Mohon tunggu...
La Dayoni Juhuli
La Dayoni Juhuli Mohon Tunggu... Jurnalis - @ladayonijuhuli

La Dayoni Juhuli, Lahir di Hendea, Kec. Sampolawaa, Kab. Buton Selatan, Prop. Sulawesi Tenggara. Alumni SMA Negeri 2 Lasalimu Selatan. Kontak FB : La Dayoni Juhuli, IG : @ladayoni

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Zona Merah Di Tanah Desa Hendea

14 Oktober 2021   18:11 Diperbarui: 25 Februari 2024   22:47 369
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"...Kambing sembilan motor tiga bapak punya. Ladangnya luas habis sudah sebagai gantinya. Sampai saat tanah moyangku. Tersentuh sebuah rencana. Demi serakahnya kota..."


Sepotong lirik lagu di atas adalah karya musisi legendaris_Iwan Fals_. Judulnya "Ujung Aspal Pondok Gede" Lewat lagu ini Iwan Fals menyorot peristiwa marak konflik agraria di Pulau Jawa tahun 1985 silam.

***


Tentang tanah dan sengketa laten agraria serta dampak buruknya baik sosial maupun lingkungan sudah menjadi pekerjaan rumah yang tak kunjung selesai dari waktu ke waktu di seluruh tanah air

Banyak warga desa yang tidak memiliki jaminan kepastian hukum atas tanah miliknya.


Sengketa tanah sering terjadi oleh siapa pun, baik individu dengan pemerintah, antar masyarakat, tetangga dengan tetangga, desa dengan desa atau orang dengan perusahaan.

Selain itu, sengketa tanah juga terjadi antara terkait Hak Guna Usaha, tanah adat, tanah warisan, sengketa batas dan lainnya.

Hal itu membuktikan pentingnya sebuah sertifikat sebagai tanda bukti hukum atas tanah yang dimiliki.

***

Menyikapi beragam konflik tanah. Memang, pemerintah melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) lewat Permen No. 12 tahun 2017 dan Inpres No. 2 tahun 2018, telah menginisiasi program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) 

Atau yang populer dengan istilah sertifikasi tanah.

Program ini  bertujuan melakukan pendaftaran tanah yang belum terdaftarkan diseluruh wilayah republik Indonesia


Langkah ini dimungkinkan bisa meminimalisir konflik agraria. Memberi jaminan kepastian dan perlindungan hukum kepada warga negara atas tanah miliknya. 

Tahapannya juga cukup baik. Dimulai dari penyuluhan, pendataan, pengukuran, sidang panitia pemeriksa tanah A atau panitia A dan terakhir penerbitan sertifikat.

Dalam pelaksanaanya pertanahan akan bersama-sama aparat desa/kelurahan setempat untuk melakukan pemeriksaan, penelitian dan pengkajian data fisik maupun yuridis bertujuan untuk mendapatkan kebenaran formal dalam rangka pemberian hak.


Sejak terbitnya Permen dan Inpres sertifikasi tanah oleh kementerian yang kini di komandoi Agus Harimurti Yudhoyono.

Ikut juga menjangkau tanah warga di desa Hendea, Kecamatan Sampolawa, Buton Selatan pada awal tahun 2021 lalu.


Ironisnya, sejumlah masyarakat yang hendak mendaftarkan lahan miliknya untuk di sertifikasi justru ditolak.

Juru ukur batal melakukan pengukuran pada sejumlah lahan di antaranya di area Noo, Singku, Langira, Soroa, Kabuko Mata, Konto. Padahal sejumlah  lahan tersebut, telah di olah  sejak Indonesia belum merdeka.

Seharusnya lahan tersebut diatas , menjadi objek prioritas dalam  program sertifikasi sebagaiamana amanat dan semangat PTSL Kementerian ATR/BPN itu sendiri.

Warga di desa Hendea keberatan, mengapa negara menolak memberi sertifikat atas tanah yang mereka sudah olah sejak ratusan tahun.

Pemerintah mengklaim tempat itu bukan lahan pertanian warga akan tetapi zona merah kawasan hutan negara. Sementara disisi lain, eksplorasi pertambangan kian ramai di sana.


Persoalan tanah di desa Hendea ini akan menambah angka 2.145 sengketa agraria di Indonesia (Data BPN tahun 2015) yang dipicu oleh kekeliruan data dan tiadanya kepastian hukum kepemilikan.

Penting sekali, sebagai upaya mitigasi konflik, zona yang telah diklaim sepihak masuk dalam peta kehutanan wajib untuk didorong dalam opsi review peninjauan kembali rencana tata ruang wilayah perubahan fungsi dan peruntukan***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun