Mohon tunggu...
Kusno Haryanto
Kusno Haryanto Mohon Tunggu... Administrasi - Apoteker yang Merdeka

Assessor Of Competency BNSP No.Reg.MET.000.003425 2013, Apoteker alumni ISTN Jakarta, Magister Farmasi Universitas Pancasila Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sucofindo Harus Dilibatkan dalam Keputusan BPOM Soal Kandungan DNA Babi pada Obat

4 Maret 2018   12:20 Diperbarui: 4 Maret 2018   12:56 1097
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penny Kusumastuti Lukito, Ka BPOM, foto wikipedia

Aktifitas badan pengawas obat dan makanan yang lebih dikenal dengan singkatan BPOM akhir -- akhir terus mendapat porsi diberbagai media massa baik cetak maupun elektronik. Aktifitas atau kegiatan yang selalu diliput oleh media umumnya akhir -- akhir ini selalu tentang penarikan berbagai produk obat atau suplemen makanan yang dicurigai oleh BPOM mengandung unsur babi pada produknya. Masih teringat jelas bagaimana setelah surat yang berasal dari BPOM yang ditujukan kepada produsen Enziplex dan Viostin DS bocor dan tersebar melalui group -- group dimedia sosial dan kemudian dalam beberapa hari kemudian BPOM memberikan kesimpulan kepada dua produk suplemen makanan itu benar mengandung unsur babi dan selanjutnya harus ditarik dari peredaran.

Selang beberapa hari kemudian dan masih dibulan yang sama yakni di akhir bulan Februari kemarin kembali BPOM membuat berita yang diliput hampir semua media baik nasional maupun daerah dimana kepala BPOM berujar ada 13 produk yang dicurigai mengandung unsur DNA babi. Pernyataan yang terkesan tergesa -- gesa yang disampaikan oleh Penny K Lukito yang menjabat sebagai Kepala BPOM itu sampai hari ini sebenarnya belum pernah disebutkan bersumber dari hasil pemeriksaan laboratorium mana.

Artinya si Ibu ini pada saat itu  hanya mengucapkan sesuatu atas dasar kecurigaannya tanpa didasarkan kepada hasil uji laboratorium terhadap produk yang dicurigainya itu, karena pada faktanya sampai dengan tulisan ini dimuat si Ibu Kepala BPOM atau staff humasnya belum mengeluarkan pengumuman resmi dari ke 13 nama produk yang sudah terlanjur dicurigai sebagai produk yang mengandung DNA babi.

Penny Kusumastuti Lukito, Ka BPOM, foto wikipedia
Penny Kusumastuti Lukito, Ka BPOM, foto wikipedia
Jika melihat kepada proses terungkapnya Enziplex dan Viostin DS sebagai produk yang mengandung DNA babi maka pernyataan Kepala BPOM terhadap kecurigaannya kepada 13 produk yang tidak disebutkan namanya itu menjadi sangat bertolak belakang. Saat mengumumkan Enziplex dan Viostin DS didahului oleh surat edaran dari Balai Besar POM di Mataram yang ditujukan kepada Balai POM di Palangkaraya yang berisi tentang hasil pengujian sampel Enziplex dan Viostin DS yang ternyata benar positive mengandung DNA babi, sayangnya surat ini akhirnya bocor dan menjadi viral diberbagai media sosial.

Disinilah perbedaan nyata tentang pernyataan Kepala BPOM terhadap 13 produk yang dicurigai mengandung DNA babi yang tidak berdasar kepada data laboratorium terkini dengan pernyataan terhadap Enziplex dan Viostin DS yang juga dicurigai mengandung babi tetapi berdasarkan uji laboratorium.    

Bachder Djohan Buddin, Presdir PT Sucofindo, foto Jitunews.com
Bachder Djohan Buddin, Presdir PT Sucofindo, foto Jitunews.com
Sebenarnya memang agak mengherankan cara kerja BPOM dalam memutuskan suatu produk farmasi baik obat ataupun suplemen makanan yang dicurigai mengandung unsur babi ini. Bagaimana tidak BPOM yang melakukan operasi pasar dan mencurigai suatu produk mengandung unsur babi lalu mengambil suatu produk itu kemudian membawa kerumah besarnya ( kantor BPOM ) dilanjutkan dengan melakukan pemeriksaan terhadap suatu produk tadi di laboratorium yang dimiliki oleh BPOM dan pemeriksaan itu dilakukan oleh orang -- orang yang bekerja sebagai karyawan BPOM itu sendiri.

Setelah hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh orang BPOM di laboratorium BPOM itu selesai lalu hasilnya diumumkan oleh orang BPOM lagi. Artinya dari mulai BPOM mencurigai suatu produk, lalu produk itu diambil dan dibawa oleh orang BPOM ke kantor BPOM, lalu diperiksa di laboratorium yang dimiliki BPOM dengan tenaga pemeriksa juga orang BPOM dan terakhir diumumkan pula oleh orang BPOM, rangkaian kerja seperti itu rasanya menjadi hal yang kurang bijaksana dan tidak tepat.

Terkesan semua yang dilakukan oleh BPOM adalah menjadi suatu kebenaran, padahal semua rangkaian kerja itu dilakukan sendiri oleh satu badan yang berbendera yang bernama BPOM. Disana kepada produsen suatu produk obat yang diputuskan oleh BPOM mengandung unsur DNA babi sepertinya harus langsung menerima putusan itu karena pada saat itu juga si produsen diharuskan menarik produknya dan tidak diberikan kesempatan untuk melakukan banding untuk menyanggah keputusan sepihak dari BPOM itu.

Lukmanul Hakim, Direktur LPPOM MUI, foto Kulinermagazine.com
Lukmanul Hakim, Direktur LPPOM MUI, foto Kulinermagazine.com
Dari rangkain berita yang beredar di media sosial didapat kesimpulan bahwa mengapa akhirnya BPOM memerintahkan untuk menarik Enziplex dan Viostin DS, yakni ditemukan dugaan adanya perbedaan bahan yang diinfokan ke BPOM dalam tahapan pre market dan post market. Jika memang benar alasan ini yang dijadikan oleh BPOM untuk menarik suatu produk mestinya BPOM tidak kerja sendiri dalam memutuskan penarikan suatu produk.

BPOM seharusnya juga memberikan sampel kepada pihak lain semisal laboratorium Sucofindo atau laboratorium LPPOM MUI untuk ikut berperan dalam memutuskan kesimpulan akhir dari kecurigaan BPOM terhadap suatu produk yang dicurigai mengandung unsur babi. Hal ini mesti dilakukan BPOM agar hasil putusan  BPOM menjadi fair sebab keputusan BPOM diambil berdasarkan data dari dua laboratorium, yakni laboratorium Sucofindo atau LPPOM MUI sebagai pihak independen dan laboratorium BPOM sendiri.

Seperti misalnya bila kita diputuskan mengidap virus HIV dari hasil pemeriksaan di laboratorium klinik A apakah kemudian kita menerima bulat -- bulat keputusan itu tentunya tidak, kita pasti tergerak untuk melakukan tes yang sama tetapi di laboratorium klinik yang lain. Apabila didapat hasil yang sama dari kedua laboratorium klinik itu tentunya kita bisa legowo dan ikhlas menerima keputusan bahwa kita mengidap virus HIV.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun