Berita Acara No. 4509 tentang Kesepakatan Harga Pembelian Tanah Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW). Sumber: merdeka.com/istimewa
Mantan Pimpinan KPK jilid III, Zulkarnain telah buka suara perihal kisruh pembelian lahan RS. Sumber Waras (RSSW). Ia mengungkapkan bahwa indikasi korupsi ditemukan, sayangnya KPK mengalami pergantian kepemimpinan setelah menerima audit investigatif dari BPK pada tahun 2015. Selain itu, dua macam pelanggaran terjadi dalam pembelian lahan, baik administratif dan perdata. Kedua pelanggaran ini dapat bermuara pada tindak pidana korupsi jika merugikan keuangan negara. Dengan kata lain, tiga bilah pedang siap terhunus di sekeliling kasus Sumber Waras.
Sebelum pembahasan tentang keabsahan pembelian lahan Sumber Waras, keterangan di bawah ini perlu dipahami terlebih dahulu:
1. Hukum agraria berada di wilayah hukum perdata.
2. Negara memberikan jenis hak individual atas tanah yang bersifat perdata, salah satunya ialah Hak Guna Bangunan (HGB).
3. Hak Guna Bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri berdasarkan Pasal 35 ayat (1) UU Pokok Agraria (UUPA).
4. Sebagaimana disebutkan dalam poin (3), maka pemilik bangunan berbeda dari penguasa atas tanah dimana bangunan didirikan. Pemegang HGB bukanlah penguasa tanah atau pemegang hak milik atas tanah.
5. Berdasarkan Pasal 36 ayat (1) UUPA jo Pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 40 tahun 1996, yang dapat memiliki HGB adalah warga negara Indonesia dan badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
6. PP No. 40 tahun 1996 Pasal 34 ayat (2) menentukan bahwa peralihan HGB terjadi karena 5 (lima) hal yang salah satunya ialah jual-beli.
7. Pemprov DKI memakai acuan Perpres No. 40 tahun 2014 tentang perubahan atas Perpres No. 71 tahun 2012 tentang penyelenggaraan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Pemprov beralasan bahwa lahan Sumber Waras yang dibeli seluas tidak lebih dari 5 (lima) ha, maka memakai Pasal 121 Perpres No. 40 tahun 2014 yang menyebutkan bahwa pengadaan tanah dapat dilakukan langsung oleh instansi yang memerlukan tanah dengan cara jual-beli atau tukar-menukar atau cara lain yang disepakati oleh kedua belah pihak.
8. Sesuai dengan Ketentuan Umum Pasal 1 Perpres No. 71 tahun 2012, yang dimaksud dengan instansi pada poin (7) adalah lembaga negara, kementerian dan lembaga pemerintah nonkementerian, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, dan Badan Hukum Milik Negara/Badan Usaha Milik Negara yang mendapat penugasan khusus Pemerintah.
9. Oleh karena itu, instansi yang memerlukan tanah dalam hal ini ialah Dinas Kesehatan DKI sebagai lembaga pemerintah yang mewakili Pemprov DKI.
10. Tanggal 10 desember 2014 dibuat Berita Acara No. 4509 tentang Kesepakatan Harga Pembelian Tanah Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW). Dan, Gubernur DKI Ahok menerbitkan SK Penetapan Lokasi pengadaan tanah RSSW.
11. Tanggal 17 Desember 2014 dibuat Akta Pelepasan Hak dari YKSW
12. YKSW membuat tanda terima pembayaran pelepasan hak atas tanah seluas 3,6 ha dengan nilai 755 milyar.

Lalu,
a. Apakah Dinas Kesehatan atau Pemprov DKI termasuk badan hukum sebagaimana dimaksud pada poin (5)?
b. Apakah Dinas Kesehatan atau Pemprov DKI dapat menjadi subyek pemegang HGB melalui peralihan atau pemindahan hak dengan cara jual-beli dalam poin (6)?
Jawaban:
a. UU PA secara material mengatur kepentingan-kepentingan perdata dari masing-masing subyek hukum dengan seimbang. Adapun Dinas Kesehatan atau Pemprov DKI adalah badan hukum publik, sehingga tidak memenuhi syarat sebagai subyek hukum dalam hubungan keperdataan terkait hak individual berupa HGB dengan YKSW selaku badan hukum privat.
Badan hukum publik (publiekrecht) adalah badan hukum yang mengatur hubungan antara negara atau aparat dengan warganya yang menyangkut kepentingan publik (kenegaraan). Sedangkan, badan hukum privat (privaatrecht) atau badan hukum keperdataan adalah perkumpulan yang mengadakan kerja sama dalam bentuk badan usaha dengan memenuhi persyaratan hukum. Badan hukum privat dapat bersifat profit (PT) dan non-profit oriented (yayasan).
Maka, Dinkes atau Pemprov DKI tidak memenuhi syarat sebagai pemegang HGB berdasarkan Pasal 36 ayat (1) UUPA jo Pasal 19 PP No. 40 tahun 1996. Badan hukum publik hanya dapat memperoleh Hak Pengelolaan (HPL) dan Hak Pakai (HP).
Istilah badan hukum dalam Pasal 19 PP No. 40 tahun 1996 pun tidak dapat diartikan sebagai badan hukum publik karena PP ini dengan jelas memakai peristilahan khusus untuk membedakan pengertian badan hukum privat dan publik. Badan hukum publik disebutkan dengan istilah, seperti departemen, lembaga pemerintah non departemen, dan pemerintah daerah. Begitu pula, istilah badan hukum asing dipakai dan membedakannya dari penggunaan istilah perwakilan negara asing.
b. Karena Dinkes atau Pemprov DKI tidak memenuhi syarat sebagai subyek pemegang HGB, berarti tidak dapat menerima peralihan atau pemindahan hak dari YKSW dengan cara jual-beli. Selanjutnya, disimpulkan bahwa transaksi jual-beli lahan RSSW adalah tidak sah atau cacat hukum.
Pelepasan hak dari YKSW atas lahan RSSW kepada Dinkes qq (mewakili) Pemprov DKI juga tidak memenuhi prosedur karena pelepasan hak bagi pembangunan untuk kepentingan umum harus mengacu pada Perpres No. 71 dengan cara ganti kerugian bukan pembelian. Di sisi lain, Perpres No. 40 sama sekali tidak mengatur tentang pelepasan hak.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI