Mohon tunggu...
L H
L H Mohon Tunggu... profesional -

seorang ibu yang senang membaca & menulis ------------------ @ di Kompasiana ini TIDAK pernah pakai nick lain selain nama asli yg skg disingkat menjadi LH.----- di koki-detik pakai nick 'srikandi' \r\n\r\n----------------\r\nMy Website: \r\nhttp://www.liannyhendranata.com\r\n\r\n----------------\r\n\r\nmy twitter : \r\nhttp://twitter.com/#!/Lianny_LH\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Proses Meninjau Kekasih dan Membangun Cinta

13 Februari 2012   06:18 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:43 604
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Walaupun ‘Valentine Day’ bukan berasal dari Indonesia, tetapi gaung perayaannya mampu membuat sejumlah pusat perbelanjaan berhias embel-embel khas dari acara ini. Banyak komunitas sudah menyebar undangan siap menggelar acaranya dengan meriah tepat tanggal 14 Febuari nanti. Para gadis sudah dari beberapa minggu lalu bersiap-siap dengan gaun anggunnya.

Apa yang diharapkan para pemuda pemudi dalam merayakan hari Valentine ini, tidak lebih dari sekedar hura-hura dengan pasang mata, dan berpikir ‘siapa tahu bertemu jodoh’ tentu ini bagi yang single, bagi yang telah memiliki kekasih, acara ‘valentine’ ini jadi moment saling mengekspresikan cintanya dalam kemesraan.

Bisa disimpulkan, perayaan ‘Valentine’ ini merupakan sebuah proses mencari kekasih hati, dan sebuah proses mengenal cinta!. Bagaimana dengan pernikahan? demikian tanya seorang teman. Ya pernikahan merupakan proses menumbuhkan cinta! Teman yang lain menimpali.

[caption id="attachment_160854" align="aligncenter" width="300" caption="by google"][/caption]

Bagaimana menurut anda sendiri, apa makna dari sebuah pernikahan?. Rose, seorang teman yang tinggal di Belanda mengatakan, sebuah pernikahan merupakan proses ‘membangun sebuah persahabatan’. Tina, teman yang tinggal di Brazil berpendapat, sebuah pernikahan merupakan proses dari ‘pembangunan sebuah cinta’.

Ketika saya tanya, apa yang dimaksud dengan ‘membangun persahabatan’, Rose menjawab, seorang sahabat akan selalu setia ketika pihak lain tidak lagi menyenangkan atau tidak lagi bisa memenuhi keinginannya, seperti memiliki anak atau malah tidak lagi bergairah melakukan hubungan intim, mereka mampu tetap bersama sampai ajal memisahkan.

Tina memberikan penjelasannya, apa yang dia maksud dengan ‘Pembangunan sebuah cinta’, Baginya Cinta itu seperti sebuah tanaman yang akan layu jika tidak dipelihara, dan cinta dalam sebuah pernikahan harus terus menerus dibangun, terutama ketika pernikahan memasuki tahun-tahun yang panjang, banyak hal berubah dari sejak kita pertama ‘jatuh cinta’ pada pasangan. Menurutnya kiasan ‘jatuh cinta’ pada orang yang sedang kasmaran, terasa tidak tepat, sebab itu belum merupakan cinta, tapi sebuah ketertarikan. Sedangkan cinta baru bersemi ketika kita harus memaklumi hal-hal yang tidak kita suka, tetapi pasangan kita melakukannya. Cinta baru bertumbuh dan teruji perkembangannya, ketika pasangan kita menjadi orang yang membosankan. Maka pernikahan merupakan sebuah proses membangun bangunan cinta yang terus menerus.

Menelaah dua pendapat teman saya itu,yang pada intinya menurut saya bisa kita simpulkan dengan satu kata ‘Pengertian’. Ya pernikahan sebuah manajemen pengertian! Kita mampu mengerti jika pasangan kita tidak lagi menarik secara fisik juga secara kejiwaan. Kita mampu mengerti ketika pasangan kita mulai memalingkan hatinya pada orang lain.

Dengan pengertian, kita bisa mawas diri, kita bisa intropeksi diri, kenapa banyak hal berubah dan mengapa sekarang kita ditinggalkan. Dengan pengertian kita mampu memaafkan, dengan pengertian kita mampu merendahkan ego untuk kembali menemukan arti, dari tujuan kita melakukan pernikahan.

Banyak konsep yang ditawarkan para konselor pernikahan, tetapi yang paling menentukan adalah konsep ‘pengertian’. Sebuah makna dari tindakan yang dilakukan berdasar pengertian, adakan lebih efektif daripada sebuah tindakan yang didasari tuntutan. Banyak bahtera rumah tangga hancur karena hubungan didasari sikap menuntut, kita menuntut pasangan mengerti akan kelemahan dan ketidak mampuan kita, tetapi kita tidak mau mengerti keinginan dan perasaan pasangan kita. Seringkali kita terlena dengan pasangan yang seolah selalu menurut dengan apa keinginan kita, sampai suatu hari kita terkejut karena ternyata kita ditinggalkan, hati pasangan kita beralih pada orang lain. Kita ini terjadi, kita bertanya mengapa dan kenapa?

[caption id="attachment_160855" align="aligncenter" width="300" caption="by google"]

132911333919938635
132911333919938635
[/caption]

Proses membangun yang salah

Dibawah ini contoh kasus dari sebuah perjalanan membangun cinta yang menurut saya ‘salah’ maksud hati ingin membangun cinta, tetapi sikap prilaku kita menjadikan cinta itu, layu dan mati, bahkan berubah menjadi kebencian.

Mari kita simak contoh kasus ini, seorang laki-laki muda dengan wajah kusut datang menceritakan kegalauan hatinya, dia sangat bingung menentukan langkah, apakah menceraikan saja istrinya atau melanjutkan kisah rumah tangganya. Dia menuturkan: Kami bertemu di cafe waktu sama-sama ‘free’ kebetulan saya kerja di kapal pesiar, dimana selalu pindah tempat, jadi kalau singgah disatu tempat, kami senang-senang di daratan.

Saat itu dia terlihat manis dan sedikit pemalu, sudah lama saya tidak melihat perempuan cantik seperti itu. Dengan ketertarikan yang amat sangat,saya adakan pendekatan dan saling tukar nomer telepon dan alamat surat elektronik (email). Cerita berlanjut akhirnya kami memutuskan untuk menikah dan sekarang tinggal di luar wilayah Indonesia. bayangkan hidup di negara orang itu kerja keras, bukan hanya goyang kaki, hidup di negara orang itu penuh perjuangan, jiwa saya butuh ketenangan, bukan setiap harimendengar suara perempuan histeris.

Usia pernikahan kami baru hampir 2 tahun, tapi rasanya hal itu berlangsung sudah sangat lama, karena tiap ketemu dia selalu mewawancarai saya, soal hubungan masa lalu dengan teman atau pacar, atau semua hal.seolah istri saya itu terus mau mengali apa saja seumur hidup, yang sudah saya buat. Lelah jiwa saya, dibuatnya.

Saat ini saya berusahakan sabar menghadapinya, Tetapi sampai kapan? padahal saya memilih dia untuk teman hidup, bukan untuk sejam, dua jam ngobrol, nah kalau sudah lelah bekerja terus diberondong pertanyaan-pertanyaan yang tidakpenting, hal itu membuat saya muak, sekarang memandang wajahnyasaja, saya jadi malas.

Lupakan masa lalu

Nasihat yang bijaksana berkata “masa pacaran adalah masa yang bagus untuk memasang telinga lebar-lebar, membuka mata sebesar-besarnya untuk mengetahui siapa orang yang akan kita ajak menjalani sisa hidup ini. Tetapi begitu kita memutuskan menikahinya, tutup rapat-rapat pintu masa lalu, hiduplah saat ini menuju masa depan isilah dengan hal-hal yang bemakna”

Kisah diatas, merupakan sebuah hal yang sering ditemui dan dilakukan oleh pasangan yang baru saja menikah, banyak orang mencoba menggali ‘dosa-dosa’ masa lalu pasangan, sehingga membuat hubungan meburmuk, sebab siapapun orangnya tidak akan suka dihakimi, terlebih oleh pasangan yang dicintainya.

Maksud hati membangun cinta, yang terjadi cinta padam dalam genggaman, seperti pepatah mengatakan “Cinta itu seperti bola api jika didekap terlalu kuat, maka kita akan terbakar. Cinta itu ibarat bola salju, jika kita memeluknya dengan erat, maka akan meleleh dan mencair” Dengan perumpamaan tersebut, maka biarkan ‘bola api cinta’ itu menyala dengan bebas, dan biarkan ‘bola salju’ itu menggelinding dengan bertambah besar.

[caption id="attachment_160856" align="aligncenter" width="300" caption="by google"]

1329113378414878750
1329113378414878750
[/caption]

Cemburu, juga memadamkan cinta

Kisah yang satu ini, saya dapatkan melalui email pembaca dan mendapat izin untuk ditayangkan, mari kita simak dari pengalaman orang lain, jika pepatah mengatakan ‘pengalaman itu mahal harganya’,jika kita diberi kesempatan membaca pengalaman yang mahal ini, agar kita bisa terhindar untuk membelinya dengan penderitaan, mengapa tidak kita simak, pengalaman seorang lelaki dibawah ini?.

Bu, Istri kedua saya, seorang perempuan yang manis, itu dulu saat bertemu dengannya dan berpacaran sekitar 1 tahun. Saya berpikir, dia sosok yang bisa saya ajak hidup bersama untuk berbahagia, maka dengan 'pesona' yang dipancarkannya, saya menceraikan istri pertama untuk menggantikan kedudukannya dengan dia yang sekarang jadi istri kedua.

Tetapi entah mengapa, seperjalanan hidup pernikahan kami, istri saya ini selalu saja cemburu buta, saya begitu menderita dengan segala kecemburuannya, semua hubungan pertemanan dengan jenis kelamin perempuan, di 'cut' olehnya, Hand phone dan email saya di sensor, jika saya buat email adress lain segera dia minta saya setor password nya.!, supaya dia bisa mengawasi lalu lintas surat yang masuk dan keluar.

Sekarang saya malas pulang, saya alasan perjalanan pulang kerumah jauh dan macet membuat saya lelah, maka saya mondok ditempat kost, siapa yang tidak malas, setiap bertemu selalu dia ngamuk, menuduh saya selingkuh, padahal saya lelah sekali, seharian bekerja, dan jalanan di Jakarta ini macet, pasti pulang tidak bisa tepat waktu.!

Dia juga membuat saya malu, karena berani membalas email-email yang ditujukan untuk saya, dengan cacimaki, jika didapat email tersebut 'berbau' nama perempuan.! terakhir, email atasan saya yang memang seorang perempuan, dia hajar dengan cacimaki yang sangat kasar, sampai saya ditegur untuk bisa menertibkan email kerjaan dengan email pribadi.

Jujur bu, saya rasanya ingin bunuh diri.......saya menyesal menceraikan istri pertama saya, dan sekarang hidup dengan perempuan yang seperti 'nenek sihir', saya ingin cerai, tapi kasihan dengan anak kami, usianya baru 3 tahun.

Saya tidak keberatan jika cerita ini, ibu jadikan sebuah artikel untuk dibaca banyak orang, saya berharap istri saya ikut membacanya, sehingga dia sadar untuk berubah, karena saya merasa sudah terlanjur jalan hidup dengannya, anak kami yang kasihan jika saya sampai bunuh diri.

Kisah diatas ini membuat saya tertegun, bagaimana hukum ‘sebab akibat’ sudah tergerai, hukum ‘tabur tuai’ menjadi suatu kenyataan,siapa menabur dia akan menuai. Jika kita merebut pasangan orang, maka hati kita tidak akan nyaman dalam memilikinya, karena pikiran dan perasaan kita sudah teracuni dengan pemikiran yang sama dengan apa yang kita lakukan. Yaitu ketakutan, jika suatu hari perempuan lainnya akan mengulang kejadian yang pernah kita buat.

Pernikahan bukanlah karena proses jatuh cinta, tetapi proses membangun cinta dengan pondasi kuat dari pengertian. Saya hanya bisa berdoa, semoga semakin banyak pasangan yang mengerti arti cinta untuk membangun kebahagiaan. Bukan mendatangkan penderitaan. Selamat merayakan “Valentine” semoga cinta tumbuh dengan subur pada hati tiap orang. Kurangilah benci, dan tambahlah cinta, maka dunia akan terasa lebih nyaman untuk kita tinggali bersama.

[caption id="attachment_160857" align="aligncenter" width="300" caption="tayang dalam edisi cetak koran Suara Pembaruan 12 Feb 2012"]

13291134561150454009
13291134561150454009
[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun