Dengan adanya beberapa peristiwa yang ramai akhir-akhir ini, Dirjen Jendral Bea Cukai menjadi perbincangan hangat di media sosial. Diantara kasus yang sedang ramai yaitu mengenai pajak masuk sepasang sepatu dan mainan robot milik influencer yang lebih tinggi dari harga asli, juga barang hibah untuk Sekolah Luar Biasa (SLB) yang ditahan oleh bea cukai selama dua tahun ini.Â
Belakangan ini, muncul asumsi influencer yang menjadi buzzer Bea Cukai. Alih-alih memperbaiki citranya menjadi lebih baik, malah menimbulkan perdebatan di masyarakat. Penggunaan influencer sebagai buzzer oleh Bea Cukai menimbulkan banyak perdebatan yang cukup hangat karena ada pihak yang mendukung langkah ini sebagai upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam pentingnya pemungutan Bea Cukai dalam perekonomian negara, namun ada juga pihak yang menyuarakan jika khawatir bahwa hal tersebut bisa dianggap sebagai manipulasi opini masyarakat. Selain itu, belum ada verifikasi resmi bahwa agensi tersebut memang benar-benar melakukan kerja sama dengan Bea Cukai.Â
Dengan kinerja Bea Cukai yang dinilai kurang baik, memicu ketidakpercayaan masyarakat dan diperburuk dengan berita viral yang menimbukan skeptisisme terhadap total kekayaan Dirjen Bea Cukai. Kurangnya transparansi dan sosialisasi juga turut memperkuat ketidakpercayaan publik yang pada akhirnya menyebabkan spekulasi negatif masyarakat terhadap Bea Cukai.Â
Karena itu, untuk memperbaiki citra mereka di mata publik, Bea Cukai harus melakukan audit dan mempublikasikan hasilnya kepada masyarakat untuk mencegah spekulasi negatif. Selain itu, bea cukai juga dapat melakukan revisi terkait regulasi dan melakukan sosialisasi mengenai kebijakan atau regulasi yang bea cukai buat, dengan tujuan untuk meningkatkan transparansi, efisiensi, dan mengurangi potensi penyalahgunaan dan spekulasi negatif dari masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H