Mohon tunggu...
Bibhu Kelabu
Bibhu Kelabu Mohon Tunggu... -

manusia biasa, yang ingin belajar kebenaran

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menanti Hikmah Motivasi Potong Jari untuk Akil Ketua Mahkama Konstitusi

5 Oktober 2013   17:41 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:57 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sumpah Ketua/Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi:
" Demi Allah saya bersumpah bahwa saya akan memenuhi kewajiban Ketua/Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta berbakti kepada nusa dan bangsa."

Janji Ketua/Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi:
" Saya berjanji bahwa saya dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban Ketua/Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta berbakti kepada nusa dan bangsa."

Janji di atas sudah menggambarkan kerangka yang akan dilakukan oleh seorang Hakim Konstitusi. Apabila seorang Hakim saja  sudah kehilangan laku moral positif dalam hidupnya, Lalu bagaimana dengan para murid-murid di sekolah? Adalah omong kosong bila seorang Hakim mengajarkan teori tanpa membimbing dan mencontohi laku teori itu.

Bagi Akil seharusnya bukan sebuah “pukulan”  bila wartawan menanyakan ide yang diusungnya. Wajar, rakyat menuntut omongan pejabat. Karena selama ini pejabat hanya pandai membual dengan omongan manis dipadu dengan tampilan body language yang tampak bijaksana dan bermoral. Harusnya Akil menjawab dengan gentle dan tegas akan melaksanakan ide yang telah dia usung. Agar terjadi perubahan tradisi menepati janji di bumi pertiwi. Bila yang memulai adalah seorang Ketua Mahkama Konstitusi, sejarah pendidikan akan mencatat positif. Bangsa ini akan mengingat di benak mereka “Demi perubahan tradisi ingkar janji, ketua MK yang terlibat korupsi melaksanakan hukum potong jari dan pemiskinan diri sebagai konsekuensi solusi yang diusungnya sendiri.”

Nilai positif kedua dibidang kehakiman (Konstitusi),

Menurut standarisasi, seorang Hakim Konstitusi seharusnya adalah orang yang suci. Orang yang tidak pernah bersentuhan dengan dosa, kepribadianya pun adil. Tetapi realita berkata lain, lagi-lagi konsep tak sesuai dengan realita. Seorang Ketua MK menjadi tersangka korupsi sengketa pilkada. Lalu nilai positif apa bila Ketua MK yang berstatus tersangka itu bersedia dipotong jarinya? Sebelum melangkah ke hal positif ada baiknya kita amati dulu syarat menjadi Hakim Konstitusi di bawah ini;

Persyaratan pengangkatan Hakim Konstitusi yang diatur dalamPasal 15 UU No. 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.

(1) Hakim konstitusi harus memenuhi syarat sebagai berikut:

a.memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela;

b.adil; dan

c.negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan.

(2) Untuk dapat diangkat menjadi hakim konstitusi, selain harus memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), seorang calon hakim konstitusi harus memenuhi syarat:

a.warga negara Indonesia;

b.berijazah doktor dan magister dengan dasar sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi hukum;

c.bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia;

d.berusia paling rendah 47 (empat puluh tujuh) tahun dan paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada saat pengangkatan;

e.mampu secara jasmani dan rohani dalam menjalankan tugas dan kewajiban;

f.tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;

g.tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan; dan

h.mempunyai pengalaman kerja di bidang hukum paling sedikit 15 (lima belas) tahun dan/atau pernah menjadi pejabat negara.

(3) Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) calon hakim konstitusi juga harus memenuhi kelengkapan administrasi dengan menyerahkan:

a.suratpernyataan kesediaan untuk menjadi hakim konstitusi;

b.daftar riwayat hidup;

c.menyerahkan fotokopi ijazah yang telah dilegalisasi dengan menunjukkan ijazah asli;

d.laporan daftar harta kekayaan serta sumber penghasilan calon yang disertai dengan dokumen pendukung yang sah dan telah mendapat pengesahan dari lembaga yang berwenang; dan

e.nomor pokok wajib pajak (NPWP).

Calon Hakim Konstitusi diajukan masing-masing 3 orang oleh Mahkamah Agung, 3 orang oleh DPR, dan 3 orang oleh Presiden, untuk ditetapkan dengan Keputusan Presiden (Pasal 18 ayat [1] UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi).

Dalam hal ini terlihat kontra dari pridabi Akil, dia tidak memiliki integritas dan kepribaian yang tercela, terbukti menjadi tersangka korupsi, Akil juga bukan seorang yang adil karena dalam sengketa pilkada Gunung Mas dan Lebak dia tidak berperan sebagai orang yang seharusnya adil. Apakah seorang koruptor adalah negarawan? Tidak tentunya. Ok lah, mungkin Akil menguasai konstitusi dan kenegaraan, tetapi dalam diamnya Akil sudah terlihat kah sifat seorang negarawananya?

Dilihat dari syarat yang lain, Akiladalah warga negara Indonesia berusia 53 tahun, berijazah magister dan doctor dari Universitas Padjajaran dengan latar belakang ilmu hukum. Akil juga belum pernah dijatuhi hukuman penjara, tidak dinyatakan pailit oleh pengadilan, dan mempunyai pengalaman dibidang hukum dan pernah menjadi pejabat Negara, seehingga berhak untuk menjadi Ketua MK.

Dilihat dari ketakwaan, akhlak, kesehatan jasmani dan rohani, nampaknya masih dipertanyakan kelayakanya setelah statusnya dalam sengketa pilkada adalah tersangka korupsi sehingga tidak mampu menjalankan kewajibanya sebagai Ketua MK.

Laporan daftar harta kekayaan serta sumber penghasilan Akil nampaknya harus diperiksa ulang mengingat kasusnya sekarang adalah tersangkan korupsi.  apakah sebelum menjabat sebagai Ketua MK Akil adalah orang yang bersih? Dalam hal ini Mahkama Agung, DPR, dan Presiden harus jeli melihat track record calon Hakim Konstitusi. Nampaknya pemerintah telah melakukan blunder, perlu memperbaiki dan memperketat pemilihan calon Hakim Konstitusi dan Ketua MK dengan melihat track recordnya.

Apabila Akil Mochtar jadi memotong jari dan memiskinkan diri, hal positif yang didapat dalam dunia Hakim Konstitusi-bisa hakim-hakim yang lain-adalah; ketegasan seorang hakim akan meningkat, keadilan akan semakin terungkap dan membudaya, pemilihan Hakim Konstitusi-atau hakim yang lain-akan semakin ketat, dan yang terpenting adalah membangun system ketika seorang ingin menjadi pejabat publik harus terbuka dan mempunyai track record yang jelas.

Kini, waktu sudah berjalan. Motivasi buat Akil Mochtar juga sudah dilakukan, tinggal menunggu hikmah bila potong jari jadi dilakukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun