Mohon tunggu...
Kusuma Maharani
Kusuma Maharani Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswi

hobi saya membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sosiologi Hukum Islam

1 Oktober 2024   04:19 Diperbarui: 1 Oktober 2024   04:19 9
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pembangunan nasional adalah rangkaian upaya pembangunan berkesinambungan meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara untuk melaksanakan tugas mewujudkan tujuan nasional sebagaimana dirumuskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pembangunan nasional dalam dua puluh tahun mendatang diarahkan pada pencapaian sasaran-sasaran pokok, antara lain terwujudnya masyarakat Indonesia yang berakhlak mulia yang ditandai oleh terwujudnya karakter bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, dan bermoral berdasarkan falsafah Pancasila yang dicirikan dengan watak dan perilaku manusia dan masyarakat Indonesia yang beragama, beriman, dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa (Undang-Undang Republik Indonesia 2007, No. 7)

Dalam lampiran Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025, disebutkan bahwa landasan idiil RPJP Nasional adalah Pancasila dan landasan konstitusional Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sedangkan landasan operasionalnya meliputi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan langsung dengan pembangunan nasional, yaitu antara lain Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor VII/MPR/2001 tentang Visi Indonesia Masa Depan.

Problem utama masyarakat yang menggunakan agama sebagai sistem acuan nilai yang relatif dominan seperti ditemukan di Indonesia, terletak pada kemampuan masyarakat tersebut menemukan mekanisme sosial tertentu, baik secara alamiah maupun terencana yang dapat menjamin tertib hukum dan sosial. Salah satu bentuk mekanisme sosial yang dapat diusahakan secara terencana adalah mengembangkan perangkat peraturan yang berfungsi mencegah kemungkinan timbulnya penggunaan agama sebagai sistem acuan hingga ke tingkat konflik. Dalam konteks inilah, hukum kerukunan umat beragama menjadi urgen.

Di Sulawesi Selatan, tepatnya di pinggiran Danau Mawang, Kampung Butta Ejayya, Kelurahan Romang Lompoa, Kecamatan Bontomarannu, Kabupaten Gowa, terdapat sebuah komunitas Islam yang dewasa ini mencuat ke ruang publik. Bercirikan penampilan yang serba hitam, berambut pirang sebahu, dan serban hitam yang berpadukan putih, serta cadar bagi sebagian kaum ibu. Itulah An-Nadzir. Kemunculan komunitas ini sempat menuai kontroversi. Ia dianggap sebagai Islam tradisional kolot. Paham mereka yang paling mengejutkan adalah penetapan 1 Ramadan dan 1 Syawal yang kerap berbeda dari pemerintah (Situju, 2011: 1).

Munculnya banyak aliran (pemahaman) baru dalam agama Islam, sering kali disikapi Majelis Ulama Indonesia (MUI) dengan mengeluarkan fatwa "sesat" yang menuai polemik. Sebagian umat terkadang merespon fatwa yang demikian itu dengan tindak kekerasan dan memperburuk citra Islam, karena suatu kelompok dominan (mainstream) merasa bahwa pemaksaan keyakinan terhadap orang atau pun kelompok lain adalah hak sebagaimana terajar, meniadakan yang munkar (baca: sesat) adalah makruf. Inilah yang menjadi salah satu faktor pemicu munculnya kekerasan komunal.

Realitas Sosial An-Nadzir Sebagai Suatu Komunitas

Komunitas An-Nadzir mulai menata diri sebagai organisasi keagamaan pada tanggal 8 Februari 2003 di Jakarta dalam bentuk yayasan yang diberi nama Yayasan An-Nadzir. Komunitas An-Nadzir memiliki jaringan di berbagai daerah di Indonesia; Jakarta, Medan, Banjarmasin, Batam, Dumai, Batubara, Bogor, dan di berbagai daerah di Sulawesi Selatan. Khusus di Sulawesi Selatan, perkembangan awal An-Nadzir dimulai di tanah Luwu. Terutama ketika Syamsuri Madjid masih aktif melakukan dakwah keagamaan di Luwu. Namun, ketika kegiatan dakwah Syamsuri Madjid mulai jarang dilakukan dan setelah Syamsuri meninggal dunia pada tahun 2006, komunitas An- Nadzir di Luwu mengalami stagnasi.

Bagi An-Nadzir, semangat martir seperti di atas merupakan suatu modal. Suatu kekuatan untuk eksis. Dengan latar belakang semangat itulah kemudian diadakan silaturahmi nasional An-Nadzir pertama pada awal tahun 2006 di danau Mawang. Dalam acara tersebut Lukman menunjukkan bahwa :

Komunitas ini meyakini bahwa segala hal yang mereka peroleh saat ini adalah buah dari kedekatan kepada Sang Khalik: bantuan lahan dari pemerintah, bibit ikan, listrik, dan segala peralatan pertanian modern. Lukman menjelaskan: "Kami percaya bahwa dengan bertakwa kepada Allah, kita akan dimudahkan hidup di dunia. Terbukti sekarang, di sini masyarakat hidup sejahtera. Lahan pertanian subur, ikan-ikan bisa dipanen dengan hasil yang melimpah".

Meski jauh dari kehidupan kota, mereka tetap membuka diri terhadap akses informasi. Mereka juga tetap mengikuti perkembangan dunia luar lewat tayangan televisi, berbeda dengan misalnya komunitas Yearning for Zion di Texas, Amerika Serikat atau Commune Friedrichshof di Austria, yang sama sekali menutup akses seperti itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun