LGBT Adalah Hak?
(Perspektif Islam)
"Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir". Q.S Ar-rum (30)
Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender atau yang lebih dikenal dengan LGBT kembali menjadi diskusi publik akhir-akhir ini. Kemunculan komunitas Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) menjadi bahan perdebatan di antara masyarakat Indonesia, diantara mereka ada yang mendukungnya dan ada pula yang dengan keras menolak komunitas tersebut. Masing-masing dari mereka tentu mempunyai argumen sendiri-sendiri untuk memperkuat pendapat mereka
Pro-Kontra terhadap kalangan ini tidak bisa dihindarkan. Mereka yang Pro mengatakan LGBT merupakan ekspresi yang harus dihargai dan dilindungi oleh negara. LGBT dianggap merupakan bagian dari HAM. Sedangkan kalangan Kontra mengatakan bahwa LGBT merupakan seks yang menyimpang dan bisa merusak tatanan sosial.
Pendapat ini biasanya disuarakan oleh kalangan agama maupun budaya di Indonesia. Hal ini diperkuat oleh beberapa ahli yang menyatakan masalah LGBT yang ada di Indonesia sudah menimbukan pro dan kontra.
Mereka yang pro dengan LGBT menyatakan negara harus harus dapat mengkampanyekan sikap non diskriminatif antara lelaki, perempuan, trangender, heteroseksual, maupun homoseksual. Dilihat dari perspektif HAM, Pendukung dari LGBT menyatakan orientasi seksual merupakan manifestasi HAM.
Bagi yang kontra terhadap LGBT menyatakan LGBT sebagai bentuk penyimpangan dari seksual yang tidak termasuk ke dalam kosep dasar HAM dan ajaran agama islam.
Sebagai khalfah, manusia harus tunduk, patuh, taat, dan mengabdi kepada Allah bukan kepada yang lain dalam pengertian yang luas berdasarkan ketentuan-ketentuan yang dituangkan dalam shari'ah. Untuk memudahkan dalam menjalankan amanah yang besar itu, Allah melengkapi dengan sarana yang sangat lengkap mulai dari akal, hati, panca indera, di utusnya nabi dan dihadiahkannya kitab Al-Qur'an sebagai pedoman utamanya, meskipun tak sedikit manusia yang masih tersesat.
Sebagai manusia yang memiliki dimensi dhahir manusia diberikan keleluasaan untuk menikmati kebutuhan hidupnya selama di dunia, termasuk kebetuhan makan, minum, dan kebutuhan biologisnya (seksualitas).
Pemenuhan kebutuhan-kebutuhan tersebut harus sejalan dengan tuntutan agama, tidak boleh sesuka hati. Itu artinya kehidupan manusia baik dalam dimensi spiritual maupun dalam dimensi duniawi segala tindak tanduknya sangat terikat dengan ketentuan Allah dalam hal ini adalah shari'ah.
LGBT dalam Perspektif Islam
Islam adalah agama yang universal, sebab hukum-hukumnya yang mengatur segala aspek kehidupan manusia secara menyeluruh. Adanya hukum Islam merupakan bentuk penataan kehidupan manusia agar selalu berada di jalan yang benar dan terjauhi dari segala kesesatan, sebab di dalam pembentukan hukum Islam hal yang paling diperhatikan dan diutamakan adalah kemaslahatan. Oleh karena itu, kedudukan LGBT dalam perspektif hukum Islam adalahharam.
Namun bagi transgender dihukumi haram atau tidaknya bergantung pada sebuah kondisi di mana seorang transgender yang disebabkan pembawaan dari lahir dan kondisi yang disebabkan oleh faktor lingkungan di mana perilaku transgender terjadi akibat dibuat-buat sahaja.
Islam sudah mengatur dengan sebaik-baiknya hubungan biologis manusia secara halal dan sah. Islam menghendaki terjalinnya hubungan biologis yang sewajarnya sesuai dengan apa yang telah diperintahkan oleh Allah SWT. Allah SWT berfirman di dalam QS. Al-Fatir: 11 dan QS. An-Najm: 45:
"Dan Allah menciptakan kamu dari tanah kemudian dari air mani, kemudian Dia menjadikan kamu berpasangan (laki-laki dan perempuan). Dan tidak ada seorang perempuanpun mengandung dan tidak (pula) melahirkan melainkan dengan sepengetahuan-Nya. Dan sekali-kali tidak dipanjangkan umur seorang yang berumur panjang dan tidak pula dikurangi umurnya, melainkan (sudah ditetapkan) dalam Kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu bagi Allah adalah mudah."
Menafsirkan ayat Al-Qur'an di atas maka bisa kita ketahui bahwa Islam tidak mengenal istilah homoseksual karena semua yang diciptakan Allah memiliki pasangannya masing-masing. Dengan tegas Allah menyampaikan bahwa berpasang-pasangan adalah antar lawan jenis, bukan dengan sesama jenis.
Umat muslim tentu sangat mengetahui dengan jelas kisah Nabi Luth as. dan kaum Shodom yang diceritakan oleh Allah SWT di beberapa ayat dalam beberapa surah yang terdapat pada kitab suci Al-Quran. Kaum Shodom menjadi kaum yang pertama kali melakukan aktivitas penyimpangan seksual yakni homoseksual hingga sodomi.
"Dan (kami juga telah mengutus) Luth. (ingatlah) ketika dia berkata kepada kaumnya: "Mengapa kamu mengerjakan fahsyah (perbuatan kotor itu), yang tidak satu orangpun yang mendahui kamu mengerjakannya dialam raya (80) Sesungguhnya kamu telah mendatangi laki-laki untuk melepaskan nafsumu (bersyahwat) kepada mereka, bukan kepada wanita, bahkan kamu ini adalah suatu kaum yang melampaui batas (81).
Tidak ada jawaban kaumnya kecuali hanya menyatakan: "Usirlah mereka (Luth beserta pengikut pengikutnya) dari desamu" sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang sangat mensucikan diri" (82).
Maka Kami selamatkan dia dan keluarganya kecuali istrinya; dia (istri Luth) adalah termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan)(83), Dan Kami turunkan kepada mereka hujan batu; maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berdosa itu (84)". (QS. al-A'raf, ayat 80-83)
Ayat di atas dengan tegas menyatakan bahwa perbuatan homoseksualitas (sodomi) merupakan kedurhakaan yang besar (fahshah). LGBT tidak dibenarkan di dalam ajaran agama Islam sebab perilakunya hanya menimbulkan berbagai macam dampak negatif bagi pelaku dan orang lain.
Perilakunya apabila sampai menggiring ke adanya sodomi, dapat menyebabkan kerusakan saraf, mengganggu psikis, merusak otak, menyebabkan neurastenia, hingga berbagai jenis penyakit kelamin yang bisa memicu tingkat kematian dengan cepat, serta kerusakan medis lainnya bagi pelakunya.
Dampaknya secara sosial dapat merusak moralitas suatu kaum karena akan ada banyak perilaku zina bertebaran di mana-mana. Lebih spesifik lagi perilaku LGBT dapat mencegah kelangsungan keturunan manusia, apabila perilaku ini terus-menerus dibiarkan hingga menjadi sebuah keniscayaan, karena pada saat itu bisa jadi laki-laki akan menyukai laki-laki saja dan wanita akan menyukai wanita saja.
Cara Menghindari Pengaruh LGBT
Penyimpangan seksual dapat terjadi pada siapa saja tanpa pandang bulu. LGBT dapat dihindari atau dicegah, bahkan dapat disembuhkan. jangan sampai beralih ke orientasi seksual. Jalur yang dapat ditempuh untuk menyembuhkan perilaku LGBT adalah kejiwaan dan pendidikan agama Islam.
Karena sudah dijelaskan dalam berbagai dalil tentang larangan perilaku LGBT berikut hukumnmya. Oleh karena itu dalam menyelsaikan problem LGBT ini tidak dapat mengandalkan satu sisi keilmuan saja, sehinga pendidikan agama Islam juga harus didukung oleh ilmu jiwa. Orang tua dan guru sangat dibutuhkan dalam mengawal generasi agar terhindar dari perilaku LGBT tersebut.
Kelompok minoritas selalu memakai alasan hak asasi manusia demi menopang eksistensi sekalipun banyak hal berlawanan dengan pola kehidupan umum.
Ketidak wajaran yang terjadi dianggap perbedaan yang belum dipahami oleh pihak lain, meskipun secara nyata perbedaan tersebut sangat dipaksakan atau sebanarnya perbedaan yang senantiasa dikampanyekan demi kepuasaan diri. Seolah-olah disingkirkan ditengah hak hidup yang sedang diperjuangkan. Itulah hak asasi manusia yang secara nyata, tidak akan memanusiakan kelompok LGBT.
Ketentuan agama tak boleh diprotes apalagi disudutkan mengekang manusia, agama menghendaki manusia menjadi peribadi-pribadi shaleh, tak ada aturan agama yang hendak menjerumuskan manusia ke lembah kenistaaan, justru hawa nafsulah yang membawa manusia ke lembah hitam. Kemampuan logika bukan ditujukan untuk mengakali agama ataupun mencari celah untuk membenarkan setiap keinginan.
Logika demikian seaklipun rasional adalah logika pembenaran terhadap semua masalah. Karenanya, hak asasi harus bisa meyakinkan manusia bahwa yang sedang diperjuangkan adalah hak dapat memberikan kebaikan untuk diri dan publik, hak yang dapat menciptakan moralitas bagi kehidupan, bukan sebaliknya.
Penulis:
Dr. Ira Alia Maerani (dosen FH Unissula)
Kusumaningrum (mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP, Unissula)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI