Latar belakang dari wujud pernikahan itu sendiri menjadi tiang penyangga dalam kekokohannya,Ada pernikahan yang disangga tiang dari cintakasih, dimana cita-cita dua orang yang melebur dalam kasihsayang, ada tiang yang berupa keterpaksaan, dan ada tiang penyangga yang berupa perhitungan bisnis dan masih banyak tiang-tiang penyangga dalam kontek 'alasan' kenapa pernikahan itu sampai terwujud.
Apapun tiang penyangga pernikahan kita, reaksi dan aksi kita sendiri yang menjadikannya pernikahan itu tetap berjalan,walaupun diterpa topan badai. Salah satu badai pernikahan yang mampu membuat kandas bahtera rumah tangga itu, adalah perselingkuhan yang terjadi ketika salah satu pihak merasa kecewa, tergoda atau tertekan dalam pernikahannya.
Perselingkuhan memang memakan banyak energi dan kelelahan psikis dan fisik pada pelakunya, Nah sekarang bagaimana jika pasangan kita terjebak menjadi pelaku? apa kita akan mengasihinya atau memusuhinya?, Jika pilihan kedua yang kita jalankan, ada kemungkinan bahtera rumah tangga yang kita bangun akan kandas tenggelam dalam lautan kebencian, diri kita bahkan anak-anak menjadi korban, mereka hidup dalam dilema pengaruh cinta dan benci orang tuanya.
Bagaimana dengan pilihan pertama yang kita jalankan, yaitu mengasihi pasangan kita yang 'jatuh' dalam perselingkuhan?, jika kita anggap perselingkuhan itu adalah 'dosa', kenapa kita tidak bantu pasangan kita untuk menyudahi dosanya itu?Tentu saja pertanyaannya, apakah kita sanggup mengatasi keperihan hati karena dihianati?
Pada klien yang datang, saya selalu menyarankan, intropeksi diri, coba telaah pada diri kita dulu, apa yang salah? kenapa sampai orang yang mencintai dan menikahi kita berpaling pada orang lain?, Tentu saja hal ini bukan hanya pada kaum perempuan, tetapi pada kaum lelaki yang merasa dihianati oleh pasangannya.
Menghakimi dan memberi vonis cerai, bukan solusi jika kita masih mencintainya dan melihat apa efek dari perceraian ini untuk diri kita dan anak-anak. Tetapi membiarkan pasangan tetap menjalankan perselingkuhannya, tentu bukanlah hal yang benar. Satu-satunya jalan positif adalah mari kita mengajak pasangan untuk "Stop" berhenti menjalin hubungan dengan orang lain, Sekarang apa tindakan kita untuk itu. Mulailah dengan mempelajari 'siapa' dia yang sudah menarik perhatian pasangan, apa kelebihannya sampai pasangan kita berpaling padanya.
Beberapa hal yang bisa dicoba sebagai langkah perbaikan untuk mengembalikan pasangan pada cita-cita luhur yaitu niat bahagia dari sebuah mahligai pernikahan yaitu:
- Coba koreksi prilaku, apa ada kelalaian dalam memberi perhatian, baik itu sebagai sahabat, kekasih bahkan hanya sekedar sebagai teman hidup yang selalu ada baik dalam suka dan duka, apa kita sudah menghormati perasaan pasangan kita dalam segala hal?.
- Lihat kembali dan coba renungkan, kira-kira kapan komunikasi berubah menjadi datar, apa hal ini terjadi setelah kita sibuk dengan dunia masing-masing, seperti tugas seorang istri yang repot mengurus anak dan karier, atau tugas suami yang repot dengan projek dan sering kerja lembur, bahkan sering tugas keluar kota, dimana tenaga dan pikiran terkuras.
Jika memang komunikasi yang menjadi sebab awal keretakan hubungan, kita bisa menelaah bersama dan mencoba merangkul kembali pasangan kita dengan komunikasi yang baik berisi kasih sayang, hindari mencaci dan menghakiminya, karena hal ini akan menambah parah keretakan hubungan, dan tidak tertutup kemungkinan, anda malah ditinggalkan dan menjadi sosok yang disalahkan dan dibenci.
- Bagaimana dengan penampilan? apakah kita senantiasa mempertahankan kerapian dan kebersihan tubuh dan penampilan?, ada baiknya kita menengok sejenak pada 'saingan' kita, dimana pasangan kita mengalihkan perhatian padanya,Belajar jujur dengan bertanya pada diri sendiri: "apa yang menarik, yang ada pada orang itu" Hal ini kita lakukan, bukan maksud penulis mengajar kita merubah diri menjadi orang lain. Tetapi untuk koreksi diri, kenapa dan apa yang terjadi sampai pasangan kita beralih perhatiannya.