Mohon tunggu...
Kusuma Maharani
Kusuma Maharani Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswi

hobi saya membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sosiologi Hukum Islam

1 Oktober 2024   04:19 Diperbarui: 1 Oktober 2024   04:19 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Ektremitas atau keekstreman adalah hal (tindakan, perbuatan) yang sangat keras dan sebagainya. Hal ini perlu diamati karena, sebagaimana kelompok identitas lainnya, cenderung memiliki tingkat ektremitas tertentu. Komunitas An-Nadzir sesungguhnya cukup terbuka bagi siapa saja yang ingin mengetahui lebih jauh tentang komunitas ini. Namun demikian, dalam hal-hal yang dapat menyinggung perasaan mereka, boleh jadi ektremitas mereka timbul. "Kalau itu dilakukan, maka pasti akan dilempar ke tambak atau kolam ikan yang ada di permukiman jemaah An-Nadzir. Banyak yang merasakannya karena mencibir keberadaan An-Nadzir" ungkap Arifin Idris Daeng Ngiri, warga di sekitar permukiman An-Nadzir (Arowelitenggara.co.id., 20 Agustus 2009).

An-Nadzir tidak memastikan diri bahwa yang dimaksud oleh janji Allah tersebut adalah mereka, namun demikian, mereka mencoba mengapresiasi dan mengasosiasi diri mereka untuk berada pada posisi seperti yang digambarkan dalam janji Rasul itu. Bagi mereka, berada pada posisi sebagaimana yang dijanjikan tersebut adalah suatu kemuliaan dan hanya orang bodohlah yang tidak menghendaki kemuliaan tersebut.

  • Eksistensi Kelompok dalam Perspektif Sosiologi Hukum Islam
  • Cinta terhadap (Identitas) Kelompok

  • Dalam rangkaian teori identitas ini, tidak dapat diabaikan teori aabiyah dari Ibnu Khaldun (732 H-808 H/1332 M-1406 M). Menurutnya, pelaku utama dalam masyarakat adalah aabiyah. Menurut Ibnu Khaldun (732 H-808 H/1332 M-1406 M), manusia secara fitrah telah dianugerahi rasa cinta terhadap garis keturunan dan golongannya. Rasa cinta ini menimbulkan perasaan senasib dan sepenanggungan, serta harga diri kelompok, kesetiaan, kerja sama, dan saling membantu dalam menghadapi musibah atau ancaman yang pada akhirnya akan membentuk kesatuan dan persatuan kelompok (Khaldun, 2000:12-56)

  • Cinta sebagai sebuah konsep masuk dalam perbincangan filsafat melalui agama, khususnya ketika asal mula dunia dilukiskan sebagai suatu tindakan penciptaan atau pencipta yang diakui sebagai yang mencintai ciptaan-Nya, baik secara keseluruhan atau sebagian (misalnya, bangsa manusia). Namun demikian, konsep cinta juga merupakan sebuah subjek meditasi filosofis yang berkaitan dengan masalah-masalah etis. Cinta sebagai salah satu dorongan manusia yang paling kuat, awalnya lebih dilihat sebagai kebutuhan akan kontrol, teristimewa ketika manusia sebagai rational animal mampu menggunakan kemampuan rasionalnya (Rosyadi, 2000:38-39).

  • Aabiyah sebagai Poros

  • Konsep aabiyah merupakan poros utama dalam teori-teori sosial Ibnu Khaldun (732 H-808 H/1332 M-1406 M). Melalui konsep ini Ibnu Khaldun (732 H-808 H/1332 M-1406 M) mencoba menjelaskan berbagai fenomena sosial yang terjadi dalam nasyarakat yang menyangkut berbagai bidang kehidupan, seperti: politik, ekonomi, dan agama. Para ilmuan yang telah mengkaji pemikiran Ibnu Khaldun (732 H-808 H/1332 M-1406 M) selalu menjadikan konsep aabiyah ini sebagai salah satu pembahasan penting. Secara etimologi, aabiyah dapat diartikan sebagai kedekatan hubungan seseorang dengan golongan atau kelompoknya dan berusaha sekuat tenaga untuk memegang prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang dianut oleh kelompok tersebut.

  • Dalam penelitian ini, penulis mencoba untuk menghindari penggunaan terminologi tertentu sebagai padanan dari aabiyah. Hal ini dimaksudkan untuk tidak terlibat masuk dalam perdebatan di atas dan menjadikan aabiyah sebagai terminologi yang lebih familiar dalam perdebatan ilmu-ilmu sosial.
  • Menurut Abdu al-Raziq al-Makhi, aabiyah dilihat dari polanya terbagi ke dalam lima bentuk.


Aabiyah kekerabatan dan keturunan adalah aabiyah yang paling kuat

Aabiyah persekutuan, terjadi karena keluarnya seseorang dari garis keturunannya yang semula ke garis keturunan yang lain.

Aabiyah kesetiaan yang terjadi karena peralihan seseorang dari garis keturunan dan kekerabatan ke keturunan yang lain akibat kondisi- kondisi sosial. Dalam kasus yang demikian ini, aabiyah timbul dari persahabatan dan pergaulan yang tumbuh dari ketergantungan seseorang pada garis keturunan yang baru.

Aabiyah penggabungan, yaitu aabiyah yang terjadi karena larinya seseorang dari keluarga dan kaumnya dan bergabung pada keluarga dan kaum yang lain.

Aabiyah perbudakan yang timbul dari hubungan antara para budak dan kaum mawali dengan tuan-tuan mereka (al-Khudairi 1979:145- 146)

Dari lima bentuk aabiyah yang dibedakan oleh Abdu al-Raziq al- Makhi hanya satu yang tidak didasarkan atas keturunan atau keluarga, yaitu bentuk aabiyah kelima. Bila memang demikian aabiyah yang dimaksudkan oleh Ibnu Khaldun (732 H-808 H/1332 M-1406 M), maka bagaimana dengan solidaritas yang terdapat antarsesama pegawai dalam suatu instansi tertentu dan ketidakrelaan mereka bila instansi atau korpsnya dilecehkan? Sebuah realitas yang tentunya juga dialami dan diamati oleh Ibnu Khaldun (732 H-808 H/1332 M-1406 M).

Kelompok Sempalan dalam Nomenklatur Sosiologi Hukum Islam

Serangkaian aliran dan kelompok ini kelihatannya sangat beranekaragam.

Definisi Kelompok Sempalan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun