"Seribu orang tua bisa bermimpi, satu orang pemuda bisa mengubah dunia," Sungguh hebat kemampuan dan peran seorang pemuda hingga sang proklamator mengatakan demikian. Tak dapat dipungkiri bahwa 'hemoglobin' daya imajinasi, novasi, dan kreasi begitu tinggi dalam darah seorang yang masih muda. Mereka generasi muda merupakan agen perubahan yang akan menciptakan peradaban bagi bangsa. Namun perlu kita garisbawahi, pemuda seperti apakah yang akan mampu menjadi agent of change untuk Indonesia yang berkemajuan?
Mari kita tengok sejenak kondisi generasi muda Indonesia saat ini. Generasi muda yang kini lebih populer dengan sebutan generasi millennial, generasi zaman now. Generasi ini umumnya ditandai oleh peningkatan penggunaan dan keakraban dengan komunikasi, media, dan teknologi digital.
Generasi millennial memiliki sisi positif dan negatif. Dari segi positifnya mereka merupakan pribadi yang pikirannya terbuka, pendukung kesetaraan hak, memiliki rasa percaya diri yang bagus, mampu mengekspresikan perasaannya, liberal, dan optimis. Sedangkan negatifnya generasi millennial tergolong pemalas, narsis, dan suka sekali melompat dari satu pekerjaan ke pekerjaan yang lain. Baik sisi positif maupun negatif ini apabila tidak diarahkan dapat berpotensi memperburuk kondisi bangsa Indonesia.
Tanpa bermaksud melupakan prestasi yang telah dicapai generasi millennial. Cukup penting pula kita melihat kelemahan generasi muda yang berpotensi memperburuk kondisi negeri. Salahsatunya, generasi millennial terkenal dengan generasi narsis yang terbuka dan percaya diri.  Mereka berada pada kondisi pencarian jati diri atau eksistensi dengan memanfaatkan tekhnologi (internet). Karakteristik ini seringkali menyebabkan mereka menjadi sasaran pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab untuk melancarkan ideologi atau misinya. Contoh konkretnya, kasus teror bom bunuh diri di Medan dengan tersangka pemuda berusia 18 tahun. Kemudian BNPT-pun menyebutkan bahwa  pernah terjadi kasus anak SD dapat merakit bom setelah belajar dari internet.
Menyadari kondisi ini tentu kita tidak boleh tinggal diam. Kita harus memperoleh formula yang tepat untuk menangani kondisi ini. Sebagai bentuk rekomendasi, mari kita mulai dari hal yang sederhana, yakni pendidikan secara tepat sejak dini oleh orangtua. Orangtua, terutama ibu merupakan sang penunjuk arah bagi anak. Bagaimana caranya? Ibu sebagai orang terdekat bagi anak memberikan contoh dan  pemahaman agama secara benar, mengajarkan cinta tanah air, membiasakan anak untuk membaca, berbahasa dan bertindak penuh kasihsayang, serta membatasi penggunaan tekhnologi secara bijak. Jika ini yang dilakukan, maka quote seorang pemuda akan mengubah dunia, khususnya Indonesia yang berkemajuan akan terwujud secara nyata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H