Mohon tunggu...
Adhyatmoko
Adhyatmoko Mohon Tunggu... Lainnya - Warga

Profesional

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jokowi Memang Petugas Partai, Bukan Presiden

13 Januari 2018   17:24 Diperbarui: 13 Januari 2018   17:28 1400
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dengan kata lain, si A atau B adalah bagian dari kekuasaan tertinggi dalam pemerintahan (presiden), bukan sebaliknya. Faktanya, masa jabatan presiden dibatasi.

Lalu, Megawati kembali lewat pidatonya mengulik istilah petugas partai saat mengumumkan pasangan calon 6 Pilgub di Kantor DPP PDIP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan.

"Maka supaya tahu, saya Jadikan pak Jokowi orang kan tidak tahu. Saya punya tanda tangan Pak Jokowi, dia adalah petugas partai, itu untuk ketum PDIP tapi tidak pernah saya beber-beber,"- Detiknews (Minggu, 7/1/2018).

Biasa saja ketua umum partai membuat pernyataan demikian. Setiap anggota partai yang ditetapkan oleh mahkamah partai untuk menjabat posisi tertentu di eksekutif, yudikatif, dan legislatif bisa diartikan petugas partai menurut perspektif partainya. Lantas, apakah presiden adalah petugas partai? 

"Agar supaya sewaktu-waktu untuk pembully-an kepada saya keliwatan, itu adalah konstitusi partai, sesuai keputusan kongres partai. Presiden dari kami itu adalah dari partai," imbuhnya.

Apabila dari pernyataan itu memunculkan pengertian bahwa Presiden Jokowi adalah petugas partai, saya anggap sesat pikir dan tidak paham konstitusi. Letak kesalahannya dengan mengatakan "presiden dari kami". Konstitusi tidak menyebut presiden berasal dari partai. Namun, presiden dipilih oleh rakyat. Makna demokrasi terkandung dalam pemilihannya. 

Sedangkan, partai atau gabungan partai sekadar mengusulkan "calon presiden dan wakil presiden". Usulan calon melalui partai atau perorangan hanyalah perkara mekanisme belaka yang selanjutnya diatur dalam undang-undang pemilihan umum. UUD 1945 juga tak mendefinisikan presiden adalah petugas partai. Kalau ada konstitusi yang berbeda, ya monggo itu mungkin versi partai.

Kekeliruan bakal terjadi semakin tajam hingga potensial menimbulkan kegaduhan jika presiden tidak mampu membedakan bagian eksistensi individualnya sebagai anggota partai. Kontroversi pelantikan BG menjadi kapolri misalnya. 

Termasuk hal yang bersifat idiologis. Sbab, tidak ada jaminan bahwa partai nasionalis sekalipun sehaluan dengan Pancasila pada tataran politik praktis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun