Mohon tunggu...
Adhyatmoko
Adhyatmoko Mohon Tunggu... Lainnya - Warga

Profesional

Selanjutnya

Tutup

Politik

“Intellectual War” Kasus Mirna Lawan Cocoklogi Polisi

2 Februari 2016   14:53 Diperbarui: 2 Februari 2016   16:40 2646
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Cocoklogi atau penggatukan

Jika Anda sejak awal mengikuti artikel-artikel saya, banyak kesesatan berpikir yang berulangkali terungkap ketika metode ini dipakai. Kesesatan itu tidak disadari oleh pemikirnya karena ketidaktahuan dan kemalasan untuk berpikir secara logis.

Demikian pula soal tuduhan bahwa Jessica adalah pembunuh Mirna. Sebelumnya, polisi mengumumkan bahwa 4 alat bukti telah dimiliki dan mungkin bertambah yang terdiri dari:
1. Keterangan saksi;
2. Sampel minuman kopi;
3. Surat atau dokumen dan rekaman CCTV;
4. Keterangan ahli.

Adakah di antara bukti-bukti itu yang memastikan perbuatan Jessica dengan sengaja meracuni atau menaruh racun ke dalam minuman kopi yang dikonsumsi oleh Mirna? Informasi yang dibocorkan ke media, rekaman CCTV pun sama sekali tidak menunjukkannya.

Katanya Jessica sempat mencari keberadaan CCTV dan menutupi pandangan kamera dengan tas merchandise. Ia kemudian tampak mengangkat gelas kopi Mirna saat menunggu kedatangan Mirna dan Hani. Ia juga dipersepsikan melangkah mundur untuk “menikmati hasil karyanya” ketika Mirna kejang-kejang. Semua ini sepeti puzzle yang coba dicocok-cocokkan dengan pendapat para ahli dan keterangan saksi lainnya agar tercapai kesimpulan bahwa Jessicalah pelakunya.

Tidak adakah kemungkinan tersangka lainnya atau sudahkah polisi memvalsifikasi potensi keterlibatan orang lain dalam kasus ini? Polisi berhak untuk menetapkan tersangka. Namun tanpa ketelitian dan obyektivitas, nasib hidup seseorang dipertaruhkan. Jessica terancam vonis mati.

Adrianus Meliala memakai istilah “beyond reasonable doubt”. Dengan kata lain, kalau bukan Jessica, lantas siapa? Cara berpikir praktis dan pragmatis ini berseberangan dengan metode ilmiah karena banyak tangan yang bisa menjangkau TKP. Deduksi tidak mungkin diterapkan, lalu mengumpulkan bukti-bukti untuk sekedar menguatkan. Jika gaya pengusutan seperti ini dianut, siapapun bisa dijerat sebagai tersangka dan tinggal mengonstruksi data dan fakta sekehendak penyidik.

Padahal, metode ilmiah harus mencari pelbagai kemungkinan yang dapat membantah sebelum menyimpulkan. Barangsiapa yang mengajukan dalil, maka ia pulalah yang harus membuktikan. Jangan sampai terjadi kekeliruan dengan proving innocence, yaitu Jessica bersalah karena ia tidak dapat membuktikan bahwa ia tidak bersalah. Seperti ucapnya, ”Kalau saya dicurigai, ya, memang begitu kejadiannya.”

-------------***-------------

Kasus Mirna: Kejahatan atau Kecelakaan?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun