Mohon tunggu...
L H
L H Mohon Tunggu... profesional -

seorang ibu yang senang membaca & menulis ------------------ @ di Kompasiana ini TIDAK pernah pakai nick lain selain nama asli yg skg disingkat menjadi LH.----- di koki-detik pakai nick 'srikandi' \r\n\r\n----------------\r\nMy Website: \r\nhttp://www.liannyhendranata.com\r\n\r\n----------------\r\n\r\nmy twitter : \r\nhttp://twitter.com/#!/Lianny_LH\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Monumen Seks Vs. Monumen Cinta

9 Juni 2011   03:38 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:42 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terinspirasi dengan tulisan Imarithin yang sangat bagus,  pada inti topik tulisannya tersebut, Imar menuturkan 'akan bertekad untuk memutuskan, rantai turunan kawin cerai yang dilakukan para orang tuanya' , sungguh suatu tekad mulia yang harus didukung oleh pasangan dan anak-anaknya,  juga oleh keluarga besarnya. Saya berdoa, semoga Imar sukses untuk memutus rantai tersebut, dan bahagia dengan pasangannya sampai ajal memisahkan. tulisan tersebut bisa dibaca disini : http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2011/06/09/memutus-tali-turunan-cerai-dalam-keluarga/ Benar, sebuah rumah tangga akan banyak hal terjadi sepanjang perjalanannya, tetapi bagaimana kita mewujudkan bentuknya, itu hak kita bukan didikte oleh keadaan, jika orang tua kita, kakek nenek kita mengalami kegagalan dalam pernikahannya, bukan berarti rumah tangga kita akan seperti itu juga. tulisan saya dibawah ini dengan judul yang sama sudah pernah saya posting di Kompasiana, tapi beda versi, ini tulisan dengan  versi edisi cetak  di koran Suara Pembaruan, semoga ada manfaatnya untuk kita baca bersama.

salam bahagia selalu,

LH

[caption id="attachment_112943" align="aligncenter" width="300" caption="by google"][/caption] Monumen Seks vs Monumen Cinta Sangat sulit menemukan pasangan yang mampu mengabadikan 'monumen cinta' nya, setelah dia menghancurkannya dengan membuat 'monumen seks' dengan orang ketiga dalam kehidupannya. Contoh yang paling dekat kita ketahui berpisah setelah mengarungi bahtera rumah tangga lebih dari dua puluh tahun, yaitu pasangan aktor sekaligus mantan Gubernur California Arnold Schwarzenegger dan istrinya Maria Shriver, kita semua terkejut dan miris menyaksikan sebuah 'monumen cinta' hancur karena masalah seks dengan orang ketiga. Di Indonesia kita menyaksikan pasangan yang mampu mempertahankan 'monumen cinta'nya setelah pasangannya kedapatan pernah membangun 'monumen seks' dengan lelaki lain, yaitu pasangan Cut Tari dan suaminya. Sungguh suatu pasangan langka untuk orang yang berada diluar lingkaran dengan apa yang mereka alami. Suami Cut Tari dengan 'indah' memainkan perannya sebagai pasangan yang lebih menghargai 'monumen cinta' yang dibangunnya bersama sang istri, dibanding meledak marah dan menghancurkannya. Monumen cinta, sangat berbeda makna dengan monumen seks.! membangun percintaan dalam kehidupan dua orang yang berbeda karakter dan latar belakang pendidikan, serta beda budaya pengasuhan dalam keluarga, sangat membutuhkan suatu kesadaran untuk bisa mewujudkannya. Pernikahan adalah satu 'stempel' untuk menyatunya dua anak manusia, tapi bukan selalu merupakan pembangunan 'monumen cinta'. Banyak orang menikah hanya sekedar menuruti 'nasib' yang mengalir untuk dirinya, kadang banyak yang hanya 'terpeleset' dalam kubangan cinta semu, sampai mereka terikat dalam suatu pernikahan! Bisa dipastikan, pernikahan yang bukan merupakan pembangunan dari 'monumen cinta' akan mudah digoyang gosip, akan mudah diruntuhkan ego.! dan akan mudah terjebak dalam pembangunan 'monumen seks' dengan orang ketiga. Sebuah buku dengan judul "pernikahan adalah perjalanan cinta yang teruji", karangan pendeta David WF Wong,  mengatakan: Jodoh ditentukan dilangit, tapi diperbaiki dibumi.  Boleh dipercaya atau disangkal, banyak pernikahan terjadi bukan karena jodoh, Tetapi lebih karena keterpaksaan. Bagaimana kita merespon arti /makna pernikahan itu sendiri, maka itulah point hubungan kita. Banyak makna untuk membangun sebuah Bahtera Rumah Tangga, banyak cara untuk mempertahankannya, tetapi lebih banyak cara untuk menghancurkannya. Menikah bukan hanya memenuhi urusan sandang, pangan dan papan untuk keluarga, tetapi sekarang pernikahan sudah mempunyai banyak kebutuhan tambahan, salah satunya adalah keromantisan hubungan suami istri dan anak-anaknya, hal ini merupakan tuntutan yang paling penting, tetapi anehnya malah banyak menjadi yang terabaikan. Pernikahan tradicional, posisi istri ada di rumah mengurus rumah tangga dan anak, tugas suami mencari nafkah bagi keluarganya. Jaman sudah berubah, saat ini banyak suami istri mengejar karier masing-masing, hal ini 'memaksa' mereka harus menahan kerinduan untuk bermesraan layaknya sepasang kekasih. Jarak aktivitas berjauhan membuat mereka harus menjalani kehidupan masing-masing, dengan segala keterikatan sebagai pasangan nikah. Seorang klien menjalani pernikahannya selama tiga tahun secara terpisah sampai saat ini, Moment kebersaman dengan suaminya hanya berlangsung satu minggu, selanjutnya mempelai lelaki tersebut harus kembali ke Amerika karena aktivitasnya disana, sementara istrinya masih harus menyelesaikan kontrak kerjanya di Singapura. Sepasang pengantin baru terpisah jauh, walaupun saat ini kumunikasi jarak jauh sudah sangat banyak ragamnnya, bisa dipergunakan dengan mudah untuk tetap bisa berhubungan. Tetapi perlu diingat manusia adalah makhluk yang membutuhkan sentuhan bukan hanya ilusi. Keadaan yang dialami pasangan demikian, membuat kita tidak heran saat ini banyak pasangan nikah mempunyai 'teman' dalam arti kekasih 'gelap' untuk sekadar berbagi rasa, tentu saja tidak semua orang berbuat hal ini, tetapi sekarang di masyarakat terjadi, angka perceraian semakin banyak, dan usia pernikahan semakin pendek. Menjadi pasangan yang baik saja tidak cukup, bukan berarti istri tidak berkerja, maka rumah tangga akan terjamin kemesraan dan keromantisannya, Banyak rumah tangga hancur hanya karena hal-hal yang seharusnya bisa dilalui dengan baik, seperti komunikasi, keterbukaan akan masalah-masalah yang timbul, baik dari diri sendiri atau dari sikap dan keadaan pasangan. Komunikasi yang bermasalah, dan menyepelekan kebersamaan membuat jurang pemisah menjadi semakin lebar. Saya mendapat email dari seorang suami yang mengatakan, 'istri saya sudah tidak membutuhkan saya' Suami tersebut sangat kecewa dengan pernikahannya yang sudah berjalan sembilan belas tahun, dia hidup terpisah dengan istrinya, pulang untuk bertemu hanya bisa dilakukan satu atau dua bulan sekali. Ketika tiba saatnya suami tersebut mendapatkan pensiunnya, dan dia sangat amat berharap sambutan mesra sang istri yang lama tidak bisa dia lakukan setiap hari, ternyata kenyataan berkata lain, hal tersebut hanya hayalan saja, sang istri sudah terlanjur, menjadi pribadi yang sangat terbiasa hidup tanpa suami, dia malas melayani untuk berhubungan intim dan bermesraan, Ironisnya kebersamaan yang dinantikan sekian tahun, akhirnya membuat pasangan tersebut memutuskan untuk berpisah selamanya. Kasih sayang itu ibarat otot yang harus kita latih, mustahil kita bisa bertahan jika kasih sayang dalam hati sudah memudar, apalagi sudah diberikan sebagian pada orang lain diluar pasangan. Semoga semakin banyak pasangan yang sadar arti kebersamaan bukan saja secara fisik, tetapi lebih pada batin masing-masing. Sebagai belahan jiwa yang saling mencintai satu dengan lainnya, walaupun jarak memisahkan tetapi hati tetap bersama.  Kita bisa menciptakan Rumah tangga yang bahagia hanya dengan satu tekad, yaitu karena kami ingin! bukan hanya satu orang saja, tapi sepasang manusia di dalamnya yang terlibat.

keterangan :  artikel ini terbit pada edisi cetak 29 Mei 2011

[caption id="attachment_112946" align="aligncenter" width="300" caption="dok pribadi"][/caption]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun