[caption caption="ilustrasi - http://www.caffeineinformer.com/a-real-life-death-by-caffeine"][/caption]Sejak tersiar kabar naas bahwa Mirna meninggal setelah menyeruput minuman es kopi Vietnam, dugaan kematian tidak wajar menyeruak di tengah-tengah masyarakat. Senada dengan pendapat polisi, opini publik langsung mengarah kepada sosok pelaku yang membubuhi racun ke dalam minumannya. Tersangka dalam kasus Mirna pun menjadi teka-teki.
Namun, kesimpulan yang menghubungkan kematian Mirna dan penemuan zat korosif di lambungnya tidak serta-merta mengafirmasi bahwa minuman kopi yang dikonsumsi oleh Mirna telah sengaja diracuni. Secara ilmiah, kesalahan jumping to conclusion dapat terjadi jika hasil otopsi dipakai untuk mereka-reka suatu tindak pidana tanpa mempertimbangan faktor-faktor lain. Dan, belum tentu terjadi tindak pidana seperti yang diperkirakan.
Kejahatan atau kecelakaan?
Otopsi terhadap jenazah Mirna menyebutkan adanya pendarahan di lambung dan temuan zat korosif. Polisi lantas mendapati unsur sianida tercampur dalam minuman kopinya yang dipesan oleh Jessica dari salah satu kafe di Jakarta Pusat.
Berdasarkan hasil sampel kopi Mirna, ditemukan kandungan sianida sebanyak 15 gram/L atau 15 mg/cc ungkap Pusat Laboratorium Forensik Polri. Jenis sianida yang terkandung ialah sodium sianida (NaCN).
Apakah sampel kopi yang dikirim ke Labfor berasal dari minuman yang dikonsumsi oleh Mirna? Peristiwa yang dialami oleh Mirna, Jessica, dan Hanny tersebut menarik perhatian orang-orang di sekitar TKP termasuk karyawan kafe. Amat dimungkinkan alat bukti itu terkontaminasi atau terbuang. Kondisi kafe tidak steril. Lagipula, apakah pada waktu kejadian sudah terduga bahwa minuman kopi itu diracuni, kemudian “diamankan” dan ditunjukkan kepada polisi?
Takaran 15 gram/L bukanlah jumlah sianida sebenarnya karena secangkir kopi tidak mungkin menampung air sebanyak 1 L. Dosis terendah sianida yang berakibat fatal untuk manusia di kisaran 1,5 mg/kg berat tubuh. Takaran tersebut terlampau besar untuk menghabisi nyawa seseorang.
Berapapun dosis sianida yang ditemukan belum tentu mengindikasikan itikad rencana pembunuhan. Pembunuhan berencana di tempat keramaian dan di bawah pengawasan CCTV dengan berada di samping calon korban merupakan suatu tindakan yang brutal dan beresiko tinggi mengungkap identitas pelakunya sendiri.
Pembunuhan dengan menggunakan racun sianida menandakan bahwa pelaku mengetahui sifat dan efek sianida terhadap tubuh manusia. Dengan kata lain, si pelaku melakukan perhitungan dan yakin bahwa aksinya berhasil. Faktor ketelitian semestinya sejalan dengan kehati-hatian dan ini bertolak belakang dengan sosok Jessica yang terlalu mudah untuk dicurigai. Hal serupa berlaku jika mencurigai siapapun di lokasi kejadian.
Akan tetapi, kesaksian dari karyawan kafe yang menjurus kepada si pemesan kopi yang mereka anggap “mengerjai” Mirna perlu dicermati. Apakah kecurigaan dan tuduhan mereka itu merupakan reaksi wajar atau pengaburan fakta? Semoga tidak terjadi rekayasa alat bukti yang sekedar bertujuan untuk memenuhi unsur pembunuhan dalam kasus ini.
Di sisi lain, terdapat kemungkinan bahwa kasus kematian Mirna adalah murni kecelakaan dan masih terkait dengan sianida, yakni unsur kafein dalam racikan minuman kopinya. Mungkin saja setiap takaran ketika meracik minuman kopi tidak berubah, tetapi kondisi tubuh seseorang tidak selalu stabil dan sehat. Kematian akibat konsumsi kafein yang berlebihan pernah terjadi, terlebih kafein sintetis yang sering dikonsumsi oleh masyarakat dan berasal dari produksi pabrik kimia. Jenis kafein ini mudah didapat dan murah.