Mohon tunggu...
kusniawati
kusniawati Mohon Tunggu... Diplomat - Mahasiswi/ Hubungan Internasional/ Universitas Darussalam Gontor kampus putri

mahasiswi hubungan internasional, hobi membaca dan menulis dan salah satu karya yang telah di terbitkan adalah Sahabat until Jannah. penulis wattpad Amatir.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Analisa Segitiga Konflik Johan Galtung dalam kasus Genosida Rwanda: Diskriminasi Perempuan

30 September 2022   09:54 Diperbarui: 30 September 2022   10:02 1280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Segitiga Johan Galtung/ Deprivasi Relatif

 

Dari data yang penulis dapatkan, berdasarkan penjelasan dari Dwi Ardiyanti selaku dosen mata kuliah Resolusi Konflik pada hari senin tanggal 12 juli 2022, beliau mengatakan bahwa Johan Galtung mendefinisikan deprivasi relatif sebagai persepsi individu atas jarak negatif antara nilai ekspektasi (value expectations) dan nilai kapabilitas (value capabilities). Yang dimaksud dari kedaunya adalah sebagai berikut, Nilai ekspektasi adalah harapan individu akan kualitas hidup tertentu yang dipercaya dirinya berhak untuk memiliki atau menikmatinya. Nilai kapabilitas adalah suatu kondisi di mana mereka percaya mampu untuk mencapai harapan tersebut.[10]

 

  • Dari kasus Genosida Rwanda, jika dikaji menggunakan teori Deprivasi Relatif Galtung, maka secara relative berdasarkan Nilai ekspektasi Etnis Tutsi dan Hutu Moderat berhak mendapatkan kebebasan dan terlepas dari diskriminasi baik itu perempuan maupun laki-laki. Mereka memiliki hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama baik dalam lingkup sosial masyarakat maupun pemerintahan.
  • Nilai kapabilitas, berdasarkan nilai kapabilitas sebenarnya Etnis Ekstremis Hutu yang menjadi kaum mayoritas di Rwanda seharusnya bisa menyaingi Etnis Tutsi maupun Hutu moderat yang posisinya sebagai kaum minoritas tanpa melakukan genosida. Dan Etnis-Etnis ini sebenarnya mampu saling bersaing secara sehat baik itu di kehidupan social masyarakat maupun ekonomi dan politik

Resolusi Konflik

 

            Deskriminasi perempuan dalam kasus genosida Rwanda jika dilihat dari eskalasi konflik yaitu sudah mencapai level together into the abyss. Yang mana berdasarkan Analisa yang dilakukan penulis, penulis melihat bahwa adanya deskriminasi perempuan dalam kasus tersebut. Diskriminasi ini tidak hanya berdampak pada perempuan Tutsi akan tetapi juga berdampak pada perempuan Hutu moderat. Maka dari itu, Resolusi konflik yang ditawarkan yaitu Power Intervention.

Power intervention, karena kasus ini berkaitan dengan kasus etnis, maka diharapkan Lembaga atau pemerintah (Lembaga Kemanusiaan/HAM) bisa menyelesaikan kasus ini. Campur tangan pemerintah sangat dibutuhkan. Karena perempuan  dan para penduduk atau etnis Tutsi yang seharusnya dilindungi keamanan dan kesejahteraannya harus merakan yang Namanya kehancuran yang sama sekali tidak mereka duga.

 

            Seperti yang telah dijelasakan dalam pembahasan sebelumnya, dalam kasus ini dominasi Etnis Hutu yang sangat besar menyebakan kekacauan yang sudah tidak bisa lagi diselesaikan oleh masyarakat Tutsi dan membutuhkan adanya bantuan dari pemerintah untuk penyelesaian kasus ini diharapkan adanya ultimatum dari pihak pemerintah karena kasus ini tidak hanya menyebabkan kerusakan pada infrastruktur, gen atau ras akan tetapi telah berakibat pada kehilangan jiwa atau ruh.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun