Mohon tunggu...
Kusuma Maharani
Kusuma Maharani Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswi

hobi saya membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sosiologi Hukum Islam

1 Oktober 2024   04:19 Diperbarui: 1 Oktober 2024   04:19 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Berbicara tentang "kelompok sempalan" berarti bertolak dari suatu pengertian tentang "ortodoksi" atau "mainstream" (aliran induk); karena kelompok sempalan adalah kelompok yang menyimpang atau memisahkan diri dari ortodoksi yang berlaku. Tanpa tolok ukur ortodoksi, istilah "sempalan" tidak ada artinya. Untuk menentukan mana yang "sempalan", pertama-tama harus didefinisikan "mainstream" yang ortodoks. Dari sudut pandang orang Islam yang "concerned", yang sesat adalah sesat, apakah ada fatwanya atau tidak. Dalam visi ini, ahl al-sunnah wa al- jama'ah merupakan "mainstream" Islam yang ortodoks dan yang menyimpang darinya adalah sempalan dan sesat.

Kesulitan dengan visi ini menjadi jelas kalau menengok awal abad ke-20 ini, ketika terjadi konflik besar antara kalangan Islam modernis dan kalangan "tradisionalis". Dari sudut pandangan ulama tradisional, yang memang menganggap diri mewakili ahl al-sunnah wa al-jama'ah, kaum modernis adalah sempalan dan sesat, sedangkan para modernis justru menuduh lawannya menyimpang dari jalan yang lurus. Sebagai fenomena sosial tidak terlihat perbedaan fundamental antara mereka dengan misalnya Al Irsyad pada masa berdirinya. Perlu dicatat bahwa di Iran pun, Syi'ah berhasil menggantikan Ahlusunnah sebagai paham dominan baru kira-kira lima abad belakangan. Seperti diketahui, Syi'ah Itsna'asyariyah sekarang merupakan ortodoksi di Iran. Namun sampai abad ke-10 hijriyah (abad ke-16 masehi), mayoritas penduduk Iran masih menganut madzhab Syafi'i. Paham ini baru menjadi dominan setelah dinasti Safawiyah memproklamirkan Syi'ah sebagai agama resmi negara dan mendatangkan ulama Syi'i dari Irak Selatan.

Contoh lain, Darul Islam dan kelompok Usroh. Keduanya dapat dianggap kelompok sempalan juga, baik dalam arti bahwa mereka tidak dibenarkan oleh lembaga-lembaga agama resmi maupun dalam arti bahwa mereka memisahkan diri dari mayoritas. Namun tidak pernah terdengar kritik mendasar terhadap akidah dan ibadah mereka. Yang dianggap sesat oleh mayoritas umat adalah amal mereka.

Klasifikasi Kelompok Sempalan

Untuk menganalisa fenomena kelompok sempalan secara lebih jernih, mungkin ada baiknya kalau merujuk kepada kajian sosiologi yang sudah ada untuk melihat apakah ada temuan yang relevan untuk situasi Indonesia. Hanya saja, karena sosiologi adalah salah satu disiplin ilmu yang lahir dan dikembangkan di dunia Barat, sasaran kajiannya lebih sering terdiri dari umat Kristen ketimbang penganut agama-agama lainnya.

Dua sosiolog agama Jerman mempunyai pengaruh besar terhadap studi mengenai sekte selama abad ini, mereka adalah Max Weber dan Ernst Troeltsch. Weber terkenal dengan tesisnya mengenai peranan sekte- sekte Protestan dalam perkembangan semangat kapitalisme di Eropa dan dengan teorinya mengenai kepemimpinan karismatik. Troeltsch, teman dekat Weber, mengembangkan beberapa ide Weber dalam studinya mengenai munculnya kelompok sempalan di Eropa pada abad pertengahan  (Troeltsch 1979:41-78).

Troeltsch memulai analisanya dengan membedakan dua jenis wadah umat beragama yang secara konseptual merupakan dua kubu bertentangan, yaitu tipe gereja dan tipe sekte. Contoh paling murni dari tipe gereja barangkali adalah gereja Katolik abad pertengahan, tetapi setiap ortodoksi (dalam arti sosiologis tadi) yang mapan mempunyai aspek tipe gereja. Organisasi-organisasi tipe gereja biasanya berusaha mencakup dan mendominasi seluruh masyarakat dan segala aspek kehidupan.

Teori Niebuhr ini sekarang dianggap terlalu skematis; sekte-sekte tidak selalu menjadi denominasi. Niebuhr bertolak dari pengamatannya terhadap situasi Amerika Serikat yang sangat unik; semua gereja di sana memang merupakan denominasi yang pernah mulai sebagai kelompok sempalan dari denominasi lain.

Kelompok Sempalan Islam di Indonesia dan Tipologi Sekte

Wilson -dalam tipologi sekte yang dikemukakan di atas- menggambarkan suatu spektrum aliran agama yang lebih luas dari pada spektrum kelompok sempalan Indonesia. Meskipun demikian, beberapa kelompok di Indonesia agak sulit diletakkan dalam tipologi ini. Kriteria yang dipakai Wilson adalah sikap sekte terhadap dunia sekitar. Terdapat berbagai kelompok di Indonesia yang tidak mempunyai sikap sosial tertentu dan hanya membedakan diri dari "ortodoksi" dengan ajaran atau amalan yang lain. Tiga kelompok ini memainkan peranan sangat berlainan di Indonesia dan meraih penganut dari kalangan yang berbeda. Kelompok Syi'ah adalah yang paling dinamis. Ia mulai sebagai kelompok protes, baik terhadap situasi politik maupun kepemimpinan ulama Sunni; pelopornya adalah pengagum revolusi Islam Iran.

Kepedulian sosial (perhatian terhadap musta'afn) dan politik ditekankan. Dalam perkembangan berikut, penekanan kepada dimensi politik Syi'ah semakin dikurangi dan minat kepada tradisi intelektual Syi'ah Iran ditingkatkan. Dengan kata lain, kelompok Syi'ah Indonesia sudah bukan kelompok sempalan revolusioner lagi dan cenderung untuk menjadi introversionis. Kelompok ini tetap berdialog dan berdebat dengan golongan Sunni, mereka tidak terisolir. Di antara semua kelompok sempalan masa kini, hanya kelompok Syi'ah yang agaknya mempunyai potensi berkembang menjadi suatu denominasi, di samping kelompok pemurni dan pembaru yang Sunni.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun