Dosen Universitas Jember (UNEJ) membawa inovasi baru ke Desa Silo dengan memperkenalkan produk teh kantong berbahan dasar bunga edibel (Edible Flower). Kegiatan ini merupakan bagian dari program pengabdian masyarakat, yang bertujuan untuk meningkatkan pemanfaatan potensi pangan lokal sekaligus diversifikasi olahannya sebagai produk bernilai ekonomi. Program ini dilaksanakan melalui Program Dosen Mengabdi di Desa Asal (Prosendi Desa Asal), yang didukung oleh hibah internal Universitas Jember 2024. Tim pelaksana terdiri atas Ibu Kuswati dan Ibu Sulifah dari program studi Pendidikan biologi, dan Ibu Belgis dari Teknologi Hasil Pangan. Dalam kegiatan ini, mereka tidak hanya memperkenalkan bunga edibel sebagai potensi pangan lokal tetapi juga memberikan pelatihan praktis kepada  para siswa dan guru di lingkungan MA dan MTs Nuris Silo.
Desa Silo: Potensi Lokal yang Belum Dimaksimalkan
Desa Silo, terletak di Kecamatan Silo, Kabupaten Jember, menjadi salah satu desa binaan UNEJ berdasarkan SK Rektor No. 4242/UN.25/KL/2022. Desa ini kaya akan komoditas agraria seperti kopi, pepaya, dan sengon. Salah satu sumber daya alam yang menarik di desa ini adalah Edible Flower (EF), bunga yang dapat dikonsumsi dan memiliki potensi komersil untuk menyediakan rasa, aroma, dan nutrisi.
Diversifikasi pangan berbasis bunga yaitu teh kantong menjadi fokus tim pengabdian. Teh kantong menjadi inovasi pemanfaatan bunga yang tersedia pada musim tertentu saja, serta aplikasi teknologi pengeringan dan pengemasan modern.
Workshop dan Praktik Langsung di Ponpes Nuris Silo
Kegiatan dimulai dengan workshop interaktif, yang terdiri dari ceramah dan diskusi. Materi yang disampaikan meliputi: 1) Konsep dasar Edible Flower dan jenis-jenisnya; 2) Potensi EF sebagai bahan pangan lokal; dan 3) Prosedur pengolahan bahan pangan berbasis EF.
Pada sesi ini antusiasme tinggi terlihat dari aktivitas peserta. Banyak di antara mereka baru menyadari bahwa bunga sudah menjadi bagian dari pangan harian, seperti brokoli, jantung pisang, kembang pepaya, dan turi. Selanjutnya, dikenalkan bunga lain seperti mawar, rosela, melati, sepatu, bougenvile, chamomile, marigold, dan telang.
"Saya baru tahu bunga seperti sepatu dan mawar bisa diolah menjadi teh. Proses pembuatannya ternyata mudah dan menyenangkan," ujar salah satu siswa MA Nuris Silo.
Untuk memastikan keamanan konsumsi, peserta juga diajarkan langkah-langkah dasar pemilihan bunga antara lain habitat bunga adalah lingkungan minim polusi, mencuci bersih, dan memulai dengan mencicipi dalam jumlah sedikit untuk menghindari alergi.
Uji Hedonik dan Pembuatan Teh Kantong
Pada sesi praktik, peserta diajak membuat teh kantong dari enam jenis bunga: rosela, chamomile, sepatu, mawar, calendula, dan telang. Teknologi pengeringan menggunakan food dryer untuk mencegah kontaminasi dan bahan kering secara merata, dilanjutkan dengan proses pencacahan dengan chopper. Pengemasan modern dirancang untuk menarik perhatian generasi muda sebagai upaya konservasi pengetahuan dan pembiasaan pola hidup sehat. Melalui uji hedonik kepada 30 peserta didapatkan bahwa bunga sepatu memperoleh skor tertinggi yaitu (16/20) dari aspek aroma, rasa, warna dan tampilan. Urutan selanjutnya secara berurutan yaitu mawar (15/20), Telang dan Rosela (14/16), Chamomile dan Calendula (13/20).
Harapan untuk Mitra
Program ini ditutup dengan sesi monitoring dan evaluasi, di mana para siswa secara mandiri mempraktikkan pengeringan dan pengemasan bunga menggunakan alat yang telah dihibahkan kepada mitra. Tim berharap, dalam jangka panjang, sekolah dapat memproduksi teh kantong secara mandiri dengan merek lokal yang mampu memberikan dampak ekonomi positif bagi komunitas.
"Kami berharap inovasi ini bisa diterapkan oleh siswa kami secara berkelanjutan serta menjadi unit usaha baru bagi madrasah," tutur Pak Taka  selaku kepala madrasah MTs. Nuris Silo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H