Ini cerita musim panas yang lalu.
Saya sebenarnya sudah janji kepada diri sendiri, enggak bakal jalan2 ke negara Eropa selatan di musim panas. Selain panasnya amit2 (bisa mencapai 40 derajat), tempat2 itu bakal penuh dengan turiss, bikin nggak nyaman untuk jalan-jalan, secara saya agak kurang ngefans sama sesama manusia ;)
Namun berhubung teman baik saya dari Indonesia lagi menjelajah Italia dan ingin ketemuan di Roma, maka saya mengiyakan rencana untuk ke Roma bulan Agustus. Bunuh diri, saya tau. Panasnya bakal luar biasa dan orang2nya bakal membludak.
Untung dari Kopenhagen, sangat gampang ke Roma. Airline bujet semacam Norwegian pun mengobral tiket murah, bahkan di bulan Agustus. Namun saya hanya dapat non stop flight waktu berangkatnya saja, pulangnya harus transit di Vienna naik Niki Air, maskapai milik bekas pembalap Niki Lauda
Sesampai di Fiumicino airport, bisa beli tiket kereta ke Stasiun sentral Roma Termini. Nama keretanya Leonardo Express, harga tiketnya kalau tidak salah 14 euro sekali jalan. Maklum, jarak antara kota dan airport mungkin lumayan jauh.
Namun jangan diharap si kereta bersih dan wangi, yang muncul ternyata kereta bobrok yang sudah berkarat. Yah, selamat datang di Italia.
Berhubung teman saya adalah bujet traveller, jadi kita mencari hostel dengan kamar pribadi, bukan dorm. Alias tengah2, antara hostel dan hotel. Pesan saya waktu itu cuman satu, cari yang ada AC nya, karena Italia di musim panas enggak banget deh. Waktu itu kami mendapatkan kamar di Papa Germano, yang mendapat review2 bagus di internet. Kamarnya sendiri bersih, kamar mandi sharing, mirip seperti kamar kos2an, dengan korden, bed cover yang tidak matching, tapi yang penting: ADA AC!
Roma.
Ah, kota ini cantik sekali walaupun dalam suasana panas menyengat. Walaupun keringat tak berhenti menetes sampai seluruh badan basah kuyup, tetap kami takjub dengan bangunan2 kuno yang sudah berumur ratusan tahun.
Berkunjung ke Fontana di Trevi pun wajib hukumnya
Juga ke daerah2 bersejarah lainnya seperti Spanish steps, Trastevere (kota tua Roma?)
Jalan-jalan ke Colosseum dan Forum Romanum
mengunjungi Pantheon
dan juga Piazza Navona
Castel St. Angelo pun harus dilihat biar sah hukumnya ada di Roma ;)
Seperti yang saya tulis diatas, panasnya Roma tidak ada yang mengalahkan. Mungkin karena di Indonesia kita terbiasa naik mobil kemana2, dengan AC, sedangkan di Roma mau tidak mau harus sering jalan kaki. Untungnya di Roma banyak pancuran2 air dimana kita bisa mengisi botol air minum. Jangan kuatir, air nya bisa diminum kok, dan dingin sekali, sejuk untuk mendinginkan badan yang kepanasan.
Juga makan gelato yang murah meriah dan enak luar biasa.
Selain mengunjungi bangunan2 kuno, kami tentunya wisata kuliner. Agak sulit sebenarnya wisata kuliner di Roma karena banyak restoran2 yang hanya meng"cater" turis sehingga kurang asli dan harganya pun jadi mahal. Kami rela blusukan masuk keluar gang hanya demi secarik kertas berisi daftar nama restauran yang kami sudah catat dari berbagai macam web. Sayang, si tukang fotonya biasanya keburu kelaparan untuk memotret jadi maaf tidak ada foto disini :)
Kami berdua juga jalan2 ke Vatikan, namun akan diceritakan di artikel terpisah. Yang jelas saya kapok. Bukan ke Roma-nya tapi ke Roma pada musim panas
Roma sendiri cantik, megah, luar biasa, tidak dapat digambarkan, tapi akan lebih nyaman dinikmati jika tidak selalu berkeringat terus2an. Apalagi ada suatu kesempatan dimana kami harus mengantri masuk museum di Vatikan di panas terik matahari sampai 45 menit. Ampun!
Yang jelas, saya akan kembali lagi ke Roma, suatu saat.
PS: Semua foto adalah milik pribadi, mohon minta ijin bila ingin menggunakan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H