Kedua, pembahasan Rancangan APBD Perubahan 2014 hingga persetujuan mendagri.
Ketiga, disposisi Gubernur DKI ke Bappeda agar SKPD Dinas Kesehatan mengadakan anggaran pembelian lahan RSSW.
Keempat, transaksi jual-beli antara Pemprov DKI dan YKSW serta pembuatan AKTA Pelepasan Hak atas tanah oleh notaris.
Kelima, pengambilalihan lahan RSSW.
Dalam tiap-tiap peristiwa hukum dapat ditemukan indikasi atau dugaan pelanggaran. Peristiwa pertama tidak diketahui secara detil, tapi peristiwa kedua sampai kelima bisa dikaji oleh publik. Banyak media menyuguhkan data-data tentang semua itu meskipun harus diseleksi dan dicek ulang. Karena itu, amat disayangkan ketika pendukung Ahok tidak mampu beradu data dalam argumentasi mereka.
Sementara, saya melihat dugaan pelanggaran berawal dari proses pembahasan APBD-P 2014. Mendagri memberikan catatan kepada Pemprov DKI supaya mengevaluasi rencana pembelian RSSW untuk membangun rumah sakit khusus kanker. Pemprov mengabaikan evaluasi mendagri dan tetap mengalokasikan anggaran sebesar 800 milyar. Selanjutnya, anggaran tersebut dibayarkan kepada YKSW dalam transaksi jual-beli lahan RSSW yang berstatus HGB. Padahal, masa berlaku HGB hampir habis tahun 2018 dan lahan yang dibeli adalah tanah negara.
Gambaran beberapa peristiwa hukum di atas merupakan bagian dari kronologi kasus Sumber Waras. Sepertinya itu tidak mungkin terabaikan oleh KPK dan membuat penyelidikan dihentikan. Penyidik KPK niscaya memiliki sumber data yang akurat. Hanya tinggal menemukan mens rea (niat jahat), sehingga unsur perbuatan melawan hukum (tindak pidana) terbukti dan tidak sebatas pelanggaran administratif. KPK punya strategi untuk meloloskan perkara sampai ke pengadilan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H