Bagi pecinta sulap dan ajang pencari bakat, nama Riana dan mungkin bonekanya Riani sudah sangat familiar. Kisah misterius The Sacred Riana yang memenangkan Asia's Got Talent 2017 diangkat sebagai sebuah film yang disutradarai oleh Billy Christian .
Kebetulan saya mengikuti Gala Premiere yang digelar pada 11 Maret 2019 di Plaza Senayan, Jakarta. Jika kamu sedang mempertimbangkan untuk menonton dan benci spoiler, baiknya kamu tidak melanjutkan membaca ulasan ini. Â [SPOILER ALERT]
Namun, bagi kamu yang nggak masalah spoiler, yuk mari lanjut ke ulasannya:
Cerita
Riana kecil hidup bersama ayah dan ibunya yang menjalankan bisnis "kematian". Rumah mereka adalah rumah duka. Ayahnya (Prabu Revolusi) menjual peti mati sedangkan ibunya (Citra Prima) adalah perias mayat. Riana sering mendapatkan ejekan dari temannya dan kurang perhatian dari orangtuanya sehingga dia tumbuh menjadi anak yang pendiam dan tidak bisa bersosialisasi dengan anak lainnya. Sementara, dia bisa melihat hantu di sekitarnya.
Konflik
Kondisi Riana yang "berbeda" membuat orang tua dan guru Bimbingan Penyuluhan, Bu Klara (Aura Kasih), prihatin. Klara pun tidak keberatan membantu Riana "sembuh". Klara tidak sendiri, dia membawa tiga anak indigo lainnya yaitu Lusi (Agatha Chelsea), Hendro (Anggrean Ken) dan si kecil Anggi (Ciara Nadine Brosnan) untuk menemani Riana di rumah.
Komentar
Film ini berdurasi sekitar 2,5 jam, cukup lama. Perjalanan ceritanya memang cukup detail mulai dari kembang tumbuh Riana, pertemuan Riana dan Riani, perkenalan karakter-karakter sahabat baru Riana hingga klimaks dan anti klimaks. Pada babak-babak awal, saya menikmati alur cerita yang membuat saya mengerti kenapa Riana berbeda. Sequence cerita dibangun dengan rapi. Namun pada babak-babak sepertiga akhir, saya mulai merasa ingin segera keluar dari bioskop. Ini karena penyelesaian klimaks yang menurut saya timpang dengan pembangunan konflik yang cukup bagus di awal.
Di akhir, saya merasa pembangunan tokoh berikut latarnya menjadi sia-sia ketika ada tokoh pada akhirnya tewas demi efek dramatis menolong Riana (padahal mereka bisa aja melarikan diri bersama, misalnya). Bagi saya, sangat sayang jika tokoh-tokoh yang latarnya kaya itu harus mati padahal mereka potensial digali lagi. Belum lagi, kematian salah satu tokoh juga cukup ganjil. Tidak ada penjelasan yang masuk akal pula dari mana tokoh itu tahu cara "menyelesaikan" musuh mereka di detik-detik terakhir sebelum kematiannya.
Soal menakutkan atau tidak, film ini punya jump-scare yang khas dengan suara yang dibuat hantu ketika dia akan muncul. Cara yang sama yang digunakan Ibu di film 'Pengabdi Setan' atau hantu di 'Conjuring'. Namun seringkali, tokoh yang hampir semuanya punya bakat indigo itu bisa melihat hantu kapan saja tanpa memberikan clue pada penonton.
Film ini juga menyuguhkan beberapa adegan lawak, meskipun sehari setelah menonton saya sudah lupa apa kalimatnya (artinya tidak terlalu mengena). Tapi yang saya masih ingat adalah rasa gemas pada Anggi yang digambarkan tidak hanya pemberani tetapi juga lucu dalam film ini.
Rating
Saya kasih film ini rating 7/10 karena sudah memberikan saya informasi mengenai siapa Riana dan Riani meski tidak banyak kalimat yang diucapkan Riana. Namun seperti yang sudah saya tulis, akhir dari film ini terasa kurang nampol jika dibandingkan dengan bagian awal cerita yang sudah baik.
Film ini akan rilis pada 14 Maret 2019 di seluruh Indonesia. Sekian!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H