Atau yang populer dengan istilah sertifikasi tanah.
Program ini bertujuan melakukan pendaftaran tanah yang belum terdaftarkan diseluruh wilayah republik Indonesia
Langkah ini dimungkinkan bisa meminimalisir konflik agraria. Memberi jaminan kepastian dan perlindungan hukum kepada warga negara atas tanah miliknya.Â
Tahapannya juga cukup baik. Dimulai dari penyuluhan, pendataan, pengukuran, sidang panitia pemeriksa tanah A atau panitia A dan terakhir penerbitan sertifikat.
Dalam pelaksanaanya pertanahan akan bersama-sama aparat desa/kelurahan setempat untuk melakukan pemeriksaan, penelitian dan pengkajian data fisik maupun yuridis bertujuan untuk mendapatkan kebenaran formal dalam rangka pemberian hak.
Sejak terbitnya Permen dan Inpres sertifikasi tanah oleh kementerian yang kini di komandoi Agus Harimurti Yudhoyono.
Ikut juga menjangkau tanah warga di desa Hendea, Kecamatan Sampolawa, Buton Selatan pada awal tahun 2021 lalu.
Ironisnya, sejumlah masyarakat yang hendak mendaftarkan lahan miliknya untuk di sertifikasi justru ditolak.
Juru ukur batal melakukan pengukuran pada sejumlah lahan di antaranya di area Noo, Singku, Langira, Soroa, Kabuko Mata, Konto. Padahal sejumlah  lahan tersebut, telah di olah  sejak Indonesia belum merdeka.
Seharusnya lahan tersebut diatas , menjadi objek prioritas dalam  program sertifikasi sebagaiamana amanat dan semangat PTSL Kementerian ATR/BPN itu sendiri.
Warga di desa Hendea keberatan, mengapa negara menolak memberi sertifikat atas tanah yang mereka sudah olah sejak ratusan tahun.