Mohon tunggu...
Eni Kus
Eni Kus Mohon Tunggu... Wiraswasta - wiraswasta

suka menari bali

Selanjutnya

Tutup

Politik

Rekonsiliasi Nasional Pasca Putusan MK

10 Mei 2024   21:27 Diperbarui: 10 Mei 2024   21:39 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pilpres 2024ntelah usai. Semua tahapan Pemilu sudah selesai, termasuk gugatan Pemilu yang disidangkan oleh Mahkamah Konstitusi  (MK). MK sudah memutuskan untuk menolak gugatan pasangan Anies Muhaimin dan juga pasangan Ganjar dan Machfud MD.

MK tentu dalam koridor hukum yang obyektif dan rasional. Mereka juga pasti mengedepankan kepentingan kebangsaan dibandingkan kepentingan sekelompok orang. Apalagi jika tuduhan kecurangan itu tidak bisa dibuktikan. Kita tahu pelaksanaan pemilu sangat akbar dan besar. Tidak mungkin sebuah pelaksanaan pemilu dilakukan secara sembarangan.

MK telah mengambil keputusan sesuai kewenangan-nya, on the track. Fakta-fakta hukum selama proses penghitungan adalah memang kewenangan MK untuk memutuskan. Sementara itu, fakta hukum sebelum penghitungan ranah penyelesainnya lewat hak angket di DPR.

Sehingga dengan berbagai proses dan tahapan, MK memutuskan bahwa hasil Pilpres 2024 yang dilakukan oleh KPU adalah sah. Pasangan Prabowo -Gibran  memenuhi syarat konstitusional menjadi Presiden dan wakil Presiden.

Keputusan MK ini, bagaimanapun rumit dan beratnya, harus diterima dengan lapang dada oleh semua pihak, termasuk oleh pihak penggugat.

Yang paling mengkhawatirkan adalah ketidakrelaan dari beberapa pihak yang terprovokasi rasa benci pada saat kampanye dan sebelum pemilu. Mereka umumnya sudah terpengaruh dan berpikir dan bersikap seakan punya keterikatan emosional dengan salah satu calon. Orang-orang yang seperti ini biasanya sulit untuk berfikir secara obyektif .

Mereka juga sering terjebak pada rasa benci yang tak berdasar dan hanya bersandar pada narasi-narasi influencer,  yang beredar di media-media sosial. Ketentuan algoritma juga memperparah kondisi ini, karena seringkali informasi-informasi sejenislah yang mereka produksi dan akan disebarkan kepada kalangan mereka karena mekanisme algoritma. Karena itu seringkali yang terjadi adalah narasi-narasi yang mereka terima adalah kebenaran dan itu diperkuat (teramplifikasikan) sehingga tak heran itu menjadi keyakinan.

Dengan situasi dan kondisi seperti itu tak jarang kebencian menjadi sumur tak berujung. Sehingga tak heran setelah pemilu pun ujaran kebencianpun masih berlangsung . Ini sangat nyata terjadi saat Pilkada Jakarta dan Pilpres 2019. Dua pemilu itu membuat masyarakat terbelah dan butuh waktu lama untuk pulih.

Karena itu sudah saatnya kita sadar perlunya rekonsiliasi nasional agar kita bisa berkonsentrasi pada Pembangunan yang sudah pasti menantang di masa-masa mendatang. Tak perlu ujaran kebencian atau antipasti berlebihan dan keluar konteks selalu dibawa-bawa dalam semua kesempatan. Kita adalah satu, kita adalah Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun