Aktifitas badan pengawas obat dan makanan yang lebih dikenal dengan singkatan BPOM akhir -- akhir terus mendapat porsi diberbagai media massa baik cetak maupun elektronik. Aktifitas atau kegiatan yang selalu diliput oleh media umumnya akhir -- akhir ini selalu tentang penarikan berbagai produk obat atau suplemen makanan yang dicurigai oleh BPOM mengandung unsur babi pada produknya. Masih teringat jelas bagaimana setelah surat yang berasal dari BPOM yang ditujukan kepada produsen Enziplex dan Viostin DS bocor dan tersebar melalui group -- group dimedia sosial dan kemudian dalam beberapa hari kemudian BPOM memberikan kesimpulan kepada dua produk suplemen makanan itu benar mengandung unsur babi dan selanjutnya harus ditarik dari peredaran.
Selang beberapa hari kemudian dan masih dibulan yang sama yakni di akhir bulan Februari kemarin kembali BPOM membuat berita yang diliput hampir semua media baik nasional maupun daerah dimana kepala BPOM berujar ada 13 produk yang dicurigai mengandung unsur DNA babi. Pernyataan yang terkesan tergesa -- gesa yang disampaikan oleh Penny K Lukito yang menjabat sebagai Kepala BPOM itu sampai hari ini sebenarnya belum pernah disebutkan bersumber dari hasil pemeriksaan laboratorium mana.
Artinya si Ibu ini pada saat itu  hanya mengucapkan sesuatu atas dasar kecurigaannya tanpa didasarkan kepada hasil uji laboratorium terhadap produk yang dicurigainya itu, karena pada faktanya sampai dengan tulisan ini dimuat si Ibu Kepala BPOM atau staff humasnya belum mengeluarkan pengumuman resmi dari ke 13 nama produk yang sudah terlanjur dicurigai sebagai produk yang mengandung DNA babi.
Disinilah perbedaan nyata tentang pernyataan Kepala BPOM terhadap 13 produk yang dicurigai mengandung DNA babi yang tidak berdasar kepada data laboratorium terkini dengan pernyataan terhadap Enziplex dan Viostin DS yang juga dicurigai mengandung babi tetapi berdasarkan uji laboratorium. Â Â
Setelah hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh orang BPOM di laboratorium BPOM itu selesai lalu hasilnya diumumkan oleh orang BPOM lagi. Artinya dari mulai BPOM mencurigai suatu produk, lalu produk itu diambil dan dibawa oleh orang BPOM ke kantor BPOM, lalu diperiksa di laboratorium yang dimiliki BPOM dengan tenaga pemeriksa juga orang BPOM dan terakhir diumumkan pula oleh orang BPOM, rangkaian kerja seperti itu rasanya menjadi hal yang kurang bijaksana dan tidak tepat.
Terkesan semua yang dilakukan oleh BPOM adalah menjadi suatu kebenaran, padahal semua rangkaian kerja itu dilakukan sendiri oleh satu badan yang berbendera yang bernama BPOM. Disana kepada produsen suatu produk obat yang diputuskan oleh BPOM mengandung unsur DNA babi sepertinya harus langsung menerima putusan itu karena pada saat itu juga si produsen diharuskan menarik produknya dan tidak diberikan kesempatan untuk melakukan banding untuk menyanggah keputusan sepihak dari BPOM itu.
BPOM seharusnya juga memberikan sampel kepada pihak lain semisal laboratorium Sucofindo atau laboratorium LPPOM MUI untuk ikut berperan dalam memutuskan kesimpulan akhir dari kecurigaan BPOM terhadap suatu produk yang dicurigai mengandung unsur babi. Hal ini mesti dilakukan BPOM agar hasil putusan  BPOM menjadi fair sebab keputusan BPOM diambil berdasarkan data dari dua laboratorium, yakni laboratorium Sucofindo atau LPPOM MUI sebagai pihak independen dan laboratorium BPOM sendiri.
Seperti misalnya bila kita diputuskan mengidap virus HIV dari hasil pemeriksaan di laboratorium klinik A apakah kemudian kita menerima bulat -- bulat keputusan itu tentunya tidak, kita pasti tergerak untuk melakukan tes yang sama tetapi di laboratorium klinik yang lain. Apabila didapat hasil yang sama dari kedua laboratorium klinik itu tentunya kita bisa legowo dan ikhlas menerima keputusan bahwa kita mengidap virus HIV.
Lagipula jika benar adanya informasi perbedaan bahan saat pre market dan post market mestinya ini sudah dapat diartikan suatu tindak pidana penipuan. Unsur untuk disebut melakukan penipuan bagi produsen sepertinya sudah terpenuhi dan sudah layak dilaporkan oleh BPOM dengan membawa minimal dua alat bukti ke pihak kepolisian.
Ini malah sangat lebih fair, jadi BPOM yang mencurigai adanya kandungan DNA babi atas suatu produk lalu melaporkan kepada kepolisian setempat dan biarkan Polisi melakukan penyidikan dan penyelidikan untuk kemudian bila memenuhi persyaratan dapat dilimpahkan ke kejaksaan untuk kemudian dibawa ke pengadilan.
Disinilah, mestinya di pengadilan semua tuduhan dan kecurigaan BPOM akan terbukti benar atau tidak. Biarkan hakim melalui pengadilan yang fair memutuskan apakah benar suatu produk mengandung DNA babi atau tidak. Bukan BPOM yang mencurigai, BPOM yang menyita, BPOM yang memeriksa di laboratorium BPOM oleh tenaga laboratorium yang dimikil BPOM dan BPOM sendiri yang akhirnya memutuskan. Jika ini berlanjut maka bukan tidak mungkin akan terdengar celetukan "maha benar ketua BPOM dengan segala kecurigaannya". Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H