Oleh karenanya, di masa "lebaran seni rupa" tersebut juga dibuat fringe event yakni "Jogja Art Week" (JAW) dimana banyak ruang seni di Yogyakarta mengaktivasi ruangnya dengan mengadakan pameran. Tamu-tamu yang hadir tersebut biasanya saling diinformasikan untuk mengunjungi ruang-ruang seni tersebut.
Tentu upaya penjualan merchandise tidak terbatas hanya saat itu. Ruang-ruang seni ini bisa dikunjungi setiap hari dan juga mereka telah mengoptimalkan penggunaan media sosial untuk mempromosikan dan menjual merchandise mereka. Bahkan terdapat moment-moment tertentu dimana para seniman ini membuka lapak merchandise di event pop-up market dan melakukan aktivasi karya live sablon.Â
Merchandise sebagai keluaran UMKM atau seniman dengan berbagai produk pakaian ready to wear, art print, buku, totebag dan lain sebagainya terbukti dapat terus eksis hingga sekarang dan bisa membantu perekonomian dan perpanjangan identitas atau gagasan para pekerja kreatif.Â
Merchandise juga berpotensi untuk dikembangkan tidak hanya sebagai produk pendamping namun dapat dioptimalkan sebagai produk unggulan. Dalam lingkup seni, Merchandise tidak hanya sebagai penunjang fashion maupun dekorasi, produksi dan penjualan merchandise juga dapat menyokong keberlanjutan proses berkarya seniman maupun ruang seni.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H