Mentari bergerak perlahan. Posisinya di ujung pulau dari titik kapal pinisi kami membuang jangkar tak menghalangi keindahan alam yang bermandi cahaya warna emas kemerahan itu membalut alam disekitarnya. Semua mata penumpang kapal Pinisi tetap tertuju pada hutan di pulau Kalong. Beberapa menit berlalu, tak ada tanda-tanda keberadaan kalelawar raksasa di sana. Sementara mata terpulau dengan keindahan sunset yang mengalihkan perhatian kami semua.
Saat adzan Magrib terdengar dari HP kami dan hari semakin gelap dan langit bersemburat merah biru, satu...dua...tiga...kalong atau kalelawar besar mulai kelaur dari hutan hijau yang mulai menggelap warnanya. Diikuti oleh beberapa kalong lainnya. Mula-mula tidak terlalu banyak namun pergerakannya tak terputus, dan semakin lama, semakin banyak. Jumlahnya mencapai ratusan terbang kearah timur mengikuti teman-temannya yang sudah terbang lebih dahulu.
Pemandangan menjadi sangat dramatis, seolah langit di atas hutan Kalong tertutup oleh ratusan kalelawar raksasa yang terbang siap mencari makan. Sebuah atraksi alam dengan penghuninya yang penuh pesona dari Pulau Kalong di jalor pelayaran wisata Kapal Pinisi di NTT. Menakjubkan dan pesona. Umumnya Kapal-kapal Pinisi ini hanya membawa turis untuk menyaksikan terbangnya Kalelawar raksasa terbang mencari makan di malam hari, jarang yang mengambil moment saat kalelewar itu kembali dini hari jelang subuh Kembali ke habitatnya di Pulau Kalong.
Saat semua kalelawar raksasa itu hilang dari pandangan, maka mulai bergeraklah kapa-kapal pinisi ini mengarungi laut ke destinasi berikutnya, yaitu Pulau kambing dimana sebagian besar akan membuang jangkar di sana dan bermalam di dekatnya. Tempat yang dianggap nyaman untuk menikmati indahnya malam di laut antar pulau NTT. Dan makan malampun di siapkan.
Sayangnya malam itu angin sangat kencang sehingga makan malam yang seharusnya disiapkan di deck terbuka tak dapat dilaksanakan. Akhirnya makan malam disiapkan di ruang tengah tertutup. Namun semua tak mengurangi kenikmatan dan kebersamaan pada acara makan malam di Kapal Pinisi. Alam memang tak bisa diprediksi.
Malam ini angin kencang berlanjut hingga menimbulkan gelombang sedikit besar yang membuat beberapa peserta tak menikmati tidur nyenyak karena merasa terguncang-guncang saat tidur. Kalau saya alhamdulillah. Serasa bayi tidur dalam ayunannya. Nyenyak. Pules. Terbangun sesuai kebiasaan karena jam biologis yang sudah tersetting. Bangun 45 menit jelang subuh untuk memenuhi kebutuhan rohani. Berdoa mohon perlindungan dan bermunajat kepada Allah Azz awa Jalla.
Pukul 05.00 tepat Kapten menghidupkan mesin kapal, mengangkat jangkar dan memulai pelayaran. Angin laut sudah tak sekeras saat tadi malam, sehingga 15 menit kemudian beberapa peserta sudah berada di deck terbuka memburu matahari terbit. Di sebuah titik, nun jauh di depan sana. Mulai digelar orchestra warna. Mulai dari semburat merah, hitam dan kekuningan digaris horizontal laut yang sedikit terhalang oleh sebuah pulau di depannya.
Warna-warna itu pun semakin memancar seiring detik waktu bergerak. Kini merahnya mulai pudar berganti kuning yang semakin lama semakin dominan, menggerus semua warna kelam di sisinya. Memacarkan warna putih lembut untuk membuka warna hitam dilangit menjadi biru. Sebuah orchestra warna yang indah untuk terus dinikmati.
Beberapa peserta mencoba menjadikannyasebagai latar belakang foto pribadi. Mulai dari hanya tampilam siluet hingga tampil bak model cover majalah. Lalu semua berlalu seiring waktu. Langit menjadi cerah dan pemandangan indah di sekeliling laut dan pulau semakin cantik untuk dinikmati.