Momen lebaran merupakan momen istimewa berkumpulnya keluarga kecil sampai keluarga besar. Mempersatukan kembali yang sekian tahun berpisah.
Momen tangis bahagia pun selalu muncul setiap kali ada acara sungkem antara seorang anak kepada kedua orang tuanya. Sungkem antara istri kepada suami tercintanya. Seorang istri ngaku lepat (mengakui kesalahan selama berinteraksi di dalam rumah tangganya).Â
Begitu sebaliknya, seorang suami juga tidak harus jumawa karena ia seorang raja di rumahnya. Seorang rijal, qowwam, mas'ul di tengah tengah kerajaan kecilnya. Betul, ia presiden di negeri kecilnya. Benar ia pemegang keputusan dan kebijakan setiap yang terjadi di dalam rumah tangganya.
Namun, ketika tiba idul fitri, ia pun dipaksa harus menangis. Ia pun sosok manusia yang tidak lepas dari dosa dan kesalahan. Ia bukan pula seorang Nabi dan Rasul yang ma'shum. Ia pun mengaku "lepat"( mengakui kesalahan dalam kepemimpinannya). Ia pun merendahkan diri meminta maaf dan memberikan keridhoan kepada istri tercintanya. Karena ia tahu surga istri ada dalam keridhoannya.
Dalam momen yang istimewa itu ia pakai untuk memberikan taujih yang menjadi tugas dan tanggungjawabnya. Memberikan nasehat sebagaimana para Nabi dan Rasul memberikan wasiat kepada anak dan cucunya. Nasehat untuk saling mengingatkan dalam ketaatan kepada Allah.
Ia ingat kembali bagaimana dulu saat saat kali berjumpa. Momen ketika aqod nikah itu diucapkan. Mengingat bagaimana kebahagiaan itu seakaan akan hanya milik mereka berdua yang lain minggir dulu. Mengikat janji menghadirkan rumah tangga yang islami. Komitmen menghadirkan baitii jannati (rumahku surgaku). Masa masa yang hari ini memulai memudar karena usia pernikahan.Â
Mulai banyak onak dan duri dalam perjalanan pernikahan. Banyak badai menghantam bahtera. Banyak syetan syetan yang memicu kerusuhan. Godaan dunia yang selalu mencekam. Hawa nafsu yang selalu merangsek ke dalam rumah meluluhlantakkan bangunan rumah tangga yang sekian lama dibangun.
Ngaku lepat itu tidak menjadikan kita rendah di hadapan suami atau istri kita. Justru itu sebuah puncak kemuliaan. Sebaliknya, ketika suami istri tidak ada yang mau ngaku lepat menjadi sebuah kesombongan. Menjadikan syetan syetan penggangu rumah tangga tertawa terpingkal pingkal. Membuat jin jin perusak hubungan rumah tangga menjadi bahagia dibuatnya. Ketika seorang suami merasa jaim untuk minta maaf kepada istrinya. Ketika seorang istri merasa jaim harus minta maaf kepada suaminya.
Karena kita telah memulainya dengan kesadaran karena Allah. Karena kita dulu telah mengikat janji karena Allah. Karena dulu pernah menghadirkan semua keluarga besar, tetangga, teman, untuk menyaksikan pernikahan kita. Karena dulu doa doa mereka menjadi penyemangat untuk merealisasikan kehidupan yang sesungguhnya. Maka maafkanlah suami kita. Maafkanlah istri kita. Maafkanlah anak anak kita. Maafkanlah tetangga kita. Maafkanlah teman teman kita. Maafkanlah rekan rekan kerja kita. Maafkanlah semua yang berinteraksi dengan kita.
Allah Subhanahu Wata'ala telah memberikan kaidah Quraniyyah yang diabadikan dalam satu surat penuh kisah paling masyhur. Bagaimana Nabi Yusuf memaafkan semua saudaranya. Allah berfirman:
_Dia (Yusuf) berkata, "Pada hari ini tidak ada cercaan terhadap kamu, mudah-mudahan Allah mengampuni kamu. Dan Dia Maha Penyayang di antara para penyayang_ (QS. Yusuf: 92)
Setelah mendengar pengakuan bersalah dari saudara saudaranya, Nabi Yusuf memaafkan dan mendoakan mereka tanpa ada rasa dendam di dalam hatinya ( ). Ia benar benar menghapus semua kesalahan dari ingatan dan hatinya. Allahu Akbar. Bahkan ia tidak ingin mencela, menghina orang orang yang telah menyengsarakannya, bahkan hampir menghilangkan nyawanya. Akhlak yang sangat mulia. Pantas para Nabi dan Rasul merupakan Musthofainal Akhyar (orang orang pilihan). Tidak mudah melakukan semua itu kecuali orang orang yang dipilih oleh Allah.
Ada satu kisah menarik yang menjadi inspirasi kita kaum muslimin bagaimana guru besar kehidupan kita memberikan keteladanan tentang memaafkan saat Fathu Makkah ( penaklukan Mekkah) Rasulullah menyampaikan:
" _Inna haadzal yaum laisa yaumul malhamah, walakinnal yaum yaumul marhamah, wa antumuth thulaqo_ ".
"Sesungguhnya hari ini bukanlah hari pembalasan. Akan tetapi hari ini adalah hari kasih sayang, dan kalian semua adalah orang orang yang memperoleh kebebasan ".
Kezaliman musyrikin Makkah pada Fathu Makkah diakhiri dengan kasih sayang. Pemberian amnesti massal. Sungguh mulia akhlak baginda Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam.
Cukuplah dua kisah ini menjadi pondasi kita menghadirkan dalam hati dan jiwa kita untuk memaafkan semuanya. Karena idul fitri bisa kita jadikan haadzal yaum yaumul marhamah. Kita jadikan idul fitri sebagai hari kasih sayang. Semoga kita semua dimampukan Allah Subhanahu Wata'ala meneladani akhlak mulia itu.
Baitii jannati akan kembali hadir dalam rumah tangga kita. Rumah menjadi terasa lapang daripada lapangan. Rumah menjadi semakin sejuk daripada sejuknya tempat wisata. Rumah menjadi tempat rehat yang istimewa daripada hotel hotel yang berbayar mahal. Rumah menjadi tempat paling bahagia, karena rumahku adalah surgaku.
Ya Allah jagalah keluarga kami dari semua makhlukMu yang berniat jahat.
Ya Allah jagalah keluarga kaum muslimin semuanya dari makar makar syetan syetan yang punya misi jahat menghancurkan rumah tangga.
Ya Allah satukanlah kembali keluarga keluarga yang mengalami kebekuan dalam komunikasi.
Ya Allah Dzat yang membolak balikkan hati, teguhkanlah hati hati kami atas agamaMu
Ya Allah Dzat yang merubah rubah hati kami rubahlah hati kami selalu dalam ketaatan kepadaMu.
Ya Allah kabulkanlah setiap hajat kami, hajat kaum muslimin dan mukminin seluruhnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H