital adalah sebuah aktivitas berbahasa dalam bentuk tulisan yang berwujud digital yang memanfaatkan teknologi sebagai medianya, misalnya, seperti handphone, komputer, internet dan lainnya. Sastra cyber memanfaatkan kemampuan dan kemajuan teknologi komunikasi sebagai sarana dan prasarana berkarya.
Sastra digital memudahkan para penulis, baik penulis amatiran maupun penulis berpengalaman untuk menghasilkan karya dalam berbagai jenisnya, sastra digital juga mempermudah mereka untuk meperkenalkan karya-karya mereka.
Sastra cyber atau sastra digital memang baru populer beberapa dekade terakhir. Tepatnya pada saat budaya internet ramai di Indonesia. menurut Endraswara (2013: 182-183) kata sastra cyber berawal dari kata cybersastra. Dalam bahasa inggris, kata cyber tidak bisa berdiri sendiri, ia harus terikat dengan kata lain, misalnya pada kata cybersastra yang berarti aktivitas satra yang medianya memanfaatkan komputer atau internet.
Neuage dalam bukunya yang berjudul "Influence of the World Wide Web on Literature" (1997) menjelaskan bahwa sastra cyber diperkirakan lahir untuk pertama kalinya pada tahun 1990. Namun, semenjak tahun 1998 sastra cyber baru mulai mencapai popularitasnya.
Setelah itu, komunitas-komunitas sastra cyber banyak bermunculan dengan memanfaatkan teknologi seperti situs, mailing list (milis), forum, dan kini juga blog. Tidak hanya itu, berbagai macam situs dan fitur jejaring sosial yang menawarkan publik mengembangkan kreativitas juga memfasilitasinya melalui Wattpad, FanFiction, Twitlonger (perkembangan dari Twitter), fitur catatan di Facebook, dan sebagainya. Semua orang boleh memajang karyanya dan semua orang pun boleh mengapresiasinya dari berbagai penjuru di dunia. Kebutuhan besar para pegiat sastra untuk berkarya dan memublikasikan karyanya menemukan titik terang dengan adanya internet sebagai ruang sosialisasi tanpa batas.
Selanjutnya perkembangan sastra cyber di Indonesia mulai dikenal oleh khalayak di akhir tahun 1990-an dan ditandai dengan peluncuran buku antologi puisi cyber berjudul "Graffiti Gratitude" pada tanggal 9 Mei 2001 di Puri Jaya, Hotel Sahid, Jakarta yang dipelopori oleh Sutan Ikwan Soekri Munaf, Nanang Suryadi, Nunuk Suraja, Tulus Widjarnako, Cunong, dan Medy Loekito. Mereka tergabung dalam satu yayasan yaitu Yayasan Multimedia Sastra (YMS). Kemunculan buku tersebut menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat yang bergelut di bidang sastra, bahkan peluncuran antologi ini sempat mengundang kritikan, baik terhadap wujud bukunya maupun terhadap kualitas puisinya. Namun hal itu tidak membuat Usman K.J Suharjo (2001) urung mengusulkan agar hari peluncuran buku antologi puisi cyber tersebut diperingati sebagai hari Sastra Cyber Indonesia.
Semua hal pasti selalu ada kelebihan dan kelemahannya masing-masing, termasuk sastra digital ini. kelebihan sastra digital sudah dikatakan di atas tadi, bahwa sastra digital memudahkan setiap orang dalam mempublikasikan tulisan mereka menggunakan media internet dan lain sebagainya. Namun demikian, dalam sastra digital juga harus memperhatikan sisi kualitas dan kuantitas sehingga marwah sastra akan tetap dapat diterima oleh para pembaca. Semakin banyak penulis sastra digital yang berbakat terwadahi secara baik maka berkontribusi terhadap perkembangan sejarah kesusasteraan Indonesia di masa sekarang. Pada gilirannya akan muncul tonggak baru sastra digital yang menjadi catatan sejarah tersendiri bagi perkembangan kesusasteraan Indonesia. Sastra digital juga memudahkan para pembaca untuk mengakses karya digital tanpa harus mengeluarkan baiaya untuk membeli buku, contohnya karya sastra yang ada di platform Wattpad. Sedangkan kelemahan pada karya sastra digital yaitu terlalu bebas dan nantinya akan semakin menabrak batasan-batasan dari karya sastra sendiri, akibatnya banyak tulisan yang dilabeli karya sastra dan akan mengakibatkan hilanya esensi sastra.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H