Piagam Madinah sebagai konstitusi modern pertama di dunia karena dibuat berdasarkan perjanjian dengan penduduk Madinah dan tertulis. Tercatat ada 13 komunitas warga Madinah yang setuju Piagam Madinah. Di antara mereka adalah, orang-orang beriman dan Muslim yang hijrah dari Mekkah ke Madinah, adalah orang-orang yang beriman dan Muslim dari Yathrib, Yahudi yang terbagi menjadi 6 Banu (Banu Awf, Bani Sa'idah, Banu al-Hars, Banu al-Najjar, Banu Amr ibn Auf, Banu Sa'labah), Banu Jusyam, Banu Al-Nabit, Banu al-Aws, Suku Jafnah, Banu Syuthbyah. . Disini kita bisa melihat bahwasanya Nabi Muhammad merupakan seorang yang demokratik, beliau memilih untuk membuat keputusan bersama daripada menggunakan otoritasnya secara penuh pada saat itu.
Jimly Ashiddiqie menyebutBhandari dalam bukunya Principles of Politics menyebutkan beberapa unsur yang harus dikandung oleh sebuah konstitusi. Unsur-unsur tersebut adalah Pertama, hak-hak manusia yang harus dijamin oleh negara, unsur ini disebut dengan constitutions of liberty. Kedua, organisasi pemerintahan yang disebut dengan constotutions of government. Ketiga, kedaulatan dan pembagian kekuasaan yang disebut dengan constitutions of sovereignty . Jika kita melihat dari segi substansi nilai di piagam Madinah yang mempunyai 47 pasal, menurut Suyuthi Pulungan , secara garis besar Piagam Madinah memuat 14 prinsip, yaitu 1) prinsip umat; 2) prinsip persatuan dan persaudaraan; 3) prinsip persamaan; 4) prinsip kebebasan; 5) prinsip hubungan antar pemeluk agama; 6) prinsip tolong-menolong dan membela yang teraniaya; 7) prinsip hidup bertetangga; 8) prinsip perdamaian; 9) prinsip pertahanan; 10) prinsip musyawarah; 11) prinsip keadilan; 12) prinsip pelaksanaan hukum; 13) prinsip kepemimpinan; dan 14) prinsip ketakwaan, amar ma'ruf dan nahi munkar.
Dengan penetapan Piagam Madinah itu, Nabi Muhammad berhasil membangun masyarakat yang bersatu dari unsur-unsur heterogen, multikultur; yaitu Muslim, Yahudi, Nasrani, penganut paganism, dan Kabilah/ suku yang ada disamping menciptakan persaudaraan nyata di kalangan Muhajirin dan Ansar. Di dalam masyarakat yang bersatu itu, Muhammad diakui memiliki kekuasaan tertinggi untuk menyelesaikan berbagai masalah yang timbul di kalangan mereka
Seperti halnya jika kita sandingkan dengan UUD 1945, dilihat dari segi hierarki dari teori norma oleh Hans Nawiasky. UUD 1945 yang menjadi konstitusi negara Indonesia merupakan norma hukum yang merujuk pada Pancasila sebagai norma fundamental negara, Berdasarkan teori Nawiasky, A. Hamid S. Attamimi membandingkannya dengan teori Hans Kelsen dan menerapkannya pada struktur tata hukum di Indonesia. Hamid menunjukkan struktur tata hukum berdasarkan teori tersebut adalah:
1)Norma Fundamental Negara (Staatsfundamentalnorm) adalah Pancasila yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945;
2)Aturan Dasar Negara/Aturan Pokok Negara (Staatsgrundgesetz) adalah Batang Tubuh UUD 1945, Ketetapan MPR dan Konvensi Ketatanegaraan;
3)Undang-Undang "Formal" (Formell Gesetz) adalah Undang-Undang;
4)Peraturan Pelaksanaan dan Peraturan Otonom (Verordnung & Autonome Satzung) adalah secara hierarki mulai dari Peraturan Pemerintah hingga Keputusan Bupati atau Walikota.
Hal ini berarti merupakan suatu pertanyaan, jika saja Piagam Madinah merupakan suatu konstitusi, pastinya Nabi Muhammad pada saat itu tidak memutuskannya hanya berdasar kesepakatan saja. Namun ada nilai yang lebih tinggi dalam menentukan kebijakan mengenai subtansi yang ada di Piagam Madinah tersebut.
Jika kita merujuk pada 14 prinsip yang sudah disebutkan oleh Suyuthi pulungan diatas, ternyata prinsip-prinsip tersebut merupakan nilai yang terkandung dalam kitab umat islam sendiri, aitu Al-Qur'an. Lebih ringkasnya lagi, butir-butir yang terkandung di dalam piagam Madinah terdiri atas pasal-pasal yang mengandung prinsip-prinsip kehidupan bernegara, di antaranya : prinsip tolong menolong dan membela yang teraniaya, prinsip bela negara (pertahanan) bersama, prinsip musyawarah dan keadilan, prinsip menegakkan hukum, dan prinsip kepemimpinan.
Prinsip tolong menilong seperti halnya yang tertulis pada Al-Qur'an, Al-Maidah Ayat 2 yang berarti "Saling menolonglah kamu dalam melakukan kebajikan dan taqwa. Dan jangan saling menolong pada perbuatan yang dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah SWT. Sebenarnya siksaan Allh SWT sangatlah pedih." . Kemudian prinsip bela negara juga tersurat pada Al-Qur'an, kata negara/tanah air (balad) Kata balad dalam Al-Qur'an, dengan segala derivasinya terulang sebanyak sembilan belas kali . Sebagian berkaitan dengan permohonan Nabi Ibrahim a.s. agar negeri yang ditempati menjadi negari yang aman (QS. Al-Baqarah [2]: 126), dan juga pentingnya memiliki cita-cita mulia akan adanya negara yang baik di bawah ampunan Allah Swt (QS. Saba' [34]: 15). Sebagian lagi berkaitan dengan sumpah Allah Swt dengan kata balad negeri (Makkah) (QS. Al-Tin: [96]: 3), dan sebagian lagi berbicara tentang orang-orang kafir yang berbuat zalim di suatu negeri (QS. Al-Farj [89]): 8. dan lain sebagainya. Apapun konteks penyebutan kata balad atau baldah dalam Al-Qur'an, yang jelas semuanya bermuara pada pengertian bahwa kata balad atau baldah adalah daerah, tempat, kota, negeri, negara, kampung atau wilayah tertentu. Dalam konteks kehidupan bernegara, jelas bahwa keberadaan wilayah atau tanah air menjadi suatu keniscayaan bagi tegaknya suatu bangsa dan negara. Oleh karenanya tafsiran dari ayat ayat di ataspun menganjurkan dalam mempertahankan negara/tempat yang kita tinggali.