Belum lepas dalam ingatan bagaimana harian Kompas yang digunakan sebagai sumber berita rujukan nasional pada hari Senin tanggal 08 Agustus 2016 mengutip ucapan Sekretaris Jendral Ikatan Apoteker Indonesia yang mengatakan “Apoteker saja tak bisa membedakan obat asli atau palsu”, ucapan yang sembrono dan melecehkan profesi Apoteker ini rupanya tidak dijadikan sebagai bahan koreksi di Pimpinan Pusat Ikatan Apoteker Indonesia.
Bagaimana tidak, kemarin pada tanggal 19 September 2016 beredar surat HIMBAUAN dari Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia yang ditandatangani oleh Ketua Umum dan Sekretaris Jendralnya yang ditujukan kepada sejawat Apoteker, dengan isi himbauan : “ kepada segenap Apoteker yang berpraktik di area pelayanan kefarmasian agar Melaksanakan Praktik Kefarmasian Secara Bertanggung Jawab … “.
Dalam surat himbauan itu disebut menindaklanjuti hasil rapat kordinasi tingkat Mentri yang diselenggarakan pada hari Kamis 16 September 2016 serta setelah menyimak perkembangan praktik kefarmasian yang saat ini berkembang ditengah – tengah masyarakat ( salinan lengkap tentang himbauan ini cari sendiri agar pembaca rajin mencari info terbaru ).
Banyak teman saya yang berprofesi sebagai Apoteker bercerita sangat terkenjut sambil menggeleng–gelengkan kepalanya sebagai tanda ketidakmengertian dan ketidaksukaan dengan surat himbauan yang bernomor B1.187/PP.IAI/1418/IX/2016 tertanggal 19 September 2016itu. Kawan – kawan yang berprofesi sebagai Apoteker ini berkeluh menanyakan apa tujuan dari himbauan ini, mengingat himbauan ini ditujukan kepada rekan sejawat Apoteker dan ditandatangani oleh Ketua Umum dan Sekretaris Umum dari organisasi profesinya ditingkat pusat maka berarti himbauan ini berlaku untuk semua Apoteker di Indonesia yang bekerja di area pelayanan kefarmasian. Isi himbauan yang berbunyi “agar melaksanakan praktik kefarmasian secara bertanggung jawab” maka kalimat dalam himbauan ini dapat diartikan bahwa selama ini Apoteker di Indonesia yang bekerja di area pelayanan kefarmasian selama ini dinilai tidak bertanggung jawab dalam pekerjaaannya sehingga Ketua Umum merasa perlu mengeluarkan himbauan itu.
Aneh dan janggal rasanya saat penulis membaca isi himbauan yang dikeluarkan oleh Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia ini. Bagaimana bisa sang Ketua Umum memberi himbauan tanpa terlebih dahulu mengukur dan menghitung berapa persen kah jumlah Apoteker yang mesti dihimbau dari jumlah Apoteker keseluruhan yang mencapai puluhan ribu. Dengan menuliskan kalimat “kepada segenap Apoteker yang berpraktik di area pelayanan kefarmasian agar melaksanakan praktik kefarmasian secara bertanggung jawab”, penulis dan banyak teman penulis berpendapat berarti sang Ketua Umum sudah sangat yakin mengetahui dan menilai serta berpendapat bahwa selama ini Apoteker di Indonesia secara keseluruhan tidak melaksanakan praktik kefarmasiannya secara bertanggung jawab. Waduhhh ….
Sebagai seorang tokoh dari organisasi besar yang anggotanya semua berpendidikan tinggi, mestinya sang Ketua Umum lebih berhati – hati dalam membuat surat terlebih surat himbauan, dengan surat himbauan yang seperti itu sungguh akan menjadi tanda tanya besar tentang kepiawaian Ketua Umum dalam bersikap dan berpendapat terhadap profesi Apoteker yang juga disandangnya. Idealnya sebelum mengeluarkan himbauan kepada segenap Apoteker mestinya sang Ketua Umum melakukan penelitian untuk menghitung berapa jumlah Apoteker di Indonesia saat ini yang berpraktik di area pelayanan kefarmasian, dari jumlah yang sekian itu lalu dihitung lagi berapa jumlah Apoteker yang tidak melaksanakan praktik kefarmasian secara bertanggung jawab, jika ada, di provinsi mana saja kejadian itu terjadi.
Nah dari sini setelah mempunyai data yang valid barulah diputuskan apakah perlu membuat himbauan kepada Apoteker karena ternyata data yang didapat oleh sang Ketua Umum semua atau hampir semua Apoteker yang berpraktik di area pelayanan kefarmasian tidak bekerja secara bertanggung jawab. Tetapi sebaliknya apabila yang didapat hanya 2 % dari puluhan ribu Apoteker yang tidak bekerja secara bertanggung jawab maka apakah perlu mereka para Apoteker yang berjumlah 98 % dari keseluruhan jumlah Apoteker dan sudah bekerja secara bertanggung jawab juga dihimbau untuk bekerja secara bertanggung jawab.
Disinilah saatnya sang Ketua Umum mulai berbenah memperbaiki gaya komunikasi kepada seluruh Apoteker di Indonesia. Banyak, bahkan semua Apoteker yang bekerja di rumah sakit maupun klinik tanpa dilakukan penelitian pun sudah dapat dipastikan mereka bekerja dengan sangat sungguh – sungguh, berhati – hati dan bertanggung jawab terhadap pekerjaannya.
Indikator sederhana dari mereka diantaranya adalah tidak satupun ada Apoteker yang dijadikan tersangka saat kasus vaksin palsu menggegerkan negeri ini begitupun saat peredaran obat kadaluarsa di Apotek Rakyat yang berlokasi di Pasar Pramuka di Jakarta tidak seorang Apoteker pun yang ditetapkan sebagai tersangka, para Apoteker yang semuanya bekerja secara bertanggung jawab juga dapat dibuktikan dengan tidak adanya berita sekalipun dimedia manapun yang menyebutkan adanya kesalahan pemberian obat kepada pasien dalam waktu yang cukup lama ini.
Justru sebaliknya penulis menanyakan apa data yang dimiliki sang Ketua Umum sehingga menyimpulkan semua Apoteker harus diberi himbauan untuk bekerja secara bertanggung jawab. Kalau memang ternyata benar menurut versi sang Ketua Umum bahwa Apoteker selama ini tidak bekerja secara bertanggung jawab dan lalu akhirnya diberi himbauan agar Apoteker bekerja secara bertanggung jawab apakah pantas himbauan ini disebarkan ke berbagai instansi sebagai tembusan ? Bagaimana kalau hal ini justru banyak yang menilai bahwa sang Ketua Umum seperti sedang menampar wajahnya sendiri?
Sekali lagi penulis tegaskan, apabila sang Ketua Umum berpendapat dan menilai bahwa selama ini Apoteker Indonesia tidak bekerja secara bertanggung jawab dan lalu akhirnya terpaksa diberi himbauan, apakah layak himbauan ini ditembuskan keberbagai instansi ? Bukankah himbauan ini menunjukan bahwa selama ini Apoteker di Indonesia tidak bekerja secara bertanggung jawab dan anda yang seharusnya melindungi serta menjaga harkat, martabat, kehormatan dan harga diri profesi Apoteker justru mengumumkannya kemana–mana. PAYAH, itu saja ….