Mohon tunggu...
Aiy-aiy Iin
Aiy-aiy Iin Mohon Tunggu... wiraswasta -

penggemar daging matang dan penikmat coretan.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Antara Cinta dan Cita

14 Oktober 2013   23:48 Diperbarui: 23 Februari 2016   15:43 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

"Kita sudah bersama sejak tiga tahun aku jujur sudah merasa nyaman bersama kamu, diterima di keluarga kamu dan.. Ehem" aku berhenti sejenakDan aku melihat rona semu merah dipipinya dan tatapan bingung dengan kata-katakuAku pun sempat ragu melanjutkan perkataanku tapi aku kuatkan lagi mentalku untuk melamarnya."Tutup mata yah.." pintaku lembut"Haduh pakai tutup mata segala, oke deh aku tutup mata" jawabnyaAku mulai mengambil kotak kecil dari saku dan kusodorkan perlahan sambil dan meminta Kintan membuka matanya."Wauw.." dan Kintan pun terperanjat kaget melihat cincin berlian yang kusodorkan padanya"Ini.. Wauw..aku gak tau harus bilang apa?" Jawab Kintan seraya menahan airmata bahagia atau sedih"Aku mau kamu menjadi pendamping hidupku,selamanya dan menjadi ibu untuk anak-anakku" pintaku dengan nada bergetar

 

Aku melihat Kintan berkaca-kaca, ada air mata yang menggantung lembut di matanya."Jawab, sayang" pintaku lembutEkspresi raut wajah Kintan tidak menunjukkan dia sedang dalam keadaan bahagia karena telah dilamar. Lebih tepatnya,sedih.Jantungku mulai berdegup kencang saat aku sadari bahwa dia tidak mau menikah denganku.Dia tidak mencintaiku,tapi benarkah dia tidak mencintaiku? Apa ada laki-laki lain yang dia sukai? Berbagai pertanyaan melesat riuh diotakku."Kamu tidak senang, sayang? Tanyaku sekali lagi."Aku bahagia, aku senang" jawabnya sambil tertunduk meneteskan air mata."Berarti kamu menerima lamaranku" tanyaku

 

"Tapi,aku dapat beasiswa kuliah di Jepang selama 3 tahun, dan berangkat sabtu depan.." Ucapnya perlahan sambil mengumpulkan kekuatan dengan menggenggam kembali tangankuDan, BaaaaaaaammmDunia serasa runtuh menimpaku, aku bingung harus menanggapi pernyataan Kintan tentang beasiswanya. Aku tahu, cita-citanya adalah mendapatkan beasiswa ke luar negeri. Dan, aku pun merasa sakit karena sudah pasti Kintan tidak akan disampingku lagi.

"Maafin aku, Rama dan sabtu depan aku sudah berangkat. Aku sudah mempersiapkannya tanpa sepengetahuanmu" kata Kintan gemetar
"Kamu gak salah sayang, ini mimpimu kan, aku bisa memahami kok. Kita masih bisa hubungan jarak jauh, ada email,ada ponsel... Kita masih bisa berhungan, sayang" jawabku berpura-pura tegar"Tapi aku tidak ingin kau tunggu. Aku ingin memulai hidupku yang baru, kamu pun juga. Sejujurnya bukan aku tidak percaya, tapi aku tak mampu berhubungan jarak jauh. Aku tak ingin tersiksa rindu, dan aku pun tak ingin menyiksamu" katanya sambil berlinang air mata."Jadi, kita berteman saja" sambungnya
Aku hanya bisa bisa tertunduk, semua rencana gagal dan sekarang bukan mimpi indah di depan mataku. Ini menyerupai kiamat. Aku kehilangan dia, Sungguh, aku baru sadar takdir malam ini melenggang dengan sangat angkuh di hadapanku.
Pergilah.. Ternyata bukan aku mimpimu...

--The End--

Kolaborasi iin aiy aiy-Nicken

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun