Trreeet-treeeet.
Sami mengelap oli di tangannya menggunakan serbet lalu menjamah ponsel dari saku baju dinasnya, "Ya, kenapa, Syaf?"
"Ayah sakit. Dia minta Abang pulang segera."
"Kamu nggak becanda kan? Kapan? Kenapa ibu nggak nelepon?"
"Abang kan tahu gimana mereka? Apalagi si Mia itu sudah jadi prioritas. Sekedar ngabarin keadaan pasti nggak kepikiran, lebih-lebih Abang jauh gini, mana pulang cuma sekali itupun 5 tahun yang lalu."
Perasaan kecewa Sami seketika mencuat. Keangkuhan di dadanya membuncah, "Jangan komporin Abang Syafira, kau tak tahu keadaanku disini bagaimana."
"Paham, kita kan senasib?"
"Terus?"
Syafira tahu arah pertanyaan itu.
"Kita cuma berdua, Bang. Anak mereka tak ada selain kita. Meski perlakuan mereka buruk tapi orang tua tetaplah orang tua. Nanti kalau ada apa-apa kita juga yang jadi tertuduh, nggak tahu balas budi lah, nggak perhatian lah, durhaka lah, da..."
"Ya-ya-ya, pusing aku dengar orcehanmu! Soal si Mia itu kok bisa dia tinggal di rumah Ayah?"