Mohon tunggu...
Adhyatmoko
Adhyatmoko Mohon Tunggu... Lainnya - Warga

Profesional

Selanjutnya

Tutup

Politik

KPK Bisa Tetapkan Ahok Tersangka Proyek Reklamasi

25 Mei 2016   17:15 Diperbarui: 25 Mei 2016   17:30 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perjanjian yang tercatat dalam Berita Acara tertanggal 18 Maret itu tidak dibuat di hadapan notaris, maka Ahok hanya memakai alasan atas dasar ‘sepakat’. Sedangkan menurut ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata, suatu perjanjian mesti penuhi syarat Kausa yang Halal, artinya perjanjian tidak boleh melanggar hukum dan norma kesusilaan.

Pemprov DKI saja belum mengusulkan Raperda Tata Ruang Kawasan Strategis saat perjanjian dibuat. Seharusnya Ahok mengeluarkan pergub yang menetapkan besaran nilai kontribusi, tetapi tidak bisa karena belum ada perda yang mengaturnya. Pergub diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan (lihat Pasal 8 ayat [2] UU 12/2011), misal Perda.

Kendati demikian, pergub dapat dibuat tanpa perda asalkan hal yang diatur oleh pergub termasuk urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah provinsi. Contoh: Pergub DKI Jakarta No. 53 Tahun 2006 tentang Pelayanan Administrasi Kependudukan dan Catatan Sipil Penganut Agama Konghucu. Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah provinsi diberikan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan (Lihat UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah)

Kontribusi tambahan bukanlah bagian dari pelayanan publik atau urusan wajib pemerintahan, sehingga gubernur tidak dapat menetapkannya tanpa dilandasi dengan perda atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Begitu pula, UU No. 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan menegaskan setiap kebijakan wajib mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jika tidak, kebijakan itu merupakan bentuk penyalahgunaan wewenang. Diskresi yang melatarbelakangi terbitnya izin reklamasi pun wajib tunduk pada ketentuan UU No. 27 tahun 2007 jo UU No. 1 tahun 2014 berikut turunannya.

Akan tetapi, diskresi pejabat yang menyalahi aturan tidak dapat dipidanakan. Berangkat dari indikasi penyalahgunaan wewenang, KPK mesti menyelidiki tujuan dan latar belakang diskresi. Apakah terjadi pemufakatan jahat dan menguntungkan salah satu pihak dalam perjanjian antara Ahok dan pengembang? Untuk itu, KPK perlu mendapati kerugian keuangan negara terkait proyek-proyek pengurang kontribusi tambahan yang dibebankan kepada pengembang.

Kerugian keuangan negara tidak harus nyata atau riil karena pidana korupsi menggunakan delik formil sebagaimana telah diputuskan oleh MK. Potensi kerugian terlihat berdasarkan perbandingan nilai proyek atau hasil pengerjaan pengembang dan kontribusi yang dapat ditarik oleh pemerintah daerah atas lahan saleable di pulau reklamasi. Sebuah proyek jika dianggarkan dan dikerjakan sendiri oleh pemerintah tidak akan sebesar nilai proyek yang dikerjakan oleh pengembang berdasarkan perhitungan appraisal.

Estimasi appraisal dari proyek mengurangi banyak kontribusi tambahan dengan dasar NJOP. Sebab, Pemprov DKI menargetkan kontribusi 15% x NJOP x luas area jual. Disamping dasar perhitungan appraisal tidak sesuai rumus kontribusi tambahan, lahan komersial di pulau reklamasi juga akan mengalami lonjakan kenaikan nilai jual dengan biaya pengurukan yang murah. Analoginya, satu proyek inspeksi jalan membebaskan kontribusi atas lahan dalam luasan tertentu. Lahan itu kemudian dijual dengan harga tinggi untuk menguntungkan pengembang.

----------***-----------

Artikel terkait:

Ahok Gelisah, KPK Bongkar Perjanjian “Preman”

Ngaco, Ahok Bilang Perjanjian Preman Legal

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun