Mohon tunggu...
Adhyatmoko
Adhyatmoko Mohon Tunggu... Lainnya - Warga

Profesional

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ahok Terperangkap, KPK Siap Garap

28 Mei 2016   00:38 Diperbarui: 28 Mei 2016   00:56 1414
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Desakan publik dan media pasca pengakuan Ariesman yang dirilis oleh Tempo (11/5) membuat Ahok memutar otak untuk berdalih terkait perjanjiannya dengan para pengembang. Ancaman memperkarakan Tempo tak lebih daripada isapan jempol. Tak jauh berbeda, Ahok dulu sekadar mengadukan Efdinal ke Komite Etik BPK. Malang nasib Efdinal karena dikabarkan seolah-olah melakukan pemerasan kepada Gubernur DKI.

ICW yang biasanya getol melaporkan dugaan korupsi mendadak tak punya nyali untuk melaporkan Efdinal ke kepolisian. Koordinator ICW, Febri malah rajin bersafari di layar kaca membusuk-busukkan niat mantan Kepala BPK Jakarta itu. ICW sudah ketularan virus sang gubernur yang doyan omong besar. Beginilah kemunafikan tampak setelah mencicipi kemapanan di samping kekuasaan.

Kemarahan Ahok pun tak tertahankan akibat pemberitaan Tempo. Terang saja, selama ini belum pernah tersiar kabar seputar perjanjian “preman” yang melibatkan Ahok dan pengembang reklamasi. Ruang kerjanya seakan tertutup rapat dari wartawan yang kesehariannya lalu-lalang di Balai Kota. Terlebih, hadir di sana tersangka suap raperda reklamasi, Ariesman yang bertindak selaku kuasa PT Jakpro.

Dari sekian banyak petinggi PT Jakpro, apakah tidak ada satupun yang bisa mewakili BUMD DKI ini? Setidaknya, perusahaan dapat menunjuk kuasa hukum karena conflict of interest mungkin terjadi sehubungan Ariesman adalah Presdir PT Agung Podomoro Land. Masing-masing peserta pertemuan juga menandatangani Berita Acara Rapat Pembahasan Kewajiban Tambahan tertanggal 18 Maret 2014 yang menyebut kesepakatan perincian proyek untuk digarap oleh setiap pengembang.

Ketidakberanian Ahok meneruskan ancamannya kepada Tempo menyiratkan sesuatu hal belum sepenuhnya terungkap di balik perjanjian itu. Ia menghindari konfrontasi langsung secara substansial dengan media. Publik rasional kemudian dapat menilai siapa yang mencoba berbohong. Validitas informasi jelas terbukti, sehingga Tempo berani mengunggahnya ke media dengan menyebut nama terang dan sejumlah nominal.

Komisioner KPK, Alexander Marwata tidak menyangkal pemberitaan Tempo, "Saya percaya Tempo akurat," katanya. Bahkan, Agus Rahardjo lebih dahulu menyatakan niat insitusinya untuk menyelidiki dugaan barter dalam perjanjian yang dibuat oleh Ahok. Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk turut menegaskan bahwa hal ini sedang diusut. Catat! KPK akui tidak ada kebocoran BAP, tetapi ada kasus yang tengah didalami menyangkut perjanjian Ahok dan pengembang. Untuk itu, Alexander Marwata menuturkan penyelidikan KPK berangkat dari aturan hukum yang melandasi perjanjian (Baca: diskresi).

Disinyalir penyelidikan atas perjanjian itu mempunyai korelasi dengan temuan-temuan baru yang disebut oleh pimpinan KPK. Apakah ini satu rangkaian dengan perkara suap raperda reklamasi atau terpisah? Sampai sekarang, tujuan penyuapan kepada M. Sanusi, Ketua Komisi D DPRD DKI, belum jelas.

“Saya tidak bisa menjelaskan mengenai materi kasus. Itu merupakan kewenangan dari para penyidik. Semua akan diungkap dalam persidangan,” kata Yuyuk saat dihubungi Tempo, Selasa, 24 Mei 2016. Yuyuk ditanya soal kontribusi tambahan yang diminta oleh Gubernur DKI.

Di sisi lain, redaktur Tempo tidak menayangkan bocoran informasi lanjutan di luar keterkaitan antara Agung Podomoro dan Ahok. Sejak Ariesman resmi dijadikan tersangka, tidak beredar pengakuannya tentang suap raperda reklamasi. Karena itu, sumber investigasi mereka bisa ditebak yaitu temuan KPK di kantor Ariesman Widjaja. Dengan adanya barang bukti, penyidik niscaya mengonfirmasikannya kepada Ariesman. Dari sinilah muncul pengakuan Ariesman. Jadi, kebocoran bukan dari BAP.

BAP hanya memuat perihal sebuah kasus yang disangkakan. Sedangkan, temuan KPK di kantor Ariesman memberikan petunjuk kepada kasus lain (Baca: perjanjian preman). Maka, pihak mana yang membocorkan barang bukti tidak lagi menjadi teka-teki -Tempo menyebut sumber di KPK. Diduga maksud yang melatarbelakangi bocoran informasi ke media untuk menunggu reaksi orang-orang yang terlibat. Strategi memancing harimau keluar dari kandang akhirnya berhasil. Ahok kebakaran jenggot, berdalih tak karuan, dan Agung Podomoro membantah.

Kesepakatan Ahok dan pengembang, izin reklamasi

Kedua hal tersebut tidak terpisahkan karena termuat dalam Berita Acara dimaksud. Namun, kapan Ahok mulai bicara mengenai diskresi? Sejak perseteruan sepanjang tahun 2015 terkait izin reklamasi dengan Menteri KKP, Susi Pudjiastuti, ia tidak pernah memakai istilah diskresi. Ahok selalu menggunakan argumentasi menurut Keppres No. 52 tahun 1995. Ia juga mencatut nama Fauzi Bowo sebagai justifikasi kelanjutan izin reklamasi kepada pengembang (Lihat: Ingat, Ahok Catut Foke soal Reklamasi Teluk Jakarta).

Setelah pemerintah pusat memutuskan moratorium proyek reklamasi 17 pulau, Ia pura-pura merasa tidak bersalah dan mengalihkan isu pada tumpang tindihnya aturan. Justru, Menko Kemaritiman Rizal Ramli menjelaskan bahwa peraturan yang lama dikalahkan oleh peraturan baru yang lebih tinggi kecuali ada pasal pengecualiannya. Bagaimana mungkin keppres dijalankan jika menyalahi Undang-undang? Rizal mengumumkan moratorium usai rapat kerja Menteri KKP dan LHK bersama Komisi IV DPR.

Nah, keppres saja gugur, apalagi cuma diskresi kepala daerah! Kendati demikian, perlu diketahui benar atau tidaknya perjanjian antara Ahok dan pengembang disebut diskresi. Pada dasarnya, diskresi dalam pemerintahan merupakan peraturan kebijakan yang dibentuk berdasarkan kewenangan bukan dengan peraturan perundang-undangan. Peraturan kebijakan melekat dengan suatu jabatan dan besifat searah atau sepihak yang berasal dari pemegang kewenangan.

Terlalu dangkal jika menganalogikan diskresi pejabat gubernur dengan petugas polisi lalu lintas. Tapi, terdapat kesamaan bahwasanya kebijakan yang diambil bukan merupakan hasil persetujuan. Apakah iya, polisi harus sepakat dulu dengan pengendara untuk mengatasi kemacetan? Begitu pula, Ahok tidak dapat mengatasnamakan diskresi terhadap kesepakatannya dengan pengembang. Rusak republik ini jika kebijakan pemerintah adalah hasil kesepakatan dengan pengusaha, misal kontrak karya PT Freeport dan pemerintah rezim Soeharto sejak 1967.

Oleh sebab itu, kini pemerintah tidak boleh menjadi pihak yang terikat dengan perjanjian atau kerja sama bisnis. Salah satunya, sistem kontrak karya antara negara dan perusahaan tambang lantas diubah menjadi Izin Usaha Pertambangan berdasarkan UU No. 4 tahun 2009 tentang Minerba. Kedaulatan pemerintah terjaga sebagai regulator. Sebaliknya, perjanjian yang dilakukan oleh Ahok menyurutkan langkah reformasi dan merusak sistem ketatanegaraan yang puluhan tahun terabaikan di masa orla dan orba.

Tidak saja Ahok menyalahtafsirkan diskresi, ia sekaligus melangkahi ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur reklamasi. Contohnya, Ahok terbitkan izin pelaksanaan reklamasi bagi PT Muara Wisesa Samudera pada Desember 2014 atas Pulau G meskipun AMDAL tidak terpenuhi dan baru disegel oleh Menteri LHK. Padahal, UU No. 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan diberlakukan terhitung Oktober 2014 dan mengamanatkan setiap kebijakan wajib mematuhi peraturan perundang-undangan.

-----------***-----------

Artikel terkait:

KPK Bisa Tetapkan Ahok Tersangka Proyek Reklamasi

Ahok Gelisah, KPK Bongkar Perjanjian “Preman”

Ngaco, Ahok Bilang Perjanjian Preman Legal

Diskresi Ahok, Siapa Dipalak Siapa Untung

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun