KKN a.k.a Kuliah Kerja Nyata merupakan kegiatan yang sebagian besar kampus di Indonesia telah lakukan sejak bertahun-tahun yang lalu. Universitas Hasanuddin sendiri untuk tahun 2013 telah melepaskan 85 gelombang mahasiswa. Banyak cerita yang kudengar dari senior mengenai hal ini. Ada yang manis, ada juga yang asam. Tahun ini ada giliranku merasakannya.
Berikut postinganku semuanya hanyalah flashback. Salah satu masa lalu yang telah memperkaya pengalamanku dan teman seposkoku secara pribadi.
Tanggal 22 Juni 2013 dimulailah perjalanan kurang lebih 13 jam 45 menit perjalanan darat dari Lapangan PKM Unhas, Makassar menuju Kota Kabupaten Luwu Timur, Malili.
Pelepasan mahasiswa berjalan cukup lancar dan sepatah kata sambutan dari Pak Bupati membuat kami menebak-nebak lokasi macam apa yang akan kami kunjungi. “Luwu Timur adalah Indonesia Mini,” ungkapnya.
Mobil Kijang melaju berbalik arah menuju Wotu. Lima mahasiswa berkemeja merah yang tidak saling mengenal sibuk mengipas peluh yang sejak tadi membasahi tubuh. Dua orang pria berkulit gelap yang menjemput kami duduk di kursi depan mobil. Seorang lelaki mengendarai mobil dan satunya memangku dalam diam koper salah seorang teman. Baru belakangan diketahui lelaki itu adalah bapak kepala desa tempat kelima mahasiswa tadi akan berKKN. First impression yang tak disangka-sangka.
Perjalanan dilanjutkan dengan saling berkenalan satu sama lain antara kelima mahasiswa itu. Keempat teman baru yang akan kutemani selama kurang lebih 41 hari di lokasi adalah Rakhmat seorang mahasiswa Ilmu Hukum, Moko seorang senior di Jurusan Kehutanan, Ibel seorang gadis cantik dari Fakultas Teknik, dan gadis berkaca mata yang manis bernama Ulfa dari Jurusan Sastra Jepang. Perkenalan dilanjutkan dengan dua lelaki di depan kami. Yang menyetir akrab dipanggil Ambo Asse’ dan Pakde yang ramah itu bernama Ambo Lamiri.
“Pak, nama desa yang dituju apa, ya?” tanya seorang gadis berkaca mata bernama Ulfa
“Namanya Tabaroge, dek,” seru Ambo Asse’.
Mobil yang kami tumpangi berbelok memasuki sebuah lorong tidak beraspal.
“Pak, masuk ke dalam berapa meter?”
“Ada sekitar 4 km-an, dek,” seru Ambo Asse’ lagi. Glek!
Mataku berkeliling mengamati jalanan berbatu tanpa ujung yang di kiri kanannya hanya terlihat sawit, cokelat dan sesekali jagung.
“Pak, maaf, di desa ada sinyalnya?”
“Oh, ada..ada..” Fiuhh..,tunggu, sejak tadi tidak terlihat tiang listrik, “Oh, tapi listrik tidak ada, dek kecuali kalau pakai genset.” EH?!
Dua puluh lima menit akhirnya mobil berhenti di sebuah rumah panggung. Dengan penuh kesungkanan kami memasuki rumah pakde sambil membawa koper-koper berat kami. Sepi saat itu.
Setelah disuguhi minuman, kami diajak bertandang ke rumah keluarga pakde yang sedang mengadakan acara pernikahan. Oh, ternyata budes dan keluarga semuanya di sana. Suasana kekeluargaan yang terlihat cukup kental. Bisa ditebak di sini mayoritas suku bugis. Yah, sebagai orang baru tentunya perasaan gugup masih menggelayap. Makanan dan minuman serasa sangat susah tertelan akibat hujan tatapan dari warga yang hadir. Ouch!
Mengelilingi Tabaroge, beberapa kami temukan jembatan rusak dan sebuah jembatan gantung yang cantik.
- Penyuluhan dan Pembuatan Virgin Coconut Oil (VCO)
- Pengajaran bahasa Jepang
- Penyuluhan Dampak Penyalahgunaan Narkoba
- Penyuluhan dan Pembuatan Lubang Biopori (Sumur Resapan)
- Pengadaan Kegiatan Nonton Bareng
Berdasarkan program kerja pilihan yaitu interaksi antar disiplin ilmu, dengan mengadakan :
- Konsultasi Kesehatan dan Obat Gratis
- Pengajaran bahasa Inggris dan MIPA
- Pembuatan Buku Monografi Desa
- Pembuatan Batas Antardusun
- Pembenahan Mesjid Berupa Pembersihan dan Pengecatan
- Pesantren Kilat
Sore hari setelah seminar proker, kami bermain di empang pakde yang sangat luas. Sambil mancing, sambil ambil kelapa, sambil menembak..
Hari dilanjutkan dengan membuat letter untuk papan nama batas dusun yang merupakan salah satu program kerja kami. Di bawah sinar senter pencari kodok dan senter hape kami berlima melubangi kertas letter yang jumlahnya bejibun. Cukup menjadi malam yang melelahkan tulang belakang dan mata. Apa pun yang terjadi kami kebut menyelesaikan proker sebelum bulan ramadhan. Biar bulan ramadhan dapat kami jalankan lebih afdhol…
Mahasiswanya kebut program kerja, warga desanya juga kebut memanen. Masih terkenang jelas kenangan saat membantu budes berkebun. Saat itu kebetulan memanen kopra. Baru kutahu ternyata kopra (isi buah kelapa) harus dicungkil satu persatu. Dan mencungkil ternyata tidak mudah saudara-saudara! Harus pakai tenaga, ditekan, banting, cungkil, begitu seterusnya. Kulihat laki-lakinya sibuk memetik kelapa kemudian membelahnya, perempuan yang mencungkil kopranya.
Suasana Mama-mama Tabaroge saat membantu membuatkan hidangan saat penyuluhan
Penyuluhan di hari yang sama juga diadakan oleh kordesku mengenai Dampak Penyalahgunaan Narkoba kepada warga setempat disertai dengan Tanya jawab. Canda tawa menyelimuti ruangan terutama di sela-sela sesi Tanya jawab. Hal ini terkendala adanya beberapa warga yang tidak lancar berbahasa Indonesia, alhasil dengan kosa kata bahasa Bugis seadanya kami dan warga lain yang paham menjelaskan kembali. Suksesnya penyuluhan hari itu diakhiri dengan nonton bareng film Red Cobex. Tidakkah Anda bertanya-tanya, di posko yang sulit listrik, tersedia LCD? Yah, kebetulan yang indah, salah satu anggota kami memiliki LCD pribadi di rumahnya sehingga program kerja tambahan seperti NONTON BARENG bisa dilaksanakan
Layar Tancap ukuran 3x3 meter siap digunakan untuk nonton Bareng!!
Beberapa warga yang ingin memeriksakan kesehatan sekaligus konsultasi obat tradisional juga singgah agak lama di rumah pakde setelah acara. Yup, kebetulan program kerja kami Konsultasi Obat dan Kesehatan Gratis memang telah berjalan sejalan dengan pendataan untuk Pembuatan Monografi Desa.
Si Kembar beda dua hari, Ana dan Ani
Suasana belajar saat Peskil 10 hari
Tanggal 16 Juli 2013, adanya undangan dari posko kkn Desa bahari membuat kami menyeleksi beberapa anak didik untuk mengikuti lomba amalia ramadhan. Lomba tersebut antara lain : Lomba Adzan, Lomba Hapalan Surah Pendek, dan Lomba Bacaan Shalat
Tablik Akbar – Nasir - Riswandi
Ilham. Sedang belajar menghapal sebelum diseleksi oleh kakak-kakak KKN
Tidak kuduga, antusiasme anak-anak sd itu dalam mengikuti lomba. Jamanku dulu, pasti kukatakan, “Ngapain!” Haha, mereka sebaliknya. Penyeleksian dilakukan di rumah pakde. Kami beri waktu 1 hari untuk menghapal surah pendek sebanyak-banyaknya, hapal adzan dan hapalan shalat..
Sehari setelahnya, diadakan penyaringan!!
Ulfa – Ucu’ – Rakhmat - Nasir
Sofian dan Ibel. Anak Menyetor hapalan surah
Suasana seleksi di Kediaman Pakde. Hush!! So Noisy!!!
Selesai seleksi, untuk mengurangi rasa kecewa adik-adik yang tidak lulus maka diadakan acara nonton Kisah 25 Nabi.
Berakhirnya penyeleksian, dilanjutkan dengan melakukan pendataan warga di sekitar Dusun Lapompou dan Bau-bau. Bila Dusun Tabaroge dan Tarebbi terkenal dengan dusun perkebunan, dua dusun lainnya yakni Lapompou dan Bau-bau terkenal sebagai dusun empang.
Melewati jembatan gantung, menandakan Anda telah memasuki Dusun Lapompou. Kali ini kami sekaligus mengantar pulang Nasir si anak jenius salah satu anak didik kami.
Sedikit cerita tentang anak ini. Nasir ini di kelas cukup badung dan tidak menempati rangking 1-3, namun sepanjang mengajar aku sangat exciting dengan kejeniusannya. Dia termasuk tipe anak yang dapat menghapal teks apapun sekaligus mengerti apa yang dihapalkannya. Oleh karena itu, kami cukup tergelitik untuk membuat program kerja tambahan yakni mengajarkan bidang studi lainnya. Dan program kerja pengajaran ini pun cukup luwes berjalan terutama oleh Nasir dan teman sebayanya.
Sedikit lagi tentang anak ini, rumahnya jauh… bukan hanya dia, ada beberapa anak lainnya yang berkediaman di empang dan butuh 45 menit untuk berjalan kaki ke sekolah. Hujan maupun panas. Anak-anak seperti Ana, Ani, Tablik, Ipul, Nasir, dan lain-lain. Argh, jadi malu jika membandingkannya denganku.. Mataku di sini terbuka. Saat adik ini mengatakan, “Kak, tidak usah diantar sampai rumah, jalanan kotor dan jauh,” “Kak, gulung celananya, nanti kena becek,” Sudah jarang dijumpai anak-anak yang memiliki jiwa yang besar. Maksudnya, manusia yang mau care dengan lingkungan di sekitarnya tanpa memikirkan diri sendiri terutama untuk ukuran anak-anak. Anak ini mengatakan hal demikian tanpa memperhatikan tubuhnya yang ringkih berjalan dengan becek di kaki. Seringkali kulihat anak ini tidak membawa pulang buku tulisnya, namun ketika ditanya seputar pelajaran kemarin pasti akan menjawab dengan benar. “Kenapa bukunya tidak dibawa pulang?” pernah kutanya “Biasa, kok. Tapi kadang tidak bisa kubaca di rumah,” tukasnya santai Baru kuketahui, rumahnya tak dialiri listrik. Tanpa genset, tanpa aki dan panel surya. Hanya pelita. Subhanallah! Sedikit diberikan motivasi anak emas ini bisa bersinar di masa depannya.
Sepanjang mata memandang terlihat empang dan rumah warga agak jarang. Yah! Tapi demi penyetaraan pemeriksaan dan konsultasi kesehatan di seluruh lapisan masyarakat Desa Tabaroge. Apapun akan kami lalui!! Hidup Mahasiswa!!! #eaa..
Mengisi kelelahan di sela-sela puasa dengan berfoto
Medan yang dilalui menuju Dusun Bau-bau
Menanti waktu Lomba dengan bermain di rumah pakde bersama adik-adik sd.
Oh, ya! Satu hal yang cukup berkesan. Pesantren kilat dimulai pada pagi pukul 8. Biasa alarm akan ku-set pukul 7.30 agar dapat bersiap-siap sebelum mengajar di sd. Pada hari kedua mengajar, tidak kulihat lagi anak sd yang lalu lalang. Biasanya pukul demikian pada hari pertama, mereka sudah berlarian menuju sekolah melewati rumah pakde. Ini sepi. Pikirku, mungkin mereka malas. Kulangkahkan kakiku menuju sekolah, kulihat mereka sudah bermain di halaman sekolah. Lengkap. Usut punya usut, ternyata mereka stand by di sekolah sejak pukul 7 pagi. Masya Allah!!!
Mengisi waktu sebelum lomba dengan Mengadakan Kuis Cerdas Cermat Bahasa Inggris dan Agama. Kali ini bukan di rumah pakde, melainkan di sekolah. Diusir. Lantaran rebut! Hahah!
Foto bersama siswa SDN 140 Tarebbi Indah
Lomba di Desa Bahari selama 3 hari, Alhamdulillah Desa Tabaroge banyak dapat juara
Saking akrabnya inilah yang terjadi pada kakak-kakak KKN
Mengajar bikin origami Bangau
Foto bersama menjelang lomba
Asma – Ilham – Yusuf. Dites ulang sebelum lomba
Nasir – Yusuf – Riswandi, Pemenang Lomba Adzan. Go Tabaroge Go!!
Buka Puasa Bersama dengan Posko Desa Bahari
Desa Tabaroge dan Desa Bahari . Before took pictures. Huehehe!
Sketsaku untuk adik-adik di Tabaroge. Ada pesannya di belakang, tapi malu-maluin kalo diposting'
Akhirnya pengajaran bahasa Jepang berakhir, diakhiri dengan kuis
Bertempat di rumah pakde, kuis diakhiri dengan penyerahan hadiah kepada 3 terbaik.
Mencuci jendela bersama Tuti dan Sukma
Tuti anaknya Ambo Asse’ lagi bantu membersihkan masjid
Anak KKN bersama pemuda setempat mengecat masjid
14 Juli 2013. Sehabis sahur. Kue ulangtahun momento dari teman posko untukku. Biskuit dengan letter H B’Day baluran coki-coki dan Pelita ala Tabaroge ditengah. Met Milad for my self! Thank you for my beloved 41 days roommates!!!
Hari ultahku dilanjutkan dengan jalan-jalan bareng Anak Mudanya Tabaroge ke Air terjun Matabuntu di Wasuponda. 3 jam-lah dari Wotu. Sedikit lagi sampai di Soroako. Best Day!!
Desa Tabaroge kebetulan mayoritas beragama Islam sehingga ada juga yang disebut dengan Jadwal Buka Puasa. Nah, di Tabaroge sangat sering dijumpai warga yang memberikan ‘pabuka’ dengan makanan berat seperti coto, soto, sup, konro, atau bakso.
Silfa – Hasni – Mamanya Hasni. Giliran Mamanya Hasni yang bikin pabuka
Ibel dan Ulfa. Suasana bantu-bantu.
Indo’nya Tuti dan Budes
Rakhmat – Ambo’ (pakde) – Moko . Foto di ultahnya Fika, salah satu gadis manis di Tabaroge
Ulangtahun ke-16nya Fika. Ehem, nggak kelihatan, tapi yang bikin desain kue ultahnya aku, loh! Hehe
Nah, sekarang gilirannya budes bikin pabuka….
Suasana buka puasa di rumah Ambo’
Geng cilik Tabaroge
With Pemuda(i) Tabaroge at TORAJA. Jalan-jalan di minggu terakhir menjelang kepulangan ke Makassar.
Menjelang 2 hari sebelum kepulangan, keluarganya Ambo sudah menyiapkan oleh-oleh untuk dibawa ke Makassar. Hari itu kali kedua memasuki kebun untuk mengambil pisang dan kelapa muda.
Perjalanan memasuki kebun
Banana! Banana!!
Tuti – Rio . Dua anak paling berbekas di hati. Banyak kisah manis bersama mereka…
Pulang dalam keadaan cu’mala’. Haha! Sendal entah ada di mana. Pakaian penuh getah pisang dan lumpur. Banjir keringat. Di bulan puasa. Inilah indahnya hidup di Tabaroge
Asma – Eka – Ayu – Ibel . Ngeluarin isi perut ikan.
Malam terakhir di Tabaroge. Esok malam kami akan berada di bus yang akan mengantarkan kami ke Makassar. Thanks to kak Upi’ yang sudah menyiapkan ikan dan udang yang berlimpah buat dibakar-bakar.
Di bawah pemuda-pemudanya bertugas membakar ikan. Bapak-bapaknya sibuk nonton filmnya Kapten Amerika
Geng pencari lombok dengan cahaya senter hape seadanya. Silfa – Icha – Asma. Awalnya mau nyuri, untungnya masih ada persediaan di rumah Silfa.
Di atas pemudi-pemudinya sibuk bikin sambel buat cocolan ikan dikomando oleh Mba’ Ibel. Aiyah,, asap dari bawah bikin mata berair…!!!
Suasana menyantap ikan bakar. Lahapnyaa…
Acara bobo’-bobo’ bareng sambil cerita horor di tengah kegelapan malam. Pokoknya tidak ada yang boleh tidur!
So nostalgic….
Pukul 4 sore, beberapa jam sebelum keberangkatan. Mobil pick up milik keluarga Ilham sudah stand by mengantarkan oleh-oleh dan koper ke jalan poros tempat bus menunggu.
Rencana kepulangan akan dimulai pukul 7 malam. Tidak tanggung-tanggung oleh-oleh dari Tabaroge. Kelapa muda 60 buah, 5 karung pisang raja, 1 karung jeruk nipis, entah berapa kantung besar semangka ranum, gula merah, dan Kacang Sembunyi. Benar-benar SATU PICK UP!!! Syukurlah, bus yang ditumpangi bukanlah bus AC. Menjelang buka puasa, saatnya berpamitan kepada warga Tabaroge….. Sungguh berat terasa ketika kaki melangkah menuju salah satu rumah warga. Rumah pertama adalah rumah Mama Eka. Dari kejauhan telah tampak di matanya belingan air mata. Tampaknya ia sudah menebak kedatangan kami ke sana adalah ingin berpamitan. Kutahan air mataku untuk tumpah. Singkat kami cium tangannya dan berlalu dalam senyum. Hanya kalimat singkat dari kordesku, “Terima kasih, bu…” Kaki gontai berjalan menuju rumah lainnya, tak terasa air mata kami mulai tumpah. Sempat lama kami terdiam di bawah rumah Mama Hasni hanya untuk menghapus air di mata. Kami pun bertemu dengan satu persatu ibu-ibu yang telah sangat akrab dengan kami selama 41 hari di Tabaroge. Rumah keempat, akhirnya kami berhenti. Melewati masjid dimana telah berkumpul warga lainnya. Mereka terlihat menanti kami sejak tadi. Tak kami hiraukan kami kembali ke rumah Ambo’. Lama kami terisak... satu persatu slide kenangan selama 41 hari tertumpah. Mulai sejak kami tiba hingga berada di ruangan itu. Kenangan di masjid, sekolah, rumah warga… semua teringat jelas dan rapi. Benakku, sungguh luar biasa warga di sini… kebersamaan dan kekeluargaannya sungguh merasuk hingga ke hati kami. Seorang gadis manis berkulit gelap, Fika. Datang dan langsung memelukku. Air mataku tumpah. Kuingat saat malam-malam ia datang kepadaku meminta diajarkan tips untuk wawancara masuk SMA yang sekarang ia tempati. Suasana semakin hening, hanya suara tangisan yang ada. Dua gadis kecil, Sara dan Tuti mulai terisak saat Ulfa memeluk mereka sambil memberi pesan terakhir. Tidak lama datang ibu dari Fika dan Tuti beriringan memeluk kami dan berlalu pergi sambil menahan air matanya. Tuhan, kami tidak pernah menyangka akan seberat ini meninggalkan Tabaroge. Kaki kami melangkah menuruni tangga rumah Ambo’. Perasaan kami mulai tenang. Bagaimanapun kami harus berpamitan baik-baik kepada semua warga yang telah menunggu kami di masjid. Kulihat semua mata tertuju kepada kami. “Ini akan menjadi buka puasa terakhir kita di Masjid Tabaroge,,” Kami memasuki masjid sambil tersenyum, kulihat mata merah ibu-ibu yang biasa kami panggil mama di sana. Diam. Kami duduk berbaur. Masih diam. Aku pun tidak sanggup mengucapkan kata-kata perpisahan maupun pesan kesan yang pantas saat itu. Rasanya mata yang tadi diusahakan kering akan berair kembali bila suara ini keluar.
Tanpa sadar, sebentar lagi akan berbuka. Menu hari ini adalah bakso dari rumah Ambo Sakka. Lekas ibu-ibu mulai menyirami mie dan kami mulai bergerak menyusun di tempat orang akan duduk.
Terima kasih untuk warga desa Tabaroge... semoga ada jodoh untuk bertemu kembali. Amin!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H