Mohon tunggu...
Kusnandar Putra
Kusnandar Putra Mohon Tunggu... lainnya -

Adalah seorang ayah | penulis | desainer.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kekeliruan Buku Pendidikan: Mengharomkan Kata "Jangan"

29 Mei 2014   17:25 Diperbarui: 23 Juni 2015   21:59 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Luqman tidak perlu mengganti kata “jangan menyekutukan Allah” dengan (misalnya) “esakanlah Allah”.

Pun demikian dengan “Laa” yang lain, tidak diganti dengan kata-kata kebalikan yang bersifat anjuran.

Mengapa Luqmanul Hakim tidak menganti "jangan" dengan "diam/hati-hati"? Karena ini bimbingan Alloh. Perkataan "jangan" itu mudah dicerna oleh anak, sebagaimana penuturan Luqman Hakim kepada anaknya. Dan perkataan jangan juga positif, tidak negatif. Ini semua bimbingan dari Alloh subhanahu wa ta'ala, bukan teori pendidikan Yahudi.

Adakah pribadi psikolog atau pakar parenting pencetus aneka teori ‘modern’ yang melebihi kemuliaan dan senioritas Luqman? Tidak ada. Luqman bukan nabi, tetapi namanya diabadikan oleh Allah dalam Kitab suci karena ketinggian ilmunya. Dan tidak satupun ada nama psikolog kita temukan dalam kitabullah itu.

Membuang kata “jangan” justru menjadikan anak hanya dimanja oleh pilihan yang serba benar. Ia tidak memukul teman bukan karena mengerti bahwa memukul itu terlarang dalam agama, tetapi karena lebih memilih berdamai.

Ia tidak sombong bukan karena kesombongan itu dosa, melainkan hanya karena menganggap rendah hati itu lebih aman baginya.

Dan, kelak, ia tidak berzina bukan karena takut adzab Alloh, tetapi karena menganggap bahwa menahan nafsu itu pilihan yang dianjurkan orang tuanya. Nas alulloha salaman wal afiyah.

Anak-anak hasil didikan tanpa “jangan” berisiko tidak punya “sense of syariah” dan keterikatan hukum. Mereka akan sangat tidak peduli melihat kemaksiatan bertebaran, tidak perhatian lagi dengan amar ma'ruf nahi mungkar, tidak ada lagi minat untuk mendakwahi manusia yang dalam kondisi bersalah, karena dalam hatinya berkata “itu pilihan mereka, saya tidak demikian”. Mereka bungkam melihat penistaan agama karena otaknya berbunyi “mereka memang begitu, yang penting saya tidak melakukannya”.

Itulah sebenar-benar paham liberal, yang ‘humanis’, toleran, dan menghargai pilihan- pilihan.

Jadi, yakini dan praktikkanlah teori parenting Barat itu agar anak-anak kita tumbuh menjadi generasi liberal. Simpan saja AL-Qur’an di lemari paling dalam dan tunggulah suatu saat akan datang suatu pemandangan yang sama seperti kutipan kalimat di awal tulisan ini.

Astagfirulloh!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun