Mohon tunggu...
L H
L H Mohon Tunggu... profesional -

seorang ibu yang senang membaca & menulis ------------------ @ di Kompasiana ini TIDAK pernah pakai nick lain selain nama asli yg skg disingkat menjadi LH.----- di koki-detik pakai nick 'srikandi' \r\n\r\n----------------\r\nMy Website: \r\nhttp://www.liannyhendranata.com\r\n\r\n----------------\r\n\r\nmy twitter : \r\nhttp://twitter.com/#!/Lianny_LH\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Apa arti pekerjaan dalam hidup anda.?

14 Desember 2011   13:36 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:17 3113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak orang sangat mencintai pekerjaan, sehingga dia meleburkan jiwanya dalam pekerjaan tersebut, tetapi tidak sedikit orang yang membenci pekerjaannya, sampai frustasi karena mengerjakan hal yang tidak disukainya sepanjang hidupnya.

Apa arti pekerjaan bagi anda.? ini salah satu pertanyaan yang paling popular, paling sering diberikan dalam seminar-seminar motivasi atau dalam rapat kerja.

Pekerjaan yang menyenangkan, adalah hal biasa yang bisa kita lakukan, tetapi membuat jiwa kita senang melakukannya. Banyak motivasi terpendam pada diri tiap orang untuk menjabarkan ‘arti’ kerja bagi hidupnya.

[caption id="attachment_148750" align="aligncenter" width="300" caption="by google"][/caption]

Seorang klien datang berkonsultasi, dia menceritakan keinginannya untuk bercerai, sebab merasa inilah jalan terbaik untuk kelanjutan hidupnya. Ketika saya tanyakan apa masalah yang paling dasar dari alasan perceraian ini. Klien tersebut menjawab: ‘saya butuh perhatian dan kasih sayang dari pasangan hidup, sementara pasangan saya hanya perhatian pada pekerjaannya’

Barangkali kita bisa sependapat, bahwa jujur itu perlu dan penting. Jujur dalam arti tidak berdusta kepada diri sendiri. Termasuk dalam pemilihan prioritas dalam hidup. Seberapa sibuknya diri kita akan bisa membuat pasangan kita tidak merasa ‘terlantar’, sebab hidup pada jaman serba canggih dimana teknologi bisa mendukung komunikasi jarak jauh tanpa batas, disanalah kejujuran bisa kita perlihatkan.

Bukan kwantitas hubungan yang membuat kita terikat secara erat, tetapi kwalitas yang menentukan, seberapa kuat anda memperioritaskan waktu kebersamaan bersama pasangan, demikian juga halnya dengan anak-anak.

Bagi sebagian orang, bekerja merupakan suatu kebutuhan jiwanya yang tidak pernah bisa istirahat untuk bergeser sedikit dari jalur memikirkan segala aspek yang berkaitan dengan pekerjaanya, tetapi banyak orang , saat ini memilih melebur jiwanya untuk menghabiskan waktu dengan pura-pura bekerja.!

Apa yang dimaksud dengan ‘pura-pura’ bekerja? Bagi masyarakat Indonesia, kerja adalah hal yang sangat penting dalam kehidupan sosial mereka, dan kantor seringkali menjadi rumah kedua.

[caption id="attachment_148751" align="aligncenter" width="300" caption="by google"][/caption]

Mari kita simak contoh kisah dari seorangjendral manajer satu perusahaan ini. Bapak bernama X sudah lama memutuskan untuk tinggal terpisah dari istrinya, dengan alasan jarak 160 km dari kantor ke rumah, membuatnya lelah jika harus pulang balik setiap hari.

Sekilas alasan tersebut masuk akal, tetapi jika pada hari libur kantorpun, bapak X tetap memilih diam di kantornya, dia enggan untuk pulang. Berarti ada sesuatu yang lebih dari alasan ‘lelah’ menempuh jarak untuk pulang untuk bertemu pasangannya. Apakah hal ini bisa dimasukkan dalam sikap kecanduan kerja? istilah kerennya ‘workaholic’.

Pertanyaan pertama yang muncul “apa artinya adiksi (kecanduan) kerja ? Bagaimana sampai bisa kecanduan dengan kerja ? Manusia sudah belajar dari awal mengenai aktivitas bernama ‘kerja’ ini, yaitu mendapat penghargaan, dari perasaan kekuasaan. Dengan bekerja seseorang mendapat suatu perasaan yang positif dan ini awal dari kecanduan tersebut, bahkan pasanganpun awalnya sangat mendukung jika kita giat bekerja. hal ini resiko yang bisa terjadinya perlahan tapi pasti, orang tidak melihat lagi dengan cara lain untuk mendapat perasaan senang selain dari aktivitas kerja, bermula dari pura-pura menghindari pasangan dengan cara memilih menghabiskan waktu untuk kerja, akhirnya benar-benar menjadi kecanduan kerja!

Memakai alasan kerja, sebagai ‘trick’ untuk menghindari sesuatu yang tidak diinginkan, misalnya perasaan malas menemani istri jalan-jalan di pusat perbelanjaan, suami beralasan banyak pekerjaan yang harus diselesaikan, sehingga istri tidak akan marah untuk alasan ini, begitu juga dengan anak-anak, bahkan dengan teman-teman, lama kelamaan keasyikan dengan kepura-puraan bekerja, menjadikan hal tersebut menjadi kenyataan, bahwa bekerja bisa menjadi alasan untuk menghindari sesuatu yang tidak disukai.

[caption id="attachment_148752" align="alignnone" width="270" caption="by google"][/caption] Salam bahagia untuk semua,

LH

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun