Mohon tunggu...
Kusworo
Kusworo Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penjelajah Bumi Allah Azza wa Jalla Yang Maha Luas Dan Indah

Pecinta Dan Penikmat Perjalanan Sambil Mentadaburi Alam Ciptaan Allah Swt

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Keperkasaan USD dan Melemahnya IDR: Sebuah Cerita Gejolak Ekonomi Indonesia di Tengah Arus Global

14 Januari 2025   12:00 Diperbarui: 14 Januari 2025   20:48 418
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mampukah Rupiah Kembali Perkasa ? | Dok. Market.Bisnis.Com

Ketika layar notebook menayangkan nilai kurs dollar Amerika Serikat terhadap Rupiah hari ini sebesar Rp16.274,97 per satu dolar AS, Di dalam gedung, di balik layar monitor dan meja rapat para pemangku kebijakan, ada kegelisahan yang tak tampak, namun kecemasan terasa begitu nyata. Melemahnya rupiah bukan sekadar angka di layar, tetapi sebuah cerita yang dihadapi bangsa Indonesia yang terangkum dalam tantangan ekonomi domestik dan dinamika di tengah arus global.

Dari Jakarta hingga Wallstreet

Nilai rupiah terus melemah bahkan telah melebihi jauh dari angka psikologis sebesar Rp 15.500 per dolar AS. Ditengarai Federal Reserve di Amerika Serikat menjadi salah satu penyebabnya.

The Fed, tahun ini kembali menaikkan suku bunga untuk mengekang inflasi yang membara di Amerika Serikat. Semoga kobarannya tidak seganas kebakaran di Los Angeles sana. Gelombang resonansinya, bergema hampir ke seluruh dunia, termasuk Indonesia.

Para investor menangkap dengan naluri bisnisnya sebagai sinyal agar segera menurunkan tekanan gas ekspansi bisnisnya. Menurunkan pedal kopling di gigi terendah, mencari perlindungan di aset dolar yang dianggap paling aman dengan menarik dana penanaman modalnya di negara-negara berkembang.

Pertumbuhan ekonomi Paman Sam yang semakin menguat, membuat dolar semakin perkasa terhadap mata uang negara lain, termasuk Indonesia.

Di sisi lain ketidakpastian global, dengan gejolak politik dan ekonomi global, seperti perang dagang, krisis energi, atau konflik geopolitik, membuat investor mencari aset yang paling aman, seperti dolar, emas atau obligasi negara maju.

Cerita Dunia Bisnis

Namun, cerita tidak hanya berhenti disana. Ada narasi tentang ketergantungan Indonesia pada komoditas ekspor seperti minyak, Batu bara, CPO (minyak kelapa sawit) dibalik pelemahan rupiah.

Kala harga-harga komoditas tersebut turun akibat perlambatan ekonomi global, maka neraca perdagangan mulai tertekan. Bila tekanannya semakin besar, surplus yang sebelumnya menjadi penyangga rupiah kini semakin menyusut dan melemah.

Lembaran ceritanya terus berlanjut, terjadi defisit transaksi berjalan (Current Account deficit) kala nilai semua impor barang dan jasa melebihi nilai ekspor. Defisit menekan ketersediaan devisa yang secara pasti mempengaruhi stabilitas rupiah.

Inflasi mulai bergerak naik di dalam negeri, lambat namun pasti. Menurunkan daya beli masyarakat, merusak daya saing produk domestik di pasar internasional, hingga melemahkan nilai rupiah.

Pemilik pinjaman mulai mengingatkan kewajiban penghutang. Utang luar negeri dalam bentuk dolar AS, kondisi yang semakin menambah permintaan dollar di pasar. Faktanya jumlah utang pemerintah dan swasta dalam bentuk dolar memang cukup besar.

Sudah menjadi realita bisnis, ketidakpastian politik atau kebijakan ekonomi yang dianggap tidak pro-investasi, dapat mengurangi aliran modal investasi yang masuk, bahkan yang sudah ada menarik modal investasinya. Kondisi ini memperlemah nilai tukar rupiah.

Sementara manuver Bank Indonesia menggunakan Cadangan devisa untuk menstabilkan nikai tidak diimbangi oleh aliran devisa masuk yang cukup, ini bagaikan kendaraan mobil listrik yang kekurangan energi untuk terus naik mendaki tanjakan terjal. 

Banyak energi cadangan yang digunakan, namun enegi chargingnya sangat lemah. Semua memperlemah nilai rupiah di pasar.

 Apa Kata Masyarakat dan Pelaku Ekonomi Lokal

Di pasar Elektronik Mangga Dua, pemilik sebuah toko elektronik mengeluhkan harga produk impor yang terus naik. "Dollar naik, harga barang juga ikut naik, sementara pembeli makin sepi, jangankan membeli pengunjung nya pun semakin sedikit," katanya.

Banyak cerita senada terdengar dari sektor-sektor lain yang produk atau bahan bakunya bergantung pada impor, mulai dari otomotif, garment, manufaktur, hingga farmasi. Pergerakan inflasi yang meningkat, perlahan namun pasti menggerogoti daya beli masyarakat.

Namun tidak semua cerita sedih terjadi. Ada cerita gembira di sektor pariwisata dan ekspor jasa.

Untuk Biro Perjalanan Wisata yang mengelola inbound, mereka kebanjiran order. Banyak wisatawan asing datang ke hampir seluruh destinasi wisata popular di Indonesia.

Kota-kota besar Indonesia dengan destinasi wisata dunia dipenuhi turis yang merasakan nilai tukar yang menguntungkan bagi mereka, sehingga pelaku ekonomi lokal meningkat pendapatannya.

Namun pelaku biro perjalanan wisata dengan spesialis Out Bound akan banyak mengeluhkan pengeluaran rupiah yang lebih banyak untuk membayar tiket, restaurant, sewa bus, hotel dan lain-lain untuk mempertahankan kualitas pelayanan paket tournya di luar negeri sana.

Keperkasaan nilai dolar AS yang tinggi memaksa Rupiah takluk dan harus memberikan nilai lebih banyak untuk mencapai nilai yang setara.

Mampukah Rupiah Kembali Perkasa ? | Dok. Market.Bisnis.Com
Mampukah Rupiah Kembali Perkasa ? | Dok. Market.Bisnis.Com

Antara Harapan dan Realitas

Sebagai garda terdepan dalam menjaga stabilitas rupiah, Bank Indonesia telah banyak mengeluarkan berbagai jurus andalan.

Dari intervensi di pasar valuta asing menggunakan cadangan devisa untuk menahan laju pelemahan rupiah. Menaikkan suku bunga acuan secara bertahap untuk menjaga daya Tarik investasi portofolio. Hingga kebijakan moneter yang ketat untuk menjaga inflasi, membantu menjaga daya beli masyarakat dan stabilitas nilai tukar.

Upaya meningkatkan ekspor dan mengurangi import terus dilaksanakan pemerintah. Diversifikasi produk ekspor dan pengurangan ketergantungan terhadap impor menjadi opsi terbaik dan strategis yang diharapkan mampu memperbaiki neraca perdagangan dan mendukung penguatan rupiah.

Selain upaya-upaya yang agresif dengan menciptakan iklim investasi yang kondusif yang mampu mengalirkan modal asing ke Indonesia agar memperkuat nilai tukar rupiah.

Pemerintah pun turut bergerak dengan memperkuat kerja sama ekonomi regional. Skema Local Currency Settlement (LCS) yang telah diterapkan dengan beberapa negara mitra diharapkan mampu mengurangi ketergantungan pada dolar dalam transaksi perdagangan internasional.

Seperti dalam setiap cerita epik lainnya, ada tantangan besar yang harus dihadapi. Kebijakan moneter ketat memiliki konsekuensi memperlambat laju kredit dan investasi domestik. Di sisi lain, ketergantungan pada komoditas masih menjadi titik lemah yang perlu segera diatasi melalui diversifikasi ekonomi.

Mampukah Rupiah Kembali Perkasa?

Sejarah mencatat bahwa pemerintah mampu mengembalikan kurs rupiah yang sempat terjun ke level Rp 16.800 per dolar AS pada Juni 1998 ke kisaran Rp7.000 -- Rp8.000 per dolar AS, yaitu di era pemerintahan B.J. Habibie. Beliau bukanlah politisi atau ekonom. Tetapi teknokrat. Sudah malang melintang di dunia teknologi, Menristek, Wapres, hingga menjadi Presiden.

Sebuah cerita memang bisa mengembalikan segalanya. Dimata pelaku pasar 1997/1998, Habibie dipandang sebagai sosok boros, yang suka menghamburkan uang pemerintah untuk proyek-proyek mewah dan megah.

Perdana Menteri Singapura saat itu, Lee Kuan Yew, menyebut naiknya Habibie sebagai presiden bisa "menghancurkan rupiah" , seperti ditulis Majalah Tempo, edisi 11 Oktober 1999. Faktanya di era pemerintahan Habibie, ekonomi Indonesia justru masuk dalam fase pemulihan pasca-krisis moneter 1998.

Dengan segala kebijakannya perekonomiannya, Habibie mampu meletakkan pondasi penting bagi perjalanan perekonomian Indonesia hingga menuju stabilitasnya saat ini.

Pertanyaan yang terus bergema di benak para ekonom, menjadi harapan pelaku pasar, dan masyarakat luas adalah: mampukah rupiah kembali perkasa? Walau tidak terlalu berharap banyak menjadi Rp7.000 -- Rp8.000 per dolar AS seperti masa Habibie. Paling tidak kembali ke level Rp 14.000 per dolar AS ? Tentunya jawabannya tidak sesederhana membalik telapak tangan.

Andaikan inflasi global dapat terkendali dan Mr.The Fed membuat kebijakannya melunak, mungkin saja tekanan terhadap rupiah mereda, atau sedikitnya berkurang.

Di sisi lain faktor domestik terkadang dominan memainkan peran. Stabilitas politik dan ekonomi masa pemerintahan yang baru seumur jagung lebih punya peran penting untuk membuat cerita bahagia tersendiri dari nilai keperkasaan rupiah yang terus menguat.

Dalam skenario optimis, dengan segala manuver kebijakan ekonomi dan politik yang tepat dengan catatan ekonomi global terus bergerak lebih kondusif, keperkasaan rupiah mungkin saja bisa bergerak perlahan menuju 14.600 sampai Rp 14.900 dalam enam bulan mendatang. Namun, harus tetap disadari, di depan jalan mobil yang dikendarai masih banyak jalan penuh liku yang harus ditempuh.

Menanti Harapan di Tengah Ketidakpastian

Harapan melihat keperkasaan rupiah dalam skenario alam tentang melemahnya rupiah, adalah bagian dari dinamika ekonomi dunia yang tak terhindari. 

Laksana bermain arung jeram di arus sungai yang mengalir deras, ada kalanya ia mengarungi jeram yang liar dan buas dan ada saatnya ia akan menemukan ketenangan di muara sana.

Ini adalah sebuah tantangan dan juga peluang untuk memperkuat fondasi ekonomi, mengurangi ketergantungan pada komoditas, dan membangun daya saing yang lebih tangguh bagi bangsa Indonesia yang memiliki semangat juang tinggi, mewarisi semangat para pahlawannya.

Saat pagi berganti siang di Jakarta, layar monitor di pasar uang mungkin terus bergerak. Namun baru saja ku tutup layar notebook dimana Rupiah masih bertengger di angka Rp16.274,97 per dolar AS. 

Namun, di balik angka-angka itu, ada cerita tentang sebuah bangsa yang terus berjuang, mencari keseimbangan untuk terus perkasa di tengah gejolak arus global. Sebuah cerita yang layak ditulis, diingat, diapresiasi, disemangati. Terus Perkasa Rupiah ku!

Jkt/14012025/Ksw/113

# Kompasianer adalah Mahasiswa PascaSarjana Perbanas Institut Jakarta

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun