Hari ini (28/11/2020) menjadi hari bersejarah bagi Persija Jakarta. Tim Macan Kemayoran merayakan hari jadinya yang ke-92 tahun. Banyak torehan emas yang telah diraih klub yang berdiri dengan nama Voetbalbond Indonesische Jacatra (VIJ) ini.
Juara 9 kali kompetisi Perserikatan serta 2 kali juara Liga Indonesia dan menjuarai berbaggai  turnamen nasional-internasional membuat Klub yang berkandang di Stadion Gelora Bung Karno ini menjadadi salah satu klub yang tersukses di Indonesia.
Namun, dibalik kesuksesannya ada cerita pilu yang kerap dirasakan klub Ibu Kota ini. Selain sering berpindah-pindah home base pada kurun satu dekade terakhir, Persija acap kali terkena imbas dari permasalahan force majeure yang beberapa kali mengganggu kestabilan kompetisi Liga Indonesia.
Force Majeure adalah kejadian atau keadaan yang terjadi diluar kuasa dari para pihak yang bersangkutan, sehingga suatu kegiatan tidak dapat berjalan dan dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Dalam keadaan force majeure memang bukan hanya Persija saja yang dirugikan, hampir semua klub yang berkompetisi tentu mengalami kerugian. Namun, yang unik ialah ketika kompetisi sepak bola di  Indonesia terhenti atau dihentikan karena alasan force majeure maka Persija selalu menjadi sorotan utamanya. Mengapa demikian? Mari kita lihat ulasannya.
Dalam catatan sejarah, kompetisi Liga Indonesia pernah 3 kali terhenti karena alasan force majeure yaitu musim 1997/1998, 2015, 2020. Untuk tahun yang terakhir nasibnya masih menggantung karena belum dapat izin keramaian dari pihak kepolisian.
Dari ketiga musim tersebut, tentu alasan dibalik penghentiannya pun tak sama.
Pada gelaran Liga Indonesia IV (Ligina IV) musim 1997/1998. Persija yang saat itu berambisi merebut titel juara sangat serius membangun tim-nya. Kala itu berbagai pemain bintang didatangkan sebut saja Nur Alim pemain terbaik Ligina III musim 1996/1997.
Selain itu masih ada pemain beken lainnya seperti Miro Baldo Bento, Budiman Yunus, sampai Olinga Atangana. Namun, rencana Persija untuk merebut gelar juara di musim 1997/1998 buyar.
Musim 1997/1998 kompetisi dihentikan di tengah jalan karena alasan krisis moneter dan kondisi keamanan di berbagai wilayah Indonesia yang saat itu tidak aman, alias penuh dengan kerusuhan karena imbas dari keadaan politik yang memburuk.
Kemudian tahun 2015 saat kompetisi kasta teratas berlabel QNB League, Persija kembali membangun tim dengan serius. Selain memulangkan Bambang Pamungkas dari Pelita Bandung Raya (PBR), manajemen tim Macan kemayoran juga mendatangkan pemain-pemain top seperti Alvin Tuasalamony, Greg Nwokolo, Stefano Lilipaly serta legiun asing Martin Vunk (Estonia) dan Yevgeni Kabayev (Rusia).
Namun, niat baik Persija dalam membangun tim kembali kandas ketika Kompetisi tahun 2015 dihentikan di pekan ke-3. Saat itu PSSI terlibat konflik dengan Kemenpora, penyebabnya ialah soal legalitas beberapa klub yang dipertanyakan oleh BOPI dan Kemenpora.
Sebelum kick off QNB League 2015 BOPI dan Kemenpora sebenarnya telah mengingatkan kepada PSSI perihal legalitas beberapa klub yang masih bermasalah. Namun, PSSI mengabaikan arahan itu, dan akhirnya BOPI dan Kemenpora murka.
Menpora saat itu, Imam Nahrawi menerbitkan SK Pembekuan PSSI pada 17 April 2015. Dan Menpora mengirim surat kepada Kepolisian RI agar tidak menerbitkan izin pertandingan kepada PSSI.
Akhirnya, pada awal Mei 2015, PSSI mengadakan rapat dengan para Exco dan memutuskan untuk menghentikan seluruh kompetisi. Intervensi pemerintah kepada PSSI mendapat sorotan dari FIFA, yang pada akhirnya Indonesia mendapatkan hukuman dari FIFA. Sepak bola Indonesia tidak boleh tampil di ajang Internasional.
Lima tahun berselang, tepatnya tahun 2020. Persija kembali membangun tim dengan pemain bertabur bintang, tujuannya ialah merebut titel juara Liga 1 2020, yang setahun lalu hilang dan direbut Bali United. Seperti yang telah diketahui Persija berhasil Juara Liga 1 2018.
Musim 2020 Persija banyak mendatangkan pemain berlabel Timnas, sebut saja Evan Dimas, Osvaldo Haay, Alfath Fatier. Selain itu Persija juga mendatangkan mantan pemain Juventus dan AS Roma yaitu Marco Motta.
Persija yang baru mendapatkan empat poin, hasil dari satu kali menang dan satu kali seri harus menghadapi kenyataan pahit.
Bayang-bayang kisah pilu 97/98 dan 2015 akhirnya menjadi nyata saat wabah virus corona atau  covid-19 merebak di seantero dunia, dan Indonesia terkena imbasnya. Operator Liga dan PSSI menghentikan seluruh kompetisi di Indonesia dari kasta teratas sampai terbawah.
Sejak kick off yang dimulai Maret 2020 sampai November 2020 tidak ada hiruk pikuk sepak bola di Indonesia. Wacana lanjutan Liga 1 2020 sebenarnya santer bergulir awal Oktober tahun ini, tapi pihak kepolisian tidak memberikan izin keramaian sampai saat ini. Pandemi yang tak kunjung surut menjadi alasan belum juga dimulainya lanjutan kompetisi 2020.
Setelah 1997/1998 dan 2015, musim 2020 Persija kembali dibuat gigit jari. Saat kerangka tim diisi para pemain bintang serta manajemen dan official serius membangun tim guna bersaing merebut titel juara, kompetisi kembali terhenti.
Sebagai pecinta sepak bola tanah air tentu kita berharap ada kepastian kompetisi ke depannya, entah itu menghentikan total kompetisi musim 2020 dan memulai kompetisi baru dengan label Liga 1 2021, atau berbagai opsi lainnya.
Selamat ulang tahun yang ke-92 tahun Persija Jakarta, semoga sepak bola Indonesia segera pulih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H