Mohon tunggu...
Zainul Kutubi
Zainul Kutubi Mohon Tunggu... Administrasi - Menceritakan sesuatu lewat tulisan

Suka menulis puisi di tumblr: tulisanzainn.tumblr.com | ig: @zkutubi | twitter: @Al_kutub | Email: Al_kutub@ymail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Anak Kecil Memang Seperti Itu, Pak Ustaz

18 Januari 2020   13:15 Diperbarui: 18 Januari 2020   13:15 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Tempo.co)

Akhir 2019 Jakarta diliputi hujan yang cukup deras sedari sore sampai malam. Ketika itu saya berada di barisan belakang saat Shalat Maghrib di masjid sekitar rumah, setelah salam dan selesai Shalat biasanya sang Imam membaca dzikir dan kemudian dilanjutkan dengan do'a-do'a.

Namun, saat itu berbeda. Sang Imam belum juga mengeraskan kalimat serta bacaan dzikirnya tiba-tiba dari shaf atau barisan belakang ada kegaduhan, dan semua orang dikagetkan dengan hentakan keras berbunyi "elu, elu, elu, setan semua" sambil menunjuk jari manis kata-kata itu di arahkan kepada tiga anak kecil yang mungkin usianya masih di bawah sepuluh tahun.

Lebih parahnya kata-kata itu terlontar dari seseorang yang cukup dikenal di daerah sekitar yang biasa disebut dan dipanggil dengan Ustadz.

Saya tidak habis pikir memang, seorang Ustadz yang seyogyanya memberi panutan dan keteladanan malah mengeluarkan kata-kata yang tidak sopan. Terlebih kata-kata itu di arahkan kepada anak-anak kecil yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar, yang memang hakikatnya usia-usia seperti itu tidak luput dari canda dan tawa.

Sepenglihatan saya dan sependengaran saya ketika itu anak-anak kecil tersebut memang saling bercanda antara teman-temannya. Namun, nampaknya hal tersebut masih bisa ditolelir karena pada saat itu saya melihat kegaduhan tersebut intensitasnya tidak tinggi, bahkan cendrung sedang dan lambat.

Kegaduhan berupa canda dan tawa yang dilakukan oleh seorang bocah memang menjadi hal yang biasa, karena memang pada saat usia-usia itu mereka belum bisa menimbang dan memilih mana yang seharusnya wajar dan tidak wajar ketika dilakukan.

Dalam bahasa agamanya mereka yang masih berusia dini disebut belum akhil baligh. Dalam hukum Islam akhil baligh artinya menunjukan seseorang telah mencapai tingkat kedewasaan.

Menyoal kebiasaan buruk anak-anak ketika berada di Masjid, mungkin hal yang paling utama ialah menasehati dan mengedukasinya, susah memang. Namun, jika tidak kita nasehati, dengan cara apa memberi pengertian kepada anak-anak kecil itu?. Apakah dengan cara membentak dengan umpatan keras seperti contoh Ustadz di atas?, tentunya tidak.

Oleh karena itu sabar adalah kunci utama dalam menghadapi anak-anak. Mungkin Ustadz tersebut khilaf atau lepas kendali sehingga membentak anak-anak?, ahh rasanya tidak.

Beberapa tahun yang lalu di tempat yang sama, saya menyaksikan dan mendengarkan dengan mata dan kepala saya sendiri kejadian serupa dilakukan oleh orang yang sama. Namun, bedanya saat itu terjadi saat Shalat Jum'at.

Sambil menunjuk-nunjuk jari ia mengarahkan ke lantai dua tempat dimana anak-anak biasa berkumpul, saya tak ingat dengan jelas kata-kata kotor apa yang keluar saat kejadian beberapa tahun yang lalu itu. Sungguh sangat tidak pantas ketika khotbah Jum'at sedang ingin dimulai malah terjadi hal yang demikian.

Yang terbaru, bulan Januari di tahun 2020 belum juga berakhir. Reaksi kasar dan umpatan yang tak pantas kembali terontar, yah dari orang yang sama dan di tempat yang sama pula. Bedanya kejadian itu selepas Shalat Isya beberapa hari yang lalu tak lama dari tulisan ini terbit.

"Stop" ujarnya, sambil menghadang di depan pintu, anak-anak kecil itu tak boleh keluar. Dengan nada tinggi ia kembali membentak " elu, elu, elu kebelakang ulang Sholatnya, nggak sah lu sholat becanda mulu". Tentunya ditambah dengan makian yang lainnya.

Yang sudah terbiasa melihat kejadian tersebut mungkin agak tenang walaupun dalam hatinya penuh dengan rasa geram melihat kejadian tersebut. Namun, bagi mereka yang baru pertama kali melihat hal tersebut tentu lebih geram dan tidak habis fikir tentunya.

Dengan berbagai alasan apapun melontarkan umpatan seperti itu dan dilakukan kepada anak di bawah umur memang tidak dibenarkan baik oleh Ustadz maupun mereka yang bukan Ustadz, terlebih umpatan tersebut dikeluarkan di tempat yang suci yaitu Masjid.

Dengan kejadian tersebut secara langsung ia menyampaikan ke khalayak ramai, bahwasanya ia tidak bisa memberi contoh dengan gelarnya tersebut. Ada kalimat bagus dalam buku berbahasa arab yang berjudul Attarbiyyah Al-Islam: hal 201, karangan Al-Ahwani, kira-kira terjemahannya seperti ini:

"Sebelum kamu memperbaiki akhlak putera-puteraku, sebaiknya kamu memperbaiki terlebih dahulu akhlakmu. Karena mata mereka terkait degan matamu. Suatu yang baik menurut mereka ialah apa yang kamu anggap baik, dan suatau yang buruk menurut mereka ialah apa yang kamu anggap buruk".

kalimat tersebut menggambarkan dan menguatkan bahwasanya anak-anak kecil itu terpengaruh terhadap gurunya dan apa yang di lihatnya.

Perilaku yang sangat reaktif tersebut sungguh sangat buruk dan dapat merusak mental anak itu sendiri. Seorang yang dianggap Ustadz sejatinya adalah guru, guru bagi lingkungannya, guru bagi murid-muridnya dan guru bagi apa yang ada di sekitarnya.

Poin pentingnya disini kita bisa menilai sikap reaktif orang tersebut terhadap anak-anak, menunjukan manifestasi yang sesungguhnya dari pribadinya. Imbasnya ialah kewibawaannya pun jatuh.

Yah Setelah saya mengamati rasa-rasanya kewibawaannya pun hilang, sekali pun di hadapan anak-anak. Ketika  ia datang anak-anak yang sedang bercanda itu tidak takut dengan orang tersebut, malah berbalas meledekinya tentunnya dengan ciri khas anak kecil.

Lain halnya dengan Ustadz yang lain, ketika ia datang anak-anak pun menaruh respect dengan tidak bercanda ataupun berhenti melakukan candaan. Apakah anak-anak itu takut? tentu tidak, hal semacam itu timbul jika rasa hormat telah tertanam di diri anak-anak.

Di hadapan anak-anak saja wibawanya sudah jatuh, bagaimana di hadapan orang dewasa lainnya?, entahlah yang jelas saya berharap tak ada kejadian serupa yang di lakukan baik oleh orang yang sama maupun oleh orang lain.

Karena sejatinya masjid memang tempat untuk anak. Jika dilarang dan dibentak, lantas siapa yang membaca Shalawatan sebelum Adzan Maghrib?, siapa yang meramaikan masjid ketika Zuhur dan Ashar yang selalu sepi oleh orang-orang dewasa?, jika bukan anak-anak.

Maka dari itu biarkan mereka berkembang dan menikmati masa kecilnya di Masjid atau Mushallah, tentunya dibarengi dengan memberi pengetahuan kepada mereka tentang adab-adab di dalam Masjid. Apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan di dalam Masjid.

Mengedukasi anak-anak tentang hal demikian nampaknya lebih bermanfaat, daripada melontarkan umpatan-umpatan yang tak pantas dibarengi dengan sikap reaktif yang dapat merusak mental anak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun