Mohon tunggu...
Ahmad MA
Ahmad MA Mohon Tunggu... -

blogger yg jarang update | traveller kere | jazz | senja | fotografer dadakan | google wannabe | Blogger Anging Mammiri Makassar | dari timur indonesia | www.bebmen.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Media dan Pesta Demokrasi yang Sensitif

29 Juni 2014   09:36 Diperbarui: 18 Juni 2015   08:19 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemilihan Presiden Indonesia tahun ini sepertinya sangat berbeda dari pemilihan-pemilihan sebelumnya, selama memahami politik baru kali ini saya melihat atmosfir dan antusiasme yang sangat besar dari setiap pendukung kandidat [01] Prabowo – Hatta dan [02] Jokowi – JK yang akan bertarung pada pemilihan tanggal 9 Juli 2014 nanti. Berbagi macam strategi sudah dirumuskan dari masing-masing pendukung, tapi kelihatannya menjadikan media sebagai sarana menyampaikan kampanye masih menjadi senjata utama.

[caption id="attachment_345351" align="aligncenter" width="546" caption="Sumber foto: kompas.co.id"][/caption]

Bagi saya keikut sertaan media-media dalam pesta demokrasi kali ini bukanlah sebuah soal, saya pun tidak ingin pusing tentang media ini mendukung kandidat ini ataukah media itu mendukung kandidat itu. Tapi yang menjadi keresahan saya dan mungkin banyak orang yakni banyaknya media-media yang rela membuat berita yang berhubungan politik tanpa didasari data dan fakta, mereka pun kadang sengaja membuat berita yang memasukan unsur SARA dan fitnah guna menjatuhkan kandidat lain. Kadang saya sempat berpikir apakah kalian sudah sebuta itu dalam menyampaikan informasi ?

Memang peran vital media sebagai alat kampanye ini sangat efektif, itu terlihat sejak suksesnya John F Kennedy memanfaatkan media televisi dan radio dalam mengkampanyekan dirinya saat pemilihan Presiden Amerika Serikat tahun 1960. Sedang ramainya pendukung yang memanfaatkan media sosial tidak lepas dari kesuksesan Barack Obama yang memanfaatkan web jejaring tersebut sebagai alat kampanye dirinya saat pemilihan Presiden Amerika Serikat tahun 2008.

Hal ini pun semakin dipertegas oleh data statistik yang saya kumpulkan,berdasarkan dari data Internet World Stats dan Global web index wave, perkembangan pemakai internet di Indonesia pada tahun 2014 mencapai 24% atau sekitar 62.191.873 pengguna dari total populasi 251.160.124 Orang. Hal itu pun diikuti oleh meningkatnya pemakai media sosial yang persentasinya sama dengan pengguna internet di Indonesia, yakni 24% atau kurang lebih 60.000.000 pengguna. Sedang berdasarkan hasil riset Nielsen Audience Measurement tahun 2012, persentasi penonton televisi di Indonesia mencapai 94% dari total populasi media konvensional, mereka menghabiskan waktu rata-rata sekitar 4,5 jam setiap harinya untuk menonton dan menghabiskan rata-rata waktu 1 jam atau 24% untuk menonton sinetron.

Perang antar sesama pendukung pun tidak kalah serunya dirana media sosial, Facebook dan twitter adalah jejaring sosial media yang dijadikan tempat mereka bertemu. Saya tidak menjadikan masalah ketika teman-teman berkampanye untuk kandidat yang teman-teman pilih di media sosial, saya pun yakin itu bagian dari proses demokrasi yang kita pestakan. Tapi ketika kampanye-kampanye itu berubah menjadi fitnah, memanipulasi informasi, SARA yang membawa ras atau Agama serta berbalas argumen dengan makian-makian dengan bahasa yang kasar, secara tidak sadar teman-teman sudah melakukan hal yang paling bodoh dan memaluka di hadapan banyak orang. Jujur ketika kampanye-kampanye kotor itu teman-teman lakukan, bukan hanya mengganggu tapi bisa saja simpatisan yang tadinya memilih kandidat teman-teman akan berubah haluan.

Bagi saya, informasi apapun itu yang berhubungan kandidat capres saat ini sangat susah ditelusuri kebenarannya, informasi yang tersaji membutuhkan informasi-informasi pembanding sebagai pegangan untuk memilih kandidat mana yang terbaik. Sebagaimana hipotesis Mutz & Reeves (2005), gambaran politik pada media berkewajiban menyederhanakan informasi yang disajikan agar masyarakat yang menikmatinya dapat menangkap informasi tersebut dengan mudah, media pun wajib menyajikan informasi politik yang berimbang agar masyarakat tidak melihat informasi tersebut hanya dari satu sisi saja.

Dalam situasi saat ini masyarakat dituntut untuk cerdas dalam menangkap informasi yang telah tersedia, membandingkan dan menelusuri kebenaran informasi adalah sebuah kewajiban sebelum menyebarkan atau ikut mengomentari informasi tersebut dalam media sosial. Bagi saya pilpres kali ini sangat krusial, sebaiknya rekam jejak, visi misi serta program kerja setiap kandidat sebelum menjatuhkan pilihan adalah cara cerdas sebagai pemilih yang baik. Selamat berpesta dalam demokrasi yang sensitif saat ini.

Sudah dipublish di Media dan Pesta Demokrasi Yang Sensitif

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun