Pada era pasca kemerdekaan, sastra Betawi masih tetap eksis dan bertambah eksistensinya. Dalam Buku "Ketoprak Betawi" (2001:2) Ridwan Saidi menyatakan bahwa ada seorang pakar bahasa Indonesia yang mengatakan bahwa pada abad XXI bahasa Betawi akan menggantikan kedudukan Bahasa Indonesia.
Hal ini seiring dengan dikenalnya Firman Muntaco sebagai sosok penulis Betawi yang berhasil menggebrak media cetak pada 1957-1965. Firman mampu menerobos pasar higga luar Betawi, sehingga dialek Betawi Mulai di kenal agak luas di Nusantara. Membaca karya-karya di era ini akan menghasilkan pengetahuan tentang Betawi sesungguhnya "oh jadi Betawi kayak gini".
Zaman 2000-an, muncul sastrawan-sastrawan muda seperti Zen Hae, CGR, Ratih Kumala. Kalau tadi Firman Muntaco dan kawan-kawan menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana sebenarnya Betawi. Kini Ratih Kumala, dkk "Betawi, riwayatmu kini". Mereka masih menggunakan dialek betawi dalam tulisan-tulisannya, hingga dibumbui humor-humor ceria khas Betawi.
Begitulah transformasi Betawi dalam prosa. Dari berbagai paparan di atas dapat diketahui bahwa sejak lama orang-orang Betawi telah mencapai tingkat intelektualitasnya dengan berkembangnya budaya membaca dan menulis. Saya rasa hal ini cukup mematahkan istilah "anak Betawi ketinggalan zaman".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H