Pada sore hari saat matahari tenggelam
Terbangun tubuhku dari atas kasur merasuk kepada jiwa kosong
Mendengar suara-suara manusia berkata, berlarian perlahan kepada sunyi meredam
Mekar berkembang senada kuncup bunga berlabuh indah merona, kedua mata memandang
Angin berhembus dingin menggetarkan jiwa maka kepada siapa aku berlabuh?
Yang telah menciptakan Alam seisinya, membolak-balikkan perasaan sang manusia,Â
Menghentakkan daku pada setiap roh berkunjung aku terima  tiada lelahÂ
Ragu meresahkan, amarah berguncang dengan liar, kesunyian bertabu-tabu yang aku rasa
Daun-daun berguguran di atas tanah, menyatu dengan keindahan magis dari Sang Pencipta
Siapakah aku tanpa dirimu? Malam terkadang menjadi hangat bukan dingin menusuk tulang,
Tidak sangka rintik-rintik hujan berjatuhan rindu saat bulan tenggelam kepada pepohonan dengan riang,
Maka aku adalah siapa? Salah satu makhluk hidup berharap Kepada-Nya. Mendengarkan aku dengan penuh kasih.
Kepada setiap jalan aku lalui dengan kedua kaki, Â menggenggam tanganku dalam keheningan.Â
Lilin-lin kecil kembali bercahaya terangi jiwa kelabu pada ratusan malam hariÂ
 Menemani setiap jiwa  membutuhkan dan mendekatkan kami kepada-Mu dari suara-suara memekik kencang
Kedua tangan kini membentang memohon bantuan dari-Nya meski lama kami berpaling muka.
Maka biarkan jiwa -jiwa liar dan jauh dari patuh meratap kemalangan membentangÂ
Sang Pencipta menciptakan bumi dan seisinya, Maka engkau maha pengasih selagi maha penyayang kepada umatnya
Kepada siapa lagi kami berlabuh? Jangan lelah Tuhan menuntun kami kepada jalan cahaya-Mu.
Jakarta, 07/07/2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H