Pada sebuah artikel lain, berjudul, "Mendidik Anak Tanpa Menggunakan Kata JANGAN” tertulis,
"Kata 'jangan' akan memberikan nuansa negatif dan larangan dari kita sebagai orang tua, maka dari itu coba untuk mengganti dengan kata yang lebih positif dan berikan alasan yang dapat diterima anak..."
Nah, inilah syubhat (keraguan). Indah nampaknya, tapi di dalamnya terkandung bahaya yang kronis.
Mari kita bahas syubhat yang mereka gelontorkan.
Sebelumnya, kalau kita mau teliti, mari kita tanyakan kepada mereka yang melarang kata 'jangan', apakah ini punya landasan dalam al-Qur'an dan hadits? Apakah semua ayat di dalam al-Qur'an tidak menggunakan kata "Laa (jangan)"?
Mereka pun mengatakan jangan terlalu sering mengatakan jangan. Sungguh mereka lupa bahwa lebih dari 500 kalimat dalam ayat Al-Qur’an menggunakan kata “jangan". Allohu akbar, banyak sekali! Mau dikemanakan kebenaran ini? Apa mau dibuang? Dan diadopsi dari teori dhoif?
Kalau mereka mengatakan kata jangan bukan tindakan preventif (pencegahan), maka kita tanya, apakah Anda mengenal Luqman AL-Hakim?
Surah Luqman ayat 12 sampai 19. Kisah ini dibuka dengan penekanan Allah bahwa Luqman itu orang yang diberi hikmah, orang arif yang secara tersirat kita diperintahkan untuk meneladaninya (“ walaqod ataina luqmanal hikmah….” . dst)
Apa bunyi ayat yang kemudian muncul? Ayat 13 lebih tegas menceritakan bahwa Luqman itu berkata kepada anaknya, “Wahai anakku, JANGANLAH engkau menyekutukan Allah. Sesungguhnya syirik itu termasuk dosa yang besar”.
Inilah bentuk tindakan preventif yang divaliditas dalam al-Qur'an.
Sampai pada ayat 19, ada 4 kata “ laa ” (jangan) yang dilontarkan oleh Luqman kepada anaknya, yaitu “laa tusyrik billah”, “fa laa tuthi’humaa”, “Wa laa tusha’ir khaddaka linnaasi”, dan “wa laa tamsyi fil ardli maraha”.