Mohon tunggu...
Adhyatmoko
Adhyatmoko Mohon Tunggu... Lainnya - Warga

Profesional

Selanjutnya

Tutup

Politik

Beli Tanah Negara, KPK Panggil Ahok

12 April 2016   08:44 Diperbarui: 15 April 2016   01:10 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Fotokopi sertifikat HGB milik YKSW (Foto: Tempo.co)"][/caption]Hari ini, Selasa (12/4) Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dijadwalkan datang untuk memenuhi panggilan KPK terkait pembelian lahan RS. Sumber Waras. Kasus yang tengah diselidiki oleh KPK itu bermula sejak dirinya dilantik sebagai Gubernur DKI meneruskan kepemimpinan Jokowi. Pada Desember 2014, Pemprov DKI melakukan pembelian lahan RSSW senilai hampir 800 Milyar.

Yang menarik dari kasus Sumber Waras ialah keterlibatan Indonesia Corruption Watch (ICW) dengan pasang badan membela Ahok untuk menghadapi BPK Jakarta. Sampai-sampai Kepala BPK Jakarta, Efdinal dilengserkan dari jabatannya. ICW mencium aroma tak sedap di balik LHP-BPK Jakarta yang kabarnya bermotif pemerasan kepada Gubernur DKI. Namun, sengkarut motif Efdinal tidak menghalangi BPK Pusat guna menindaklanjuti laporan BPK Jakarta, khususnya mengenai pembelian lahan RSSW. Audit investigatif BPK tidak dapat dipersepsikan pasti berkorelasi dengan motif pribadi Efdinal. Toh, audit bersifat rahasia demi penyelidikan KPK.

Lalu, kemana ICW menyoal kasus reklamasi Teluk Jakarta yang begitu menyudutkan Ahok? Ah, sudahlah. Saya cuma ingin kembali menyegarkan ingatan tentang Sumber Waras yang tampaknya tak jauh dari skandal. Sebelumnya, saya telah melayangkan surat ke KPK dan mendorong agar penyelidik/penyidik menelusuri dokumen riwayat lahan RSSW. Isi surat itu mencakup beberapa poin yang pernah diungkap dalam artikel di Kompasiana berjudul "Skandal Sumber Waras: Beli Tanah Negara Duitnya ke Swasta, Mana Ahok?”.

Terdapat temuan signifikan berdasarkan fotokopi sertifikat tanah RSSW yang diunggah oleh Tempo. Lahan RSSW disinyalir kuat merupakan tanah negara. Lembar pendaftaran dalam Buku Tanah menunjukkan kesesuaian dengan ketentuan hukum Hak Guna Bangunan di atas tanah negara yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah. Khususnya, Bagian Kedua Pasal 21.

Pertama, dasar pendaftaran yang diajukan oleh Yayasan Kesehatan Sumber Waras untuk memperoleh HGB berupa Surat Keputusan Menteri Negara Agraria atau Kepala Badan Pertanahan Nasional. Seandainya HGB diberikan di atas tanah Hak Milik (SHM), harus dengan dasar pemberian oleh pemegang Hak Milik.

Kedua, HGB yang diberikan kepada YKSW didaftarkan oleh Kantor Pertanahan. Sedangkan, HGB di atas tanah Hak Milik didaftarkan dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) ke Kantor Pertanahan.

Ketiga, HGB untuk YKSW berlaku selama 20 tahun dari 1998 sampai 2018 berbeda dengan HGB di atas tanah Hak Milik yang berlaku paling lama 30 tahun.

Surat Bappeda ke Dinkes untuk menindaklanjuti disposisi dari Ahok juga menyebut bahwa jenis hak atas tanah RSSW adalah HGB. Ketiga fakta itu mengacu pada PP No. 40 Tahun 1996 yang telah berlaku sebelum YKSW memperpanjang HGB pada tahun 1998.

Selain ketiga fakta di atas, saya kembali menambahkan tiga fakta lain dan tetap pada perspektif hak atas tanah dengan membaca lembar fotokopi sertifikat. Ketiga fakta baru ini menjawab sebuah pertanyaan bagaimana jika status tanah di lahan RSSW awalnya merupakan Hak Milik yang kemudian diturunkan menjadi HGB?  

Suatu badan hukum, seperti YKSW dapat mengajukan perubahaan status hak atas tanah dari HM menjadi HGB. Perubahan status terjadi karena suatu badan hukum tidak memenuhi ketentuan hukum untuk memperoleh Hak Milik atas tanah. Hal ini diatur dalam PP No. 38 Tahun 1963 tentang Penunjukan Badan-badan Hukum yang Dapat Mempunyai Hak Milik Atas Tanah.

Selanjutnya, perubahaan status HM menjadi HGB diatur berdasarkan Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 16 Tahun 1997.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun