---
Masih soal sentimen agama.
Karena dianggap memilih Ahok sebagai Gub DKI yang artinya memilih Pemimpin dari golongan non muslim (kafir). Ini jelas2 dilarang oleh Al Quran. Kutipan ayatnya ditulis juga:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (QS: Al-Maidah Ayat: 51)
Dan baru aja baca artikel kiriman di akun fesbuk suami yang pro-Jokowi, begini katanya2;
----Ada yang teriak, mending pemimpin kami non-muslim lebih sedikit korupsi ...
Kalau Anda menuduh di negeri ini banyak yang korup adalah muslim, maka kami juga bisa menginformasikan kalau di Filipina, Meksiko, Brazil yg mayoritas non muslim dipimpin oleh non-muslim juga melakukan korupsi besar-besaran. Jadi apakah layak pelabelan koruptor dengan agama yang dianut mayoritas negeri ini ? Sehingga anda sesuka hati menuduh oknum muslim yang banyak korupsi.
Ketika zaman Pak Soeharto dulu, ketika hampir tidak terdengar kasus korupsi yang muncul dipemberitaan media. Tiba-tiba kita semua dikejutkan oleh berita KORUPSI yang dilakukan seorang pemilik dari Golden Key yaitu Edy Tansil. Siapakah dia ? apa Ras nya dia ? apakah agama dia ? kemana dia buron ? dikemanakan uang yang dibawa larinya ? kenapa itu tidak dijadikan tolak ukur ? padahal dialah pelopor korupsi terbesar dalam sejarah korupsi yang pernah terjadi di Indonesia.
Bahkan kalau kita mau lebih sedikit repot, kumpulkan semua kasus korupsi yang pernah terjadi di indonesia, bagi kasus korupsi itu menjadi berdasarkan ras dan agama pelaku. Saya yakin masih lebih besar jumlah kasus yang dilakukan non muslim berdasarkan jumlah uangnya.
Jadi berpikirlah dengan nalar yang jelas, Pemimpin muslim meskipun fasik masih lebih baik daripada pemimpin kafir. Fasik (gemar maksiat) masih selamat dari kekekalan di neraka daripada orang kafir .
Renungkanlah wahai yang mengaku muslim untuk nasib Bangsa dan ibukota kalian ke depan!---
Itu cuma dapet share. Ga tau penulisnya sapa dan yang nge-share gak cantumin sumber.
Para 1-4 sih santai... Pas Para 5, agak sedih bacanya. Dan sedikit takut.
Apa dengan memilih Jokowi, trus Ahok jadi Gub DKI, saya menentang langsung perintah Allah?
Agak lama merenung. Dan akhirnya membuka Al Quran, terjemahan tentunya. Setiap galau akan satu sharing ayat, pasti ujung2nya buka Al Quran. Ya iyalah, pedoman hidup.
Dibaca2 itu (terjemahan) seputaran Al Maidah. Dan gak lupa tetep pake nalar. Alhasil, makin mantep milih Jokowi. :)
Entah ya kalo buat orang lain, kalo buat saya pribadi, Gubernur DKI bukan pemimpin saya. Gubernur DKI tidak berhubungan dengan hukum Islam. Dia itu pengatur Jakarta. Bukan pemimpin (suku/perang untuk) orang muslim. Jadi, Ahok sebagai Gubernur DKI? Silahkan saja, tetap dukung dan awasi. Perangi, kalau memang terbukti menindas.
Trus, di artikel itu juga seakan2, kalo milih Ahok = nuduh banyak korup itu yang muslim. Itu aja udah salah. Itu bukan tuduhan tapi fakta. Faktanya bicara begitu. Dan harus digaris bawahi, manusia korupsi bukan karena mereka muslim atau non-muslim. Tapi lebih karena mereka memang bisa (korupsi). Karena kebetulan saat ini sebagai mayoritas, banyak muslim yang menduduki jabatan yg memungkinkan mereka korup. Ya tentu aja lebih banyak yang muslim yang korup. Kalo seandainya banyaknya blow up kasus korupsi orang muslim yang di blow up, ya jadikan pelajaran lah.. jangan dijadikan alasan buat menuduh orang lain suudzon/berburuk sangka.
Zaman Pak Harto hampir tak terdengar kasus korupsi? YA EYALAAAAAAAAAAAAAAHHH.. lha wong yang korup2 itu penguasa diktator. Senggol bacok istilahnya. Nulis soal korupsi, langsung dibredel. Ga usah jaman dulu, jaman sekarang aja masih ada pengekangan media oleh pejabat korup di area2 luar jawa. Ga percaya? Googling. Cari informasi seluas2nya deh. Ini salah satu alasan kenapa saya lebih pilih Jokowi. Berharap kebebasan berpendapat dan akses informasi akan bisa terus ada.
Para 4, bisa jadi benar. Kalopun benar, trus? Orang korup karena rakus, bukan karena beragama A, B atau C. Titik.
Kalau menggunakan nalar yang jelas, tentunya memilih pemimpin yang diketahui tidak bermasalah laah.. Kalo udah tau bermasalah, ya jangan dipimpin. Ibaratnya, udah tau mobil rusak, dibeli, trus diharapkan jalan terus. Itu namanya bodoh. Kalo memilih yang belum pernah ketauan bermasalah, lalu dia bermasalah setelah memimpin, ya ditindak. Indonesia kan negara hukum. Pake nalar dooong.. Pakai pikiran dan hati, tentunya akan memilih pemimpin yang terbaik menurut kita pribadi. Kriteria pemimpin yang baik menurut saya, yang pertama tentunya seiman, santun baik hati dan bekerja. Beda tipis sama kriteria calon suami lah.. hehehe..
Lha kalo sama sekali ga ada yang seiman, ya lanjut ke kriteria selanjutnya... Intinya sih, ga usah kampanye hitam. Malah bikin keliatan bodoh dan angkuh. Apalagi kalo bahas2 amal ibadah dan SARA.
Salam Damai...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H