Mohon tunggu...
Adhyatmoko
Adhyatmoko Mohon Tunggu... Lainnya - Warga

Profesional

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sandiwara KPK Pingpong Ahok Bolak-balik

16 Mei 2016   04:57 Diperbarui: 16 Mei 2016   07:08 2481
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudahlah, sudahi sandiwaramu, KPK! Memang tidak mudah untuk menyeret preman balai kota a.k.a Gubernur DKI Jakarta. Kok, preman? Lantaran Ahok sendiri menyebut adanya perjanjian preman dengan para pengembang pulau reklamasi. Karena terpojokkan oleh pemberitaan Koran Tempo (11/5) yang mengangkat pengakuan dari Presdir Agung Podomoro si Ariesman Widjaja, mau tak mau perjanjian tanpa payung hukum itu terendus juga (Lihat: Petinggi Agung Podomoro Ungkap Ahok “Main” Proyek Reklamasi).

Sudahlah, sudahi sandiwaramu, KPK! Kasus Sumber Waras begitu terang benderang, audit BPK akan dikemanakan jika tidak ditindaklanjuti? Jangan sampai seluruh komisionermu diperkarakan gegara melanggar konstitusi dan UU BPK (Lihat: KPK Tak Bisa Hentikan BPK di Sumber Waras). Apalagi, imbas tudingan Saut kepada HMI telah mencoreng kehormatan lembaga antirasuah yang selama ini dipercaya oleh publik. Bola liar dugaan gratifikasi uang keamanan guna penggusuran Kalijodo pun potensial memicu keretakan hubungan KPK - Polri, maka mesti segera dituntaskan.

Sudahlah, sudahi sandiwaramu, KPK! Jika benar terjadi silang pendapat di jajaran komisioner, tak membungkam para penyidikmu yang gatal tangan ingin mengenakan rompi kebesaran kepada Ahok. Ingat KUHAP, komisioner tak bisa mengatur penyidikan dan sprindik wajib dikeluarkan jika penyelidikan dirasakan cukup dengan alat bukti permulaan. Terlalu cepat mengeluarkan sprindik apesnya gugur di sidang praperadilan, tapi kalau menghalang-halangi penyidikan itu pidana. Apakah rela biarkan penyidik KPK berduyun-duyun ke Mabes Polri melaporkan atasannya?

Sudahlah, sudahi sandiwaramu, KPK! Niat jahat (mens rea) bukan satu-satunya penentu ada atau tidaknya tindak pidana korupsi. Adapun kelalaian asalkan menyebabkan kerugian negara dapat berujung pada korupsi. Lha, lalai menabrak orang di jalan raya saja kena ancaman pidana. Yuk, baca UU No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara!

Ketentuan Umum, Pasal 1 angka 22

Kerugian Negara/Daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai.

Penyelesaian Kerugian Negara/Daerah, Pasal 59 ayat (1)

Setiap kerugian negara/daerah yang disebabkan oleh tindakan melanggar hukum atau kelalaian seseorang harus segera diselesaikan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 62 ayat (2)

Apabila dalam pemeriksaan kerugian negara/daerah ditemukan unsur pidana, Badan Pemeriksa Keuangan menindaklanjutinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sudahlah, sudahi sandiwaramu, KPK! Tak perlu lempar batu sembunyi tangan. Pinjam mulut media untuk mencari dukungan itu proses pro justitia yang tidak etis. Tempo sudah kehabisan akal melakukan pembelaan soal pembelian lahan Sumber Waras, lalu coba gebuk Ahok seputar reklamasi Teluk Jakarta. Apakah ini pertanda Kartini Muljadi siap menjadi justice collabolator? Bos Tempo Scan sekaligus Ketua Yayasan Kesehatan Sumber Waras itu sedari awal diharapkan berani buka suara menimbang usianya yang lanjut agar meringankan beban mental dan kesehatannya.

Sudahlah, sudahi sandiwaramu, KPK! Pengakuan Ariesman Widjaja beserta temuan memo permintaan 6 miliar oleh Gubernur DKI untuk menggalang pasukan gabungan TNI/Polri ibarat petir di siang bolong. Kutukan lembah asmara Kalijodo seakan mengiringi doa-doa orang yang teraniaya kebijakan penggusuran. Pemberi dana terkait penertiban kawasan Kalijodo oleh perusahaan swasta manapun jelas-jelas tidak memiliki dasar hukum.

Begitu pula, logika positivistik hukum lebih daripada cukup untuk mengaitkan Ahok dengan kebenaran dana swasta itu. Silogisme mengajarkan minimal dua premis dalam merumuskan kesimpulan dan ini melatarbelakangi metodologi pengumpulan dua alat bukti bagi penyidik. Sedangkan, banyak fakta didapati sehubungan dengan perjanjian preman antara Ahok dan pengembang reklamasi yang meliputi:

1. Pertemuan Ahok semasa menjabat Wakil Gubernur DKI dan para pengembang di Balai Kota;

2. Surat Perjanjian dengan pengembang;

3. Temuan memo di kantor Ariesman Widjaja;

4. Keluarnya Pergub DKI No. 138 tahun 2015 yang menyebutkan honorarium anggota TNI/Polri;

5. APBD DKI 2016 tidak terdapat nomenklatur penertiban hunian kawasan Kalijodo dengan anggaran bantuan pengamanan TNI/Polri. Berita Metro juga menyebutkan tdk ada anggaran khusus untuk penertiban kalijodo dalam APBD 2016 (Lihat: Tak Ada Anggaran Khusus Penertiban Kalijodo);

6. Ahok akui ada pendanaan dari swasta dalam penertiban kawasan Kalijodo meskipun ia membantah dana itu dari PT Agung Podomoro Land tbk.

“Kita enggak tahu. Ada yang dari kita, ada yang mereka keluarkan. Kalau Kalijodo CSR-nya bukan mereka (PT Agung Podomoro Land) tapi Sinar Mas,” katanya di Balai Kota. Kamis (12/5), Republika.co.id

7. Pergub DKI No. 138 tahun 2015 tidak dapat menjadi dasar hukum penganggaran. Hanya APBD yang ditetapkan dengan Perda merupakan dasar hukum anggaran. Pasal 7 ayat (1) UU 12/2011 menegaskan jenis dan hirarki peraturan perundang-undangan dimana Perda termasuk di dalamnya. Pergub itu sebatas petunjuk penggunaan anggaran untuk honorarium.

Tapi, Peraturan Gubernur bisa dikategorikan peraturan perundang-undangan yang mengikat sesuai ketentuan pada Pasal 8 ayat (1) UU No. 12/2011 dengan syarat

“Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.”

Peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dalam hal ini ialah APBD DKI;

8. Sebagaimana dimaksud pada poin (5), alokasi anggaran penertiban hunian di wilayah DKI Jakarta bersifat umum menurut SKPD/UKPD Satpol PP di masing-masing kota administrasi. Anggaran tersebut dirancang berdasarkan kebutuhan dari masing-masing wilayah;

9. Alokasi anggaran Satpol PP di masing-masing kota administrasi telah disesuaikan dengan kebutuhannya dan terbatas pada setiap kegiatan penertiban. Tidak semua diperuntukkan guna penertiban hunian;

10. Berangkat dari poin 5 sampai dengan poin 9, anggaran penertiban kawasan Kalijodo dengan pengerahan personel 5.000 orang terlampau besar jika ditanggung memakai anggaran Satpol PP. Apakah kegiatan penertiban lain-lainnya ditiadakan untuk penertiban kawasan Kalijodo saja? Tidak masuk akal karena anggaran penertiban Satpol PP dialokasikan untuk kegiatan dalam setahun. Untuk itu, permintaan dana swasta guna penertiban hunian di Kalijodo disimpulkan terbukti.

Akhirnya sembari menutup artikel, izinkan saya melantunkan sebuah lagu.. Dunia ini panggung sandiwara, cerita yang mudah berubah..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun