Mohon tunggu...
Kyndaerim
Kyndaerim Mohon Tunggu... Penulis - Blogger Perempuan asal Sumatera Utara

Owner: kyndaerim.com Penulis puisi, cerpen, dan cerbung. Tinggal di Bali, asal Sumatera Utara.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Upacara Bendera

5 September 2020   23:00 Diperbarui: 5 September 2020   23:03 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku Anto. Seorang siswa SMA yang kurang menyukai Senin pagi dan upacara bendera di hari itu. Semenjak kelas 2 SMA, aku merasa sangat cerdik. Dikarenakan aku punya ide cemerlang saat pipis di toilet sekolah. Aku terpaksa melakukan ini, karena memang aku kurang menyenangi upacara bendera, aku tidak suka terpanggang di bawah terik matahari pagi.

"Bon. Tunggu aba-aba dari aku ya," aku berbisik pada Boni yang sudah tahu rencana besarku.
"Bereeess.." sambung Boni.

Panas matahari pagi mulai merasuk ke tulangku, seakan makin menggelapkan kulitku.

"Bon, siap ya, aku mau jatuh ni," aku menyambar sebuah bisikan ke telinga Boni.

Dan akupun mulai beraksi.

"Ada yang pingsan! Ada yang pingsan!" teriak Boni.

Sontak barisan demi barisan beranjak dari tempatnya. Kalau bahasa gaulnya kepo.

Boni dan dua temanku mulai menggotongku ke UKS. Tempat paling strategis untuk pacaran eh maksudku mengademkan diri. Terbaringlah aku disana. Dengan mata terpejam, aku mendengar Boni berucap, "Makasih ya bro, udah ini anak biar aku yang urus, biasanya dia suka kentut kalo lagi pingsan gini," ah Boni sekate-kate, batinku.

Akupun mulai membuka mata, "Aah.. Akhirnya bebas dari upacara pagi yang membosankan."
"Eh To, kamu ini kebanyakan dosa ya? Perasaan berat banget waktu aku gotong tadi," celetuk Boni kesal.

"Jangan gitu dong Bon, kalau nolong orang tu harus totalitas, biar dapet tastenya," ujarku santai.
Senin pertama pingsanku berhasil. Berikutnya aku harus atur strategi lebih matang lagi. Dan pastinya aku masih bersekongkol dengan Boni.

Aku dan Boni berbaris di tempat yang sama. Aku di barisan kelima dan Boni tepat di belakangku. Kali ini aku punya ide lain agar tidak berbisik dan menghindari kecurigaan warga sekitar. Kodeku kali ini adalah menginjak kaki Boni.
Dramapun dimulai.

"Eh, eh, aduh, tolongin dong!" Boni teriak.
Dan lagi dua orang datang menggotongku ke UKS.

Setelah dua orang itu pergi. Aku pun bebas.

"Eh To, nginjeknya pelan aja dong, sakit tau," keluh Boni.

"Hehe.. Maap Bon, kalau aku nginjeknya pake hati, nanti bukan begini ceritanya," seruku bercanda.
Senin ke empat di minggu terakhir bulan Juli. Aku merasa menjadi ahli dalam hal perpingsanan saat upacara.

Aku mencoba bertahan lebih lama. Namun, saat komandan upacara mulai ceramah, ini waktu yang tepat.
"Bon, jangan lupa es tehnya," bisikku pada Boni.

Mulailah aktingku kupertontonkan pada khalayak ramai. Sesampainya di UKS, aku mendengar percakapan Boni dengan Pak Johar, guru BP yang di cap kejam kalau sudah mencyduk murid-murid yang masih seliweran di luar sekolah, yang terlambat datang atau yang terlibat masalah-masalah berat.

Kata Pak Johar dengan khas logat bataknya, "Biar saya saja yang menunggu Anto sampai sadar."

Dan Boni pun tak kuasa menolak permintaan sang guru BP.

Tubuhku mulai mengeluarkan bau busuk eh maksudku keringat dingin, "Duh, mati aku! Bisa pingsan beneran kalau gini ceritanya," batinku ketakutan.

Pak Johar mulai duduk di kursi tepat di sebelah dimana aku sedang terbaring pura-pura lemah.

Aku yang sedari tadi mengintip gerak-gerik Pak Johar, merasa lelah. Mungkin sudah saatnya aku sudahi sandiwara ini.

"Eh, sudah sadar kau Anto. Ini minum dulu jus buah delima sama campuran wijen. Waktu sekolah dulu, saya juga sering pingsan, lalu nenek saya kasih ini resep. 

Ini biji delima dengan wijen, kaya akan kandungan zat besi dan protein yang dapat meningkatkan produksi sel darah merah, sehingga meningkatkan kadar hemoglobin. 

Campurkan semua bahan tadi, lalu aduk rata," aku merasa menonton acara Dr. Oz, "..Kau minta tolonglah sama mamakmu bikin minuman ini tiap pagi habis sarapan selama 2 bulan. Biar jangan pingsan-pingsan lagi kau. 

Kasiankan kawan-kawan kau mengangkat dari tengah lapangan sana menuju kemari," aku mendengar dengan seksama perkataannya, sambil masih pura-pura lemas.

"Iya pak, terima kasih banyak pak," ucapku tulus, dan mungkin aku nggak akan pura-pura pingsan lagi. Pak Johar telah menyadarkanku bahwa kelakuanku setiap Senin pagi memang menyusahkan teman-teman yang menyumbangkan tenanganya hanya untuk mengangkat tubuhku yang penuh dosa ini. Terutama Boni yang dari awal terlibat dalam rencana gilaku ini.

Maafkan aku ya teman-teman dan terima kasih Pak Johar yang ternyata sangat baik dan peduli dengan muridnya. Dan kejadian ini telah menyadarkanku dari pingsan-pingsanan ini. (kyndaerim)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun