Mohon tunggu...
Labibah Zulfa
Labibah Zulfa Mohon Tunggu... Lainnya - GhostWriter

sekedar beragumen membagikan pandangan saya melalui untaian kata. Saya menyukai musik kususnya milik Laufey penyanyi asal Islandia dan sejenisnya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Gadis Mendali

31 Maret 2024   14:10 Diperbarui: 31 Maret 2024   14:13 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

            Hiruk pikuk suara saling bersahut menggema dalam auditorium sukses buat diri para pemain makin gugup. Disana nanti aku akan berdiri memperjuangkan sebuah mendali. Ku telungsuri seisi auditorium dari barat hingga barat kembali mencari sosok berharga dalam hidupku. Jantungku semakin berbugur kencang saat tak temukan sosok pria tua yang membesarkan ku. Sebuah tepukan dibahu ku berhasil memecahkan pikiran yang kalut mengalihkan fokus ku saat mencari kehadiran kakek.

            "Gendis siap siap pakai perlengkapannya terus ambil kartu nama masuk arena ya habis ini sama sama Eka dulu nanti sama sabeum Guntur di dalem"

            "Eh, iya beum"

            "Fokus ndis jangan mikirin yang lain dulu fokus sama pertandinganmu, ini buat penentu karirmu. Nanti kamu latihan lagi sama yang lain di dalem sambil nungu giliran. Sekarang cepat pakai hugo mu fokus fokus"

            "Baik sabeum"

            Setelah mendapat intruksi, ku kembalikan kesedaranku buang jauh rasa jangggal yang kurasakan. Yakinkan diriku kakek gakpapa pasti dateng pasti aman. Aku terus menghalau pikiran buruk yang berdatangan kembali fokuskan pertandingan demi karirku demi membanggakan kakek. Kalo pun kakek enggak dateng tak masalah yang terpenting dia tak apa. Tanpa membuang buang waktu mengambil semua peralatan pertanding tak tertinggal pelindung gigi.

            "Mbak Eka ini titip hp ku tolong pegangin ya mbak, hati ku agak gak tenang"

            "Oh iya ndis tenang aja, sana masuk udah bisa masuk tuh sabeum ada di lapangan G"

            "Iya mbak makasih, tolong ya mbak

            Ucapan terakhirku hanya di balas anggukan paham yari Mbak Eka. Ku tanamkan kepercayaan bahwa semua baik baik saja, sekarang aku hanya harus focus pada pertandingan demi membanggakan kakek sosok kelurga yang ku punya satu satunya cucu perempuannya ini membawa pulang mendali emas.

...

            Ku teriakan keras keras hasil dari perjuangku dari sekian babak pertandingan dengan penuh kebahagiaan seakan apa yang ku hawatirkan tak pernah ada. Senyum wajahku seakan tak akan pernah sirna. Aku akan pulang dengan emas ini hanyalah satu satunya yang ada dalam benakku. Saat telah sampi ketempat berkumpul semula tiba tiba Mbak Eka memelukku dengan erat ku piker pelukananya adalah sebuah ucapan selamat untukku sebelum pelukan ini terlepas dan mbak Eka berkata.

            "Ayo Ndis kita pulang mbak sudah ijin ke sabuem kamu pulang dulu"

            "Hah? Napa Mbak?" ucapku penuh tanya rasa gundah ku sebelum pertandingan kembali lagi. Ada apa sebenarnya?

            "Mbak jelasin di perjalanan, lepas perlengkapanmu terus masuk mobil mbak"

            Tanpa piker panjang ku ikuti perintakan Mbak Eka. Apa ini?

...

            Ku piker senyum itu takkan pudar sampai ku tunjukan pada kakek ternyata tangis yang ku tunjukan pada kakek. Bukan teriakan kembiraan yang ku tunjukkan namu sebuah tangis yang tersedu sedu. Sulit untukku menerima semua ini, seakan akan aku telah di terbangkan ke ujung langit lalu dihancurkan berkeping keping. Aku harus bagaimana?

            Ia pergi dengan sejuta kenangan dan sebuah pesan singkat yang ia tulis sebelum kepergiananya. Kegagalan memang bukan akhir dari segalanya, kepergiannya ini juga bukan akhir dari segalanya katanya tapi bagimana untuk memulainya?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun